BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Friday, August 16, 2019

Hitam Kulit, Keriting Rambut, Aku Bodok

Oleh: Moses Douw

Tulisan ini berkomitmen untuk membongkar ketidakpahaman birokrat orang asli Papua dalam memproteksi persoalan-persoalan yang mudah di selesaikan namun hingga kini tak bisa di selesaikan persoalan itu dijadikan sebagai komoditas kepentingan atau juga ketidaktahuan dan ketidakpahaman.

Dalam penyelenggaraan birokrasi tentu merupakan sistem yang berkaitan dengan negeri dan swasta. Pelayanan masyarakat dari negeri dan swasta bertujuan untuk hasi pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat dengan baik atau disebut penyeenggaraan pemerintahaan yang baik.

Berkaitan dengan birokrasi swasta dan negeri, pada umumnya orang asli Papua sangat memilih birokrasi pemerintahan dibandingkan swasta. Namun, sejak berlakunya undang-undang otonomi khusus Bagi Papua, orang Papua harus mampu menduduki organisasi penting dalam provinsi Papua.

Otonomi khusus bagi Orang Papua atau kontrak pemerintah Indonesia atas tanah Papua adalah bentuk desentralisasi Poilitik dan pemerintahan untuk menjalankan roda birokrasi selama waktu tertentu. Dengan demikian, undang undang otsus menjamin dan mengikat seluruh aspek di tanah Papua.

Menurut: Dowo Palito, Otonomi khusus dan desentraisasi pemerintahan merupakan pelimpahan wewenang Pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar mengurus pemerintahannya sendiri, kepada daerah ‘tertentu’ untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat di daerah tersebut.

Berdasarkan hadirnya otonomi khusus Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Adat Papua dan Pemerintah adalah kesatuan yang tak bisa dikatakan sebagai simbolis daerah untuk menjalankan roda pemerintahan tetapi wadah pelayanan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat dan melindungi masyarakat selama masa berlakunya otonomi khusus, atau selama kontrak tanah Papua dengan Otonomi Khusus.

Dewan adat Papua (DAP), Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Pemerintahan Daerah Papua adalah orang Papua dan Kulit Hitam. Pemerintah daerah Papua diawasi oleh Dewan Adat Papua dan MRP sebagai nakoda undang Undang otsus Bagi Papua mewakili hak dan kewajiban masyarakat Papua.

Pemerintah daerah, Dewan Adat Papua (DAP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP) menjalankan roda Birokrasi swasta dan pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam kurung waktu tertentu. Beberapa organisasi diatas ini digerakkan oleh orang Papua khususnya birokratnya. Mengapa birokrat? Sebab, birokrat selalu duduk tenang pada posisi yang tenang dan basah.

Birokrat swasta dan Pemerintah, sejak berlakunya otonomi khusus di Papua sangat minim antisipasi antisipasi, pelayanan, perlindungan dan pemanfaatan alam Papua dan orang asli Papua. Sangat minim mungkin diakibatkan Karena tidak tahu, tidak Paham (Bodok) dan memiliki kepentingan politik ekonomi dengan Negara Indonesia?

Pimpinan Pemerintahan provinsi dan daerah tidak mengangkat dan memanusiakan manusia Papua. Hal ini dibuktikan dengan penempatan Jabatan, Pemberian Izin Kerja, Kontraktor di kasih non-Papua dan Nepotisme

Kemudian, Dewan Adat Papua (DAP) dan Majelis Rakat Papua (MRP) masih minim membatasi, meminimalisir dan usaha-usaha untuk memproteksi persoalan-persoalan lingkup masarakat adat atau masyarakat pribumi sebagai hak mendapatkan ruang hidup. Misalnya, MRP dan DAP masih belum mampu mengawasi dan mengayomi KPU dalam proses Demokrasi Calon Bupati/Wakil Bupati, Legislatif, Kepala Desa untuk Orang Asli Papua, Namun sebaiknya Non Papua kuasai Jabatan abatan tersebut. Dan Persoalan yang lainya.

Selain itu, konflik Nduga yang berkepanjangan Hingga menjelang 1 Tahun ini merupakan contoh konkrit bagi pengiat HAM bahwa adanya MRP, DAP dan Pemerintah daerah Papua tak mampu selesaikan Persoalan, bahkan belum ada upaya-upaya penelesaian konflik di Ndugama Papua.

Pemerintah Provinsi, Kabupaten, DAP dan MRP di Papua Tidak mengetahui, Tidak Paham dan tidak Jelih Terhadap Persoalan yang ada. Belum membuat peraturan dan belum juga menegakkan peraturan perundang-undangan. Bahkan tidak mengerti jabatan yang mereka kerja.

Ketika, MRP, DAP dan Pemerintah daerah atau jabatan penting di duduki oleh Orang Papua yang kulitnya Hitam, Rambut Keriting ini mengapa buta, tuli dan tidak mengerti terhadap persoalan yang terjadi ini? Bahkan tidak tahu (bodok dengan persoalan, bodok dengan HAM, Bodok dengan Pemerintahan, dan Bodok mengangkat aspirasi masyarakat Papua).

Persoalan seperti ini tidak mungkin di selesaikan dengan ketidaktauhan dan ketidakpahman kita sebagai birokrat yang hanya memanfaatkan manisnya. Meskipun Hitam Kulit, Keriting Rambut di Tindas. Kami penikmat manisnya dan bodok (tidak tahu) melihat persoalan yang terjadi.

Oleh karena itu, kulit hitam, keriting rambut, MRP, DAP dan Pemerintah daerah Papua  tanpa perasaan yang menimbukan buta, tidak tahun,  Bodok terhadap persoaan ang teradi di Tanah Papua.

Tulisan ini adalah Doa Seorang mama dalam ujud deposi singkat di hutan belantara Nduga Papua, tengah pengejaran yang dilakukan oleh TNI selama setahun. Mengapa kami di ciptakan Tanpa Mata untuk Melihat rakyat pengunsi di Nduga, tanpa Mulut untuk angkat persoalan pengunsi dan Otak untuk mengakhiri persoalan yang terjadi (BODOK).


Penulis adalah Pemuda Hitam Kulit, Keriting Rambut, Aku Bodok
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW