Photo: Moses Douw |
Oleh: Moses Douw
Ketika Papua di anekasikan dalam wilayah jajahan
Indonesia, namun membawa sebuah malapetaka bagi Bangsa Papua Barat, Melanesia.
Ujar, Andi Pigai dalam orasi Politik. Ungkapan ini, memang benar-benar terjadi
dan masalah ini yang menjadi dasar konflik-konflik di Papua, bahwa Papua di
anekasikan dalam wilayah Indonesia ini membawa segala bentuk penindasan di
Tanah Papua. Selanjutnya, penindasan tersebut di kategorikan sebagai berikut:
penindasan di bidang Ekonomi, Sosbud, Lingkungan alam, Manusia, Pendidikan,
Agama, dan lainya. Namun, dalam hal ini, yang jadi akar persoalan dalam tulisan
ini, akan mengkaji mendalam tentang penindasan terhadap Lingkungan Alam lebih
khusus pembabatan hutan dan pengaruh terhadap Ekonomi masyarakat sekitarnya
dengan menghubungkan beberapa realita yang ada di Bumi Cendrawasih.
Sejak dahulu, seluruh suku-suku yang tersebar di Bumi
Cendrawasih mempunyai cara hidup yang sangat berbeda, mulai dari bahasa, cara
bertani, berburuh, berpakaian dan cara hidup lainya. Begitu pun juga di Papua
bagian timur (PNG). Suku-suku yang tersebar di bumi Cendrawasih, lebih dominan
mengambil, mengelola, memelihara, melindungi dari hasil hutan atau alam yang
tersedia di lingkungan sekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan Ekonomi keluarga
dan kelompok. Hingga kini masih banyak suku-suku yang hidupnya tergantung pada
tingkat penyediaan alamnya, demikian pula membudaya di seluruh 7 wilayah adat
di Tanah Papua. Kemudian hutan yang di
wariskan oleh leluhur bangsa Papua pada saat ini terus-menerus di babat dengan
alat berat, oleh imperialis, sehingga kehilangan makanan, minuman yang
membudaya.
Provinsi
Papua dan Papua Barat, harus di perhatikan, sebab hampir semua kabupaten menderita
karena diatas tanah leluhurnya dengan sikap menjajah tersebut, lagi pula
pemindahan daerah atau relokasi masyarakat. Dalam hal ini, lebih ke masyarakat
adat Papua dan masyarakat Merauke, khususnya masyarakat Zenegi, suku Malind.
Yang menderita kehilangan tempat hidup mereka yang dimana masyarakat meramu dan
meninggikan hutan meraka sebagai pusat kehidupan. Dari dahulu mereka hidup dengan
sagu, daging, kelapa, pisang dan lainya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
sehari-hari. (“YouTube” Mama Malind su
Hilang)
Sayangnya, masalah besar yang sedang di alami ini, tidak
ada tanggapan dari pihak pemerintah daerah, masyarakat, dan pemerintah pusat.
Pada hal, beberapa surat tentang penarikan perusahan dari tanah Suku Malind
sudah di kirim ke Presiden Republik Indonesia, Jokowi dan
juga melalui demontransi yang di laksanakan selama ini.
Begitu pun juga di daerah
yang lain, hutan dibabat. Pada hal, hutan tersebut terdapat yang namanya sumber
kehidupan dalam arti makanan, minuman, tempat tinggal dan lainya, misalnya
makanan asli Sagu. Di Kabupaten, Nabire, Sorong, hutan sagu di babat sedangkan,
yang bukan makanan asli Papua di tanam yakni kelapa sawit. Persoalan seperti
ini andaikan sebagai, “pasien tanpa dokter”. (Tutur Andy Pigai).
Papua memang butuh pendidikan dan masih
banyak hal yang musti di pelajari mengenai Nasionalisme, bersama baik
pemerintah daerah maupun, masyarakat untuk mengangkat martabat ekonomi Rakyat
dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat di Tanah Papua. Mengapa harus butuh
Pendidikan? Karena, kenyataanya Papua sudah memiliki sekian banyak pemimpin,
tetapi masih belum mempunyai Jiwa Nasionalime dan sikap tegas.
Pada
masa Gubernur Barnabas Suebu, Propinsi Papua telah menerbitkan kebijakan
pemerintah Propinsi Papua, dalam pengelolahan sumber daya alam. Yang dalamnya berbunyi
tentang: (1) Hutan dikembalikan
pemilikannya dari negara kepada rakyat; (2) Pelarangan total ekspor log,
termasuk ekspor log yang legal. Kebijakan ekspor log selama ni merupakan bentuk
penipuan dan pemiskinan rakyat; (3) Mempercepat pembangunan industri rumah
tangga pengolahan kayu dan pengelolaan hutan oleh rakyat; (4) Mencabut izin
pemegang HPH (hak pengusahaan hutan), baik perusahaan itu masih aktif atau
sudah tidak aktif, kecuali mereka membangun industri pengolahan produk hutan di
Papua (5) Penegakan hukum dengan mencukupkan jumlah dan mutu polisi kehutanan
dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan bagi kehidupan; (6)
Seluruh tipe hutan di Papua (hutan lindung, konservasi, produksi, produksi
terbatas, produksi konservasi) didedikasikan untuk menyelamatkan planet bumi
dan kemanusiaan di masa sekarang dan masa akan datang – termasuk dengan
mengembangkan industri hijau secara bijaksana dan hati-hati. Kebijakan
pemerintah Papua, 2010.
Namun, dengan demikian kenyataannya di lapangan hingga
sekarang masih di exploitasi oleh negara-negara imperialisme atas
penandatanganan Kapitalis Indonesia. Saya sangat apresiasi kepada pemimpin
rakyat seperti, Juan Evo Morales Ayma, presiden Bolivia Amerika latin pertama,
yang telah mengembalikan tanaman koka, yang di sedang di musnahkan tersebut dan
menasionalisasi perusahan, pemotongan gaji, serta kebijakan sosial bagi seluruh rakyat.
Semua industri, perusahan PT yang ada di Papua, pada
dasarnya adalah sistem menjajah maka masyarakat siapa yang hak tuntut,
mengkritik dan menyuarakan terhadap perusahan maka kolonialis atau aparat
keamanan akan mengamankan dalam arti meyiksa, memukul, membunuh, di penjara dan
lainya.
Sehingga masyarakat di sekeliling perusahan dan terjadi
Penindasan dan relokasi ke lokasi lain, yang telah terjadi dan akan terjadi
nanti bila tidak di atasi. Di samping itu, persoalan seperti ini, bagian dari
pemusnahan Ras Melanesia. Ada kata yang saya pernah dengar, tidak di ketahui
oleh siapa? Katanya “Kami butuh alam dan kekayaan melainkan orang Papua”.
Papua dan segala isinya sedang di musnahkan dan akan
di musnakan, melalui kegiatan ekonomi, yang mana kita ketahui bahwa makanan
asli di Papua di musnakan dengan makanan modern beras, supermi, sardines dan
lainya yang berisi obat-obatan yang mematikan. Sekalipun juga melalui
pendidikan, dan jalur pemusnahan yang lainya. Seperti kehilangan sagu, kelapa,
pisang, umbi-umbian, pinang dan tumbuhan, hewan yang dijadikan sebagai sumber
hidup leluhurnya. Yang mana khasyatnya lebih tinggi banding obat-obat zaman
sekarang.
Dengan demikian, kebiasaan di Indonesia ini yang
tahunya membuat dan membuat kebijakan. Tetapi mempraktekkan kebijakannya tidak
terlihat. Sehingga perusahan luar masuk secara aman tanpa pengamanan serta
kebijakan yang di buat mudah di beli akhirnya penegakan kebijakan di Indonesia
sangat lemah sekali dan berhamburan. Akibat dari itu, di Papua sedang di serang
oleh perusahan-perusahan luar, di dataran rendah maupun tinggi yang dahulunya
tempat meramu. Dengan tujuan ras melanesia dan perampasan tanah ulayat. Makanya,
sebagai solusi Papua butuh pemimpin bersifat nasionalis untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang
selama ini di kuras oleh imperialisme secara ilegal di bumi cendrawasih.