BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Tuesday, June 24, 2014

CAME AWAY FOR WEST PAPUA (Young Davie Produktion) lyrics

Oleh: Moses Douw

Me stand firm for West Papuan people
Lets rise up for West Papuan people
            oh
            oh
Playing  your politics and having your fun,
But refuse to speak out for me
One thing you should know, "you mad me hear the voices of my buddies crying soul"
I saw blood shed men are dying women are crying
I saw blood shed men are dying i hear them say
They are death....oh....
They are death,...oh....
Come away in a dream cos life is not what as it seems We go search not the end of the rianbow Where there is peace
BARATA YOUNG
Look save lo ol barata ba sista,
Wantok blo yumi stap suffer lo West Papua
Melanesia, yumi one west Papua i needem ia
For you kam stap as wan
People are dying everyday everywhere
Women are crying here and there yet we stare
Lets them free in this misery,
Give them freedom

Let no obsticles to take away your vision of freedom of what you belive in
You tell me we're friends, but what kind of friends who won't be there in the end?
But there's a Man above all, who will not gonna let you douwn
He is always there in your pain .....and never wil he lets you douwn
And never wil he lets you douwn
Come away in a dream cos life is not what as it seems we go search not the end of the rianbow where there is peace
keep on fighting ....no esitating
Everybody come as one lets work to wards properity, the future is in your hands
We all gonna make a stand to eliminate genocida and stop all cruelty
Let the people go....everybody don't want it no more....
Human right have been abuse still no one care, Internasional party still no interfare
Come! yumi stand, every one ,....FREE WEST PAPUA

MELANESIA, MICRONESIAN, POLYNESIA....FREE WEST PAPUA
Come pacifika lets unite ...FREE WEST PAPUA
yeah....yei yei yei yeeeeeeee
oh.....
oh.....
Come away in a dream cos life is not what as it seems we go search not the end of the rianbow where there is peace

FREE WEST PAPUA

FREE WEST PAPUA
eeeaa free west papua

Keadaan Pasar Dalam Era Perkembangan




Oleh: Moses Douw


Kegiatan ekonomi yang mana kita kenal dengan pasar, merupakan dimana mempertemukan penjual dan pembeli  untuk melakukan transaksi jual  beli atau pertukaran barang dengan uang. Namun, pada jaman dahulu kala, pasar ini yang ada hanya pertukaran barang dengan barang (sistem barter) karena kehidupanya masih tradisional dan penyebaran uangnya lama dan juga karena bangsa tersebut tidak mengenal apa itu uang.
          Dalam perkembangan itulah kemudian terjadilah krisis ekonomi, untuk menghadapi krisis itu haruslah mengawali dari pemerintah sebagaimana wilayah tersebut di bentuk dengan pemerintahan dan pemekaran.
          Namun, dengan terbentuknya pemerintahan banyak ketikdakadilan dan ketidakmampuan dalam menjalankan tugas yang sudah ditetapkan. Kenyataan saja kita amati saja otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat, saat inipun masih  belum menjalankan kembali apa yang telah di tetapkan, oleh kedua bela pihak karena tidak mampu dalam menangani otonomi khusus itu. Hingga sekarang orang Papua menyebut otonomi khusus dengan nama Almarhum, karena tidak di rasakan oleh warga Papua.
          Sejak menetapkanya otonomi khusus, pemerintah pusat tidak memperhatihan keadaan  pasar yang ada di setiap perkotaan dan perkampungan di Papua. Pastinya mereka berpikir bahwa, orang Papua kaya dengan otonomi khusus yang sudah ada. Pada hal otsus tersebut tidak berjalan dan tidak pernah perhatikan kembali oleh pemerintah pusat sendiri.
          Dari permasalahan otonomi khusus terjadi ketidakperhatian oleh pemerintah daerah dan pusat terhadap keadaan pasar-pasar yang ada di Papua.  Bukan saja pasar tetapi  banyak lagi  yang tidak di perhatikan oleh pemerintah pusat dan daerah, seperti: pendidikan di perkampungan dan lainya.  Semenjak Papua di anekasikan ke dalam NKRI. Akhirnya pasar-pasar yang di Papua sangat tidak di perhatikan, khusunya tempat untuk mama-mama Papua yang selalu berjualan di atas tanah. Sementara itu, mama amber berjualan di atas tempat yang aman dan di buat oleh pemerintah. Dalam hal ini, mama-mama Papua yang berjualan di atas tanah, akan ketinggalan pendapatan dari hasil jualan, di banding dengan amber. Sehingga mama Papua tidak terpenuhi dalam memfasilitasi keluarganya dan pendidikan anaknya.
           Kelakuaan yang sangat memalukan dari pejabat yang berasal dari Papua, bahwa mereka belum sadar mereka menduduki jabatan dan memakai baju dinas itu hasil dari jualan mama Papua diatas tanah.  Di samping itu, dari pandangannya, tidak pernah melihat pejabat turun pasar untuk melihat keadaan pasar yang ada dan belanja sayur di pasar yang di jual oleh mama Papua. Untuk itu, pejabat Papua yang berhasil menjabat dan mengenakan baju dinas, dari hasil jualan mama Papua, kita bisa katakan sebagai tidak punya moral, ijazah palsu atau tidak mempunyai pengalaman yang mereka rasakan ketika di biayai dari hasil  jualan di atas tanah dengan penderitan yang Ia alami selama jualan.
       Dengan melihat keadaan pasar yang ada saat ini, saya sangat penasaran untuk mendeskripsikan keadaan pasar yang ada di Papua. Khususnya pulau  Jawa pemerintah bertanggung jawab dalam membagun sarana untuk jualan. Selain dari itu, membeli lagi barang-barang yang di jual oleh penjual, bukan untuk membangun pasar begitu saja. Sedangkan, Papua sangat di sayangkan dengan pemerintahan dan pejabat yang ada di tanah Papua. Karena tidak ada pejabat yang turun membeli jualan para mama-mama Papua hingga sekarang. Meskipun begitu, mama Papua selalu meluangkan waktu untuk berjualan diatas tanah demi keluarga dan untuk pendidikan anaknya.


 

Orang asli Papua selalu termarjinalisasi dari orang non-Papua di segala bidang dari  tanah leluhurnya, sejak kapan merasakan aman dan damai diatas tanah leluhurnya sendiri? Sebagian besar orang Papua yang hidupnya tercukupi merasa aman. Tetapi orang Papua yang termarjinal dan tidak memiliki sesuatu yang memfasilitasi, mereka merasakan luka hati dalam keluarganya.  “Bersedih-sedih sekarang dan bersenang-senang kemudian” kalimat ini sekarang sangat baik untuk kita memaknai.  Kita tidak tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Maka berikan kebebasan kepada anak cucunya. Untuk itu, bersedih-sedih sekarang banding masa yang akan datang demi kebebasan untuk anak cucu kita. Dengan maksud bahwa “lebih baik berjuang sampai mati demi kebebasan tanah air, dari pada mati tanpa perbuatan kepada anak cucunya ”. 
Namun, Keadaan kota-kota yang ada di Papua, dulunya kota-kota itu di dominasi oleh orang Papua tetapi sekarang orang Papua sudah terminggir dari kota sehingga banyak orang Papua bermukim di kampung. Dan pinggir perkotaan. Tindakan ini harus kita pahami bahwa tanah harus di kontrak atau di sewa khususnya kepada migran. Dengan bertambahnya migran orang papua sudah mulai terminggir. Sebab jalan satu-satunnya untuk mengatasi terminggirnya orang Papua harus dengan sewa dan kontrak tanah.
          Dengan keadaan itu, non-papua sudah mendominasi di seluruh perkotaan dengan perkampungan. Dan sistem ekonominya sudah di kuasai oleh non-Papua. Baik itu daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Di kota dikuasai dengan pertokoan, bangunan, pasar dan minimarket. Sedangkan, daerah perkampungan  di kuasai ekonomi dengan minimarket, dan kebun jangka panjang. Sehingga muncul pasar jangka panjang. Di setiap pasar yang ada di perkotaan dikuasai oleh mama-mama amber, yang dimana pasarnya jangka panjang atas dasar kebun jangka panjang. Karena mama Papua mempunyai kebun yang memiliki jangka pendek. Hal ini muncul dari dominasi non-Papua di perkampungan yang tanahnya subur dan bisa menanam berbagai tanaman yang tidak bisa habis dalam dua atau tiga minggu (kebun jangka panjang).

     Akibat dari mendominasinya orang non-Papua, segala macam makanan asli sudah mulai menghilang. Seperti sagu, ubi, keladi dan lainya. Lokasi untuk menanam makanan asli tersebut diambil non-Papua. Ada sebuah cerita seorang bapak kepada anaknya yakni: “ anak saya minta maaf, karena sagu makanan asli kami saya tidak mewariskan kepada anak dan anak tidak mengonsumsinya dimasa yang akan datang dan. Sebab lokasi dan wilayah untuk menanam dan kembangkan sagu diambil orang (kapitalis)”.
        Kemudian keadaan pasar sekarang, semua pasar yang ada di Papua kebanyakan terdapat di pinggiran jalan raya maupun jalan  kecil sehingga, dampak dari sampah sangat berpengaruh dan menghalangi jalan raya dan sungai yang ada sekitarnya dan terjadi kemacetan dan mencemar sungai yang ada di sekitarnya, dalam mengendarai dan penyaluran kali yang ada. Lagi pula, dari sisi kebersihan pasar merupakan tempat dimana pertemukan sampah yang bertumpukan khususnya di Papua. Biasanya, dalam melaksanakan kegiatan jualan untuk mama-mama Papua terminggir dari tempat yang sebenarnya atau tempat yang aman. Kurang tersedianya, tempat jualan tersebut, akhirnya mama-mama Papua menjual hasil panen berdekatan dengan tumpukan sampah yang ada di sampingnya. Sehingga banyak orang menghindar dari jualan yang berdekataan dengan tumpukan sampah. Akhirnya, jualan tersebur tidak berlaku, sehingga membawa pulang barang jualanya dan kadang di buang.
        Hal ini, sudah mendarah dagin bersama rumpun melanesia Papua karena di bawa jajahan Indonesia. Indonesia memberi banyak dampak negatif kepada orang Papua, yang kita biasa rasakan maupun yang kita tidak merasakan. Bandingkan orang Papua di jajah oleh Belanda. Pada saat Papua di jajahan Belanda semua lapisan masyarakat yang ada di Papua damai dan kemajuan di semua bidang sangat klimaks. Sehingga Peninggalan pembangunan dari belanda hingga sekarang masih di manfaatkan.
        Dengan keadaan itulah, semangat dan semangat untuk melawan ketidakadilan yang sedang merajalelah di tanah rumpuan melaniesia. Kita ketahui bahwa dalam ketidakadilan dan pertentangan itulah kesempatan yang berharga untuk melawan rezim hukum yang tidak pernah terapkan di daerah otonomi. Yang terpenting adalah orang tua satu langkah untuk perubahan dan sekarang kesempatan anak untuk melangkah lebih tinggi tinggi dalam mewujudkan perubahan ditanah air melanesia.

Monday, June 23, 2014

Jalan Tanpa Alas Kaki di DAIWATIYA, AGADIDE, PANIAI, PAPUA



OLEH: MOSES DOUW 
 Semenjak duduk dibangku SD (sekolah dasar) ada sejarah yang dicacat. Ketika SD kelas 4-6 ibuku selalu mengajak saya untuk pergi ke sekolah dengan tidak mengenakan alas kaki. Setiap pagi aku dibangunkan oleh orang tuaku terutama ibuku yang selalu mendampingi hidupku dari kecil hingga sekarang. Saat bangun terdengar kicau burung nuri.
Akupun segar bangkit karena terlalu senang mendengar kicau burung nuri. Sebelum aku meninggalkan tempat tidurku, aku selalu berdoa untuk hidupku dan hidup keluargaku sendiri. Adapun, ajakan dari teman untuk ke sekolah biasanya pada pukul 05.15. Kami harus menempuh 4 kilometer dalam 1 jam.
Kami tidak menggunakan alas kaki. Di tengah jalan begitu banyak halangan yang kami selalu hadapi. Misalnya, pecek, lumpur, banjir, hujan dan lain-lain. Meskipun, begitu banyak halangan yang menghadang kami di tengah jalan, kami selalu berjuang untuk hadir di sekolah.
Kami tetap hadir di sekolah kami kecuali saat banjir. Disamping itu, bila ada perahu jonson yang bisa menghantar kami,   kami naik perahu jongson. Kadang aku tidak ke sekolah ketika banjir terlalu besar dan begitu deras.
Di sekolahku pasti mereka dikasih izin ketika banjir terlalu besar dan terlalu deras kecuali, banjir kecil-kecilan seperti, kali kecil yang bermuarah di kali induk yang besar yang selalu banjir. Nama kali besar tersebut adalah Kali Aga.
Karena burung-burung juga menyambut hari yang baru, burung juga selalu mencari makan di pohon-pohon yang ditepi jalan. Kadang kami bawa kartapel dan senapan untuk menembak burung di tengah jalan.
Biasanya kami selalu mendapatkan uang hasil buruan di tengah jalan menuju ke sekolah. Burung-burung yang terdapat disana beraneka ragam, mulai dari cendrawasih hingga pipit dan nuri kecil.
Nama SD-ku yaitu SD YPPK Komopa, Agadide, Paniai, Papua. Kami kadang dihukum oleh guruku karena terlambat. Karena kami selalu terlambat Kepala Distrik Kab. Paniai, Papua memberikan bantuan berupa alas kaki sbb, sepatu lumpur, sepatu sekolah dan sandal. Bantuan ini di beri proposal oleh kepala sekolah kami. Bantuan yang diberikan itu juga kami menggunakan dalam beberapa bulan saja. Di karenakan, barang tersebut hilang dan robek dan putus tali sendalnya.
Meskipun begitu banyak hambatan aku tetap ke sekolah guna mencapai cita-citaku dan saya lulus dari SD YPPK Komopa Kab. Paniai,Papua.
THE END

Sistem Militerisme Indonesia, Terhadap Pendidikan di Papua



Dengan perkembangan zaman di dunia ini, selalu saja menghasilkan perubahan dari tahun ke tahun secara signifikan, sehingga sangat berkembang juga cara mendidik seseorang dari yang zaman dahulu ke modern.
Pendidikan merupakan sebuah tujuan yang sah dan diakui di dunia yakni untuk  memanusiakan manusia atau menciptakan manusia menjadi berkualitas serta berkarakter. Seperti yang di katakan oleh Paulo Freire “pendidikan harus berorientasi pada konsepsi dasar memanusiakan kembali manusia yang telah mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur sosial yang menindas” dalam bukunya Jakobus Odiyaipai Dumupa. Sehingga seserorang harus mempunyai sebuah pengetahuan dalam menghadapi dunia luas dimana tata kehidupan tempat lain dengan tata kehidupan tempat di besarkan dan lainya.
Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat jelas bahwa setiap  orang memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan pendidikan yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak Orang Papua yang belum mendapatkan pendidikan yang serius. Selalau saja di tindas oleh sistem militerisme Indonesia.
Namun, pendidikan di Papua ini sangat termarjinal dan sangat di tindas oleh sistem militerisme Indonesia hingga saat ini, di pelosok dan perkampungan di Papua. Dari dampaknya mendominasi militer Indonesia di pelosok dan perkampungan terjadi kegagalan eksploitasi tenaga pengajar didaerah terpencil dan perkampungan di Papua.
Sikap militerisme Indonesia tersebut terhadap masyarakat di pelosok sangat tidak bertanggung jawab sehingga kebanyakan tenaga pengajar terjadi mempesatnya guru di daerah perkotaan. Kadang-kadang di perkotaan terjadi penurunan gaji, karena tinggkat tenaga penggajarnya sangat tinggi banding perkampungan. Sehingga muncul ketidakseriusan dalam mengajar siswa/siswi di sekolah dan selanjutnya menjadi masalah besar. Lalu banyak orang yang tidak melanjutkan pendidikan, dan keluar meninggalkan dunia pendidikan dengan sikap militerisme tersebut, dan munculnya tinggkat penggangguran di perkampungan dan perkotaan sangat tinggi.
Akibatnya, dari pengangguran yang sangat tinggi, banyak orang Papua menghasilkan kesenjangan sosial antara satu sama yang lain. Misalnya perang antar suku di Timika. Bila, pandangan saya masalah ini berakar dari sikap militerisme yang tidak bertanggung jawab atas segala macam permasalahan. Sedangkan, dalam masalah itu, tidak ada pengawasan dari pihak aparat keamanan. Tidak tahu apa fungsi aparat keamanan? Kemudian, tidak mempunyai pengetahuan tentang cara hidup yang baik dan aman karena orang yang melakukan tindakan tersebut pasti orang yang belum melalui pendidikan dan mendapatkan pendidikan sederajatnya. Dengan keadaan demikian, ada beberapa masalah yang menonjol dalam pendidikan di Papua sebagai berikut.
Dominasi militer Indonesia
Di berbagai media di Indonesia selalu saja mempublikasi tentang bantuan militer Indonesia ke pulau Papua dalam mengamankan kekerasan di Papua. Tetapi kenyataannya militer dan semuanya yang  sementara di Papua, tidak tahu jalan balik dan menetap disana. Dan mengacaukan kehidupan di pulau Melanesia. Selidiki permasalahan tersebut militer datang ke Papua untuk menghancurkan segala bentuk lapisan dan lembaga masyarakat di Papua. Yang paling megacaukan masa depan adalah melalui pendidikan, yang mana menakuti siswa/siswi dengan alat perlengkapan militerisme Indonesia. Sehingga sebagian siswa/siswi mengakhiri pendidikan.
Misalnya di Komopa, Kabupaten Paniai pada beberapa bulan yang lalu. Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasuki kedalam lingkungan sekolah dan dalam kelas kemudian menakuti dan mengkacaukan sistem pembelajaran serta aktivitas belajar mengajar. Bukan saja kabupaten Paniai tetapi kabupaten yang lain lagi, seperti Puncak Jaya, Wamena, Sorong, Fakfak dan lainya.
Pendidikan Bernuansa Politik
Pendidikan di papua selalu saja bernuansa politik di setiap jenjang pendidikan. Di seluruh Papua sistem pengajaran bertolak ukur pada sitem politik Indonesia. Dari tingkat pendidikan rendah sampai yang tinggi. Di sekolah selalu mengajarkan kewarganegaraan yang berfokus pada politik dan sejarah Politik Indonesia. Namun demikian, sejarah bangsa Papua hidup dan bertumbuh sendiri dengan masyarakat adat di Papua walaupun itu tidak di ajarkan di jejang pendidikan.
Beberapa sekolah yang terdapat di Boven Diguel, disana tidak ada guru yang mengajar. Lalu militer yang ada di perbatasan Papua-PNG turun mengajar di beberapa sekolah yang ada di Boven Diguel. Yang selalu di publikasikan di media online oleh TNI. Sayangnya mengaku mengajar tetapi yang diajarkan disana adalah kewarganegaraan Indonesia, bahasa Indonesia dan pendidikan tentang pancasila. Namun selain itu, para militer yang mengajar juga memberikan ilmu-ilmu lainnya, diantaranya adalah ilmu tentang, latihan baris-berbaris, wawasan kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air Indonesia. sedangkan pelajaran yang lain tidak di ajarkan. Hal ini merupakan pendidikan yang tidak memanusiakan manusia.
Misalnya saja di daerah perkotaan nilai yang di berikan oleh guru yang berasal dari luar Papua, pasti nilainya sangat tidak memuaskan, hal ini karena, perbedaan antara Papua dengan Indonesia paling kuat, pada setiap sekolah. Bukan saja di tingkat siswa tetapi di tinggkat perguruan tinggi pula, siapa yang berani mengangkat tentang politik daerah pasti diskriminasi pada nilai seorang Mahasiswa tersebut.
Oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan adalah pembebasan dari belenggu penindasan, dan kebodohan sehingga manusia menjadi manusia yang seutuhnya bebas merdeka. Pendidikan memberi dan memerdekakan dalam berpikir, bersuara dan bertindak. Selain dari hal ini merupakan penindasan masih terjadi secara berpanjangan dan masih belum meyelesaikan dalam sistem militerisme dalam penindasan terhadap pendidikan yang ada.

SOURCE: BULLETIN ASRAMA DEIYAI, YOGYAKARTA
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW