BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Saturday, May 30, 2015

Kinerja Guru Tua di Pedalaman Papua

Oleh: Moses Douw
         
Guru merupakan tenaga yang ditetapkan untuk mengajar disuatu sekolah. Kemudian guru juga merupakan orang tua kedua bagi muridnya ketika itu berada dalam kelas atau di sekolah. Tetapi secara umum guru atau pendidik merupakan tugas utama di kelas yakni: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jejang pendidikan usia sekolah atau usia dini yang tidak diberikan atau diperhatikan oleh kedua orang tuanya dirumah. Sebab itu, guru juga merupakan posisi yang besar dalam mendidik muridnya sebagai orang ketiga dalam keluarga. Dalam prosesnya guru pun mempunyai tugas multifungsi yakni: sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, agent of Change, inovator, konselor, dan administrator. Hal ini kita bayangkan lagi di Papua. Misalkan: seorang guru hanya mengajar di sebuah sekolah. Contoh di Paniai khusus di SD YPPK Bodatadi Desa Yabomaida, Agadide yang tenaga pengajarnya seorang saja selama beberapa tahun, peranan beberapa orang guru semuanya di pegang oleh seorang guru.

Sebagaimana tugas seorang pengajar atau pendidik disekolah, namun betapa hebatnya guru seperti demikian tetapi sayangnya seorang guru tak ada jasa yang diperoleh. Sehingga guru disebut dengan “pahlawan tanpa Jasa”.

Kinerja guru sangat luar biasa. Tak ada orang yang sukses bila tak melewati guru di sekolah. Seorang pejabat pangkat berapapun pasti lewat guru dimanapun seorang siswa, pelajar atau murid disekolah.

Tak lupa mengingat kembali guru-guru tua di Papua yang selalu menghabisan waktu bermain dengan kapur tulis dengan tongkat kecil ditangan didepan kelas, dengan berbagai cara mengajar yang dilakukan oleh guru-guru tua di Papua, untuk kehidupan anak muridnya. Pengabdian seorang guru di Papua sangat disayangkan sebab seorang guru tua di Papua semuanya menetap ditempat pengabdianya hingga tak tahu pulang kekampung asalnya, sehingga pada akhirnya tumbuh rambut putih ditempat mengajar tersebut, sebab di Papua guru bertugas dengan secara campuran atau bersilangan.

Musibah selalu dihadapi oleh guru-guru tua di Papua. Apalagi medan di Papua sangat susah untuk jangkau hanya dengan jalan kaki. Sebab demikian guru-guru tua di Papua sangat mengorbankan apa yang dia miliki hanya untuk mengajar.  Berbagai hambatan dan tantangan selalu dilewati oleh guru-guru tua di Papua, Terrekam dalam benakku, ada beberapa hal menjadi hambatan dalam mengajar dan bertempat ditinggal didaerah pengabdiannya itu sendiri.

Intraksi Sosial

Pada umumnya guru-guru tua di Papua semuanya bersilangan atau tidak hanya mengajar dikampung halamannya. Namun peyebaran guru-guru tua di Papua secara bersilangan. Maksud bahwa guru-guru dari Sorong dan Fakfak mengajar di Wamena dan Merauke dan sebaliknya secara bersilangan. Apalagi guru-guru tua dari Paniai (Meeuwodide) mereka mengapdi dikampung lain, hingga saat ini yang terpopuler adalah Wamena, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya dan lainya.

Namun demikian, secara langsung seorang guru yang turun mengajar disuatu tempat tertentu pasti melalui penyesuaian yang lama dengan peduduk asli disuatu tempat atau intraksi sosial meskipun itu satu ras (kulit coklat dan rambut keriting).  Sering penyesuaian seorang guru tak seiring dengan budaya dan tatanan hidup suatu suku sehingga kadang menimbulkan suatu persoalan dalam mengajar disekolah, hanya karena perbedaan identitas suku-suku di Papua itu sendiri.  Tetapi sebagian besar guru-guru tua berhasil untuk menempati pelosok-pelosok di Papua untuk memanusiakan manusia Papua.

Dengan deskripsi diatas ini, menandakan bahwa interaksi sosial antara masyarakat setempat sangat berperan aktif dalam proses mendukung seorang  guru untuk mengajar murid-murid di tempat tertentu. Seorang guru gagal mengajar di Papua hanya karena tak bisa meyesuaikan dengan masyarakat daerah tersebut dan sangat berbeda dengan ideologi didaerah guru disebut. Misalkan: orang Jawa datang mengajar di Papua, dia harus menyesuaikan dengan sifat dan tatanan hidup daerah yang dia tugas sebagai pengajar (guru), tidak harus langsung mengajar tetapi seorang guru harus meyesuaikan diri dengan situasi sosial ditempat tersebut. Agar tidak terjadi aksi-aksi yang tak berkenan dihati saudara dan saudari dari bumi Papua. Namun, guru-guru tua dari Papua memang sangat licik dalam hal demikian sehingga  masyarakat asli Papua juga menerima seorang pengajar dengan baik hati. Antisipasi hanya guru yang berasal dari luar Papua karena sifat orang Papua tak sepenuhnya dipahami oleh guru non-Papua. Oleh karena itu, seluruh guru-guru tua di Papua sangat luar biasa karena selalu berkomitmen untuk mengajar dengan penyesuaian sosial yang cepat dan kelicikan dalam peyesuaian diri sangat tinggi sehingga tugas di suatu tempat atau pelosok-pelosok juga berjalan sesuai dengan harapanya.

Hubungan Antropogeografi dengan Guru tua di Papua

Antropogeografi merupakan hubungan manusia dengan lingkungan alam serta fenomena alamnya. Oleh sebab demikian, kita tahu bahwa lingkungan alam di Papua sangat kaya namun memiskinkan (sisi lain) orang asli yang berdomisili di Pulau dan dalam hal ini lingkungan alam di Papua sangat berpengaruh dengan sistem pengajaran dan proses belajar mengajar disekolah. Pengalaman sangat berbeda yang di alami oleh guru-guru tua tersebut, namun secara umum dikelompokan menjadi dua yakni pengalaman guru yang tinggal dirumah dinas dan tinggal dipelosok atau berjauhan dengan sekolah. Mengingat keadaan alam di Papua secara umum guru-guru tua yang tinggal berjauhan dengan sekolah sangat disayangkan karena musibah selalu di hadapi oleh guru-guru tersebut. Misalnya seorang guru pergi mengajar di suatu sekolah, ia harus melewati gunung dan lembah serta sungai selama satu jam. Kedengaran sangat enak namum banyak rintangan yang ia lalui seperti hujan, banjir, capek, serta sakit pun ia harus tempuh. Tapi, sering disekolah proses KBM pun tak tidak berjalan sehingga diliburkan. Pengalaman ini, terbukti ketika duduk berbincang-bincang dengan guru-guru tua di Papua. Ini merupakan gambaran umum bahwa guru-guru tua di Papua itu seperti demikian. Banyak lagi yang mereka alami.

Dalam hal ini, penulis hanya tahu keadaan seperti ini yang guru-guru tua alami sejak dahulu dan hingga sekarang masih dan tulisan ini berawal dari pengalaman banyak dialamai oleh bapak saya seketika itu ia mengajar di Namutadi, Komopa dan Bodatadi selama 25 lebih tahun. Sehingga penulis juga membayangkan keseluruh Papua pastinya merupakan pengalaman sama yang berkaitan dengan lingkungan alam dan faktor yang dialam oleh guru-guru di Papua.

Oleh karena itu, kinerja guru-guru  tua di Papua sangat berjasa bagi orang Papua yang pernah menjadi murid di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Umum. Hingga kini murid  yang dicetak oleh guru-guru tua tersebut sekarang banyak yang menjadi pejabat-pejabat besar di Papua. Terlupakan susah payah seorang guru di Papua  namun, dalam tulisan inilah mengangkat perilaku, kinerja dan situasi Papua yang dirasakan oleh seorang guru-guru tua tersebut sebagaimana kinerja guru yang kita tahu dan kita lihat di kampung serta di sekolah masing-masing.

Dengan itu, penulis menyarankan kepada semua aspek di Papua agar ikut serta untuk memperingati atau merasakan kinerja para guru tua di Papua sebab guru adalah manusia (individu guru) yang kemudian memanusiakan manusia lain. Sebab itu, saya berani berargumen bahwa seharusnya Pemerintah daerah Papua dan Pemerintah kabupaten menjaga dan melindungi kehidupan seorang guru tua; mengangkat harkat dan martabat guru, menaikan upah yang didapat, berhenti melaksanakan kenijakan kontrak guru sebab harga diri guru tua akan turun dan lengkapi sarana prasarana bagi guru tua di Papua.

Yogyakarta, 18 Mei  2015
Photo: Moses Douw / Penulis / Menongko


Penulis mahasiswa Ilmu Pemerintahan kuliah di Yogyakarta

Dilema Guru Kontrak dengan Guru Lokal di Papua

Oleh: Moses Douw


Guru kontrak dan guru lokal kini menjadi perdebatan publik di Papua, namun tidak hanya di Papua tetapi di lapisan nasional. Ibaratnya guru di daerah diandalkan dan tidak diberlakukan ( baik itu guru PNS  dan honorer). Dengan itu, bagi guru lokal (Honorer dan Guru tetap) di Papua menjadi persoalan besar untuk mereka, khususnya bagi honorer disetiap sekolah dan daerah di Papua. Oleh sebab demikian bagaimana peran semua organ (organ pendidikan, pemerintah lainya) untuk menyelesaikan persoalan di daerah ini.

Sejak berlakunya undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tahun 2001. Pada saat itulah, persoalan pun semakin meningkat pada hal otus dalamnya membahas bagaimana pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Provinsi Papua), dengan tujuan agar mempertahankan dan mengakui, menghormati, membina, melindungi, memberdayakan, dan melestarikan budaya serta mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Tetapi pada kenyataannya tak seperti demikian yang ada hanya Jawanisasi tanpa mengembalikan eksistensi Provinsi Papua (Orang Papua) sebagai Ras Melanesia.

Dengan adanya otsus, pemekaran pun dimana-mana merajalela dibawa kaki tangan Indonesia hanya untuk menghilangkan Papuanisasi dan nilai-nilai sosialisme di Papua. Kodrat Papua sebagai tanah yang berbudayapun hilang. Sedangkan pemekaran daerah di Papua menjadi tujuan utama oleh NKRI. Kiranya pemekaran tersebut tak berdasarkan syarat yang harus diperhtikan oleh Indonesia atas pemekaran, karena pastinya ketentuan atau syarat utama DOB dipertimbangkan dari persyaratan secara adminitratif, teknis dan kewilayahan. Yang selam ini pemerintah yang lakukan hanya kehendak sendiri. Mengapa tak perhatikan syarat atau ketentuan yang perlu dalam pemekaran? Paling tidak yang harus perhatikan adalah masalah SDM, SDA, Potensi Wilayah, dan pendidikan.

Persoalan kini semakin meningkat di Papua namun di bidang sumber daya manusia. Sebelum melangkah ke selanjutnya pasti kita perlu tahu jawaban dari pertanyaan ini, apakah sumber daya manusia di daerah siapkah mengolah ekonomi, pendidikan, birokrasi, pertanian, ekonomi, serta politik? Tentunya kita tak belum siap. Contoh saja kita amati di Papua kini, orang asli Papua hanya berkuasa di kepala namun, anggotanya semua diambil alih oleh orang luar dari Papua. Hal ini mencontohi bahwa sumber daya manusia (orang asli Papua) untuk mengolah daerah tersebut belum siap. Tetapi bahkan membuka sebuah ruang aksesibilitas para pendatang atau bukan orang asli Papua. Tak jadi persoalan apabila semuanya matang dan kemudian di mekarkan kabupaten/kota.

Dengan adanya pemekaran di Papua, muncullah sekolah-sekolah yang baru dimekarkan atau baru saja dihadirkan setiap pelosok di Papua, tanpa memperhatikan tenaga mengajarnya, apa yang terjadi dimasa yang akan datang, dan juga bagaimana sarana dan prasarana di sekolah? Tenaga pengajar menjadi sasaran utama dalam persoalan ini, bagaimana profesi guru dalam mengajar di sekolah. Karena guru akan memberikan ilmu kepada muridnya, sebagai transformasi pendidikan, sebab profesionalisme guru lebih menekankan kepada penguasan ilmu pengetahuan dan juga kemampuan manajemen serta strategi penerapannya.

Di tengah persoalan tersebut, yang kini menjadi krisis pendidikan di Papua adalah bagaimana merekrut atau mengontrak guru sesuai dengan jumlah pengajar, mekanisme pembagian dana bulanan kepada honorer serta bagaimana pendapatan para pengajar tetap (Guru Lokal). Khususnya berkaitan dengan guru kontrak, kita perhatikan di Papua semakin hari semakin banyak di setiap kabupaten dengan mengesampingkan Guru Honorer dan Guru Lokal (PNS) yang mengajarkan di setiap sekolah.

Dengan persoalan diatas ini, berbagai kampus di Papua seperti UNCEN, UNIPA, dan lainya mencetak beribu-ribu mahasiswa yang berlatar belakang sarjana-sarjana pendidikan bahkan mahasiswa luar Papua. Tetapi, mengapa hingga Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Papua, begitu terobsesi untuk mendatangkan pengajar-pengajar dari luar papua? Hal ini, pernah juga di ungkapkan oleh beberapa dosen di Papua. Pendidikan di Papua kini semakin bekembang dan mencetak berbagai sarjana, Papua kini mutu program studi yang dipakai setiap Fakultas Pendidikan selama ini, tidak jauh beda dengan program-program studi yang di terapkan di wilayah barat, keunggulan lain dari perguruan tinggi di Papua, memiliki program khusus dalam konteks lokal papua untuk guru-guru agar dapat beradaptasi melalui budaya, sosial dengan lingkungan dimana mereka mengabdikan diri”. Agar jelas bahwa guru lokal akan membawa eksistensi kita sebagai orang Papua. Misalnya guru kontrak mengajar didaerah  pelosok Papua. Contoh : Sebuah menara dengan ketingian 10 meter, hal ini dengan jelas bahwa siswa akan bingun, Menara itu seperti apa? Seharunya ambil contoh sesuai dengan keadaan Papua agar siswa lebih mengerti. Misalnya ambil contoh dengan ketinggian pohon kelapa atau lainya.

Sayangnya, melihat kinerja Provinsi Papua dan Kabupaten pemekaran baru yang menetapkan kebijakan mengontrak guru tanpa memperhatikan sarjana-sarjana muda di Papua, apa lagi mengesampingkan guru-guru tua (guru Lokal) dan honorer yang bertahun-tahun mengajar beberapa sekolah disetiap daerah. Kebijakan yang di buat oleh Pemerintah tentang kontrak guru adalah salah satu jalan yang memang menghancurkan masa depan Papua dan tak menghargai guru lokal yang mengajar dan meningkatkan pengganguran setiap daerah di Papua.

Mengapa dalam tulisan ini menolak adanya guru kontrak? Tentunya dengan penjelasan diatas jelas bahwa guru kontrak membunuh karakter guru-guru dari Papua. Karena  guru di Papua sangat banyak namun tak ada pemerataan guru, atau efisisensi guru di Papua. Seharusnya perlu pemerataan guru harus di laksanakan di setiap sekolah agar semua sekolah seimbang. Sebab, selama ini menurut pandangan saya guru di Perkotaan sangat banyak dari pada pelosok dan kabupaten pemekaran, sehingga di satu sekolah 3-4 orang guru yang mengajarkan dengan mata pelajaran yang sama. Seharunya tidak diperbolehkan dari dinas terkait dengan adanya pendobelan guru mata pelajaran di satu sekolah karena sekolah lain sangat membutuhkan tenaganya agar tak terjadi yang namanya kontrak guru dari luar Papua

Oleh karena itu, pendidikan adalah utama dan pertama dalam pembangunan bangsa. Dalam pendidikan itupula tak harus ada yang namanya penindasan dan pelecehan serta pengesampingan suatu objek. Sebab, akibatnya sangat besar bagi masyarakat dan juga pemerintah pusat dan daerah. untuk itu harus bekerja sama agar fokus utama dalam suatu intansi (Pemerintah) untuk membangun kebersamaan antara kita. Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten pemekaran agar bekerja sama dengan Perguruan tinggi dari Papua, yang dalamnya ada Fakultas Pendidikan serta pemerataan guru-guru. Sebab, Papua kaya dengan Guru (mulai dari guru perintis, honorer sampai guru PNS kini). Disamping itu, pemerintah juga harus fokus dalam hal ini, mencintai produk lokal dengan maksud bahwa cintai guru-guru Lokal Papau sebab guru kontrak datang dengan dualisme atau dengan kepentingan sendiri, hingga mengajar juga merata dari Papuanisasi Hingga Jawanisasi.

Yogyakarta, 11 Mei 2015

Fhoto: Moses Douw / Penulis 
                                            Penulis mahasiswa Ilmu Pemerintahan kuliah di Yogyakarta

Saturday, May 2, 2015

Menggali Apa yang Kita Miliki

Oleh: Moses Douw
Photo: Moses Douw

Artikel ini, terinspirasi dari sebuah diskusi intern Ikatan Pelajar Mahsiswa Deiyai di Asrama Deiyai Yogyakarta. Pada saat itu diskusi dibawakan oleh I Ngurah Suryawan dosen unipa sekaligus mengambil S-3 di UGM Yogyakarta, tahun 2014. Topik diskusi tersebut adalah “etnografi Papua dan menulis membebaskan”. Ia menjelaskan secara detail, etnografi Papua dan cara pandang kita terhadap budaya yang kita miliki dan terapan dalam suatu tulisan. Sedangkan Ia juga secara umum menjelaskan menulis bisa membebaskan kita, menulis memperkaya kita, dan menulis menyambung suara kita.

Dari penjelasan diatas ini, muncul pertanyaan baru bahwa pedulikah terhadap apa yang kita miliki? Dan, apakah kita bisa kisahkan melalui tulisan? Pertanyaan itu,  jelasnya bahwa mengajak kita untuk mengenal apa yang kita miliki tersebut. Sebelum dari pada itu, kita juga dituntut untuk mendeskripsikan eksistensi kita sebagai suku bangsa yang memiliki identitas dalam situasi diera perkembangan disemua bidang seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Dengan demikian, pandangan penulis, tentang bumi Papua merupakan pulau yang ditemukan, pada saat itu diperkirakan pulau Papua ditemukan setelah pulau-pulau yang lain di Dunia.  Menurut buku yang saya pernah baca (lupa judul buku): pulau Papua merupakan timbul tenggelam. Maksudnya bahwa kadang pulau ini menghilang, hal ini dipertegas oleh  kunjungan para pedagan dan pendahulu dunia dari dunia barat.

Orang Papua merupakan orang yang paling hebat. Mengapa? Orang Papua adalah orang yang bisa cepat menyesuaikan dengan perkembangan diera globalisasi, tetapi sayangnya Orang Papua tidak bisa menyesuaikan disemua bidang. Yang saya perhatikan adalah orang Papua sangat maju dalam bidang bisnis pertunjukan, atau berjiwa modernitas sehingga melupakan budaya dan sistem yang sebenarnya kita lestarikan. Hal ini sangat berkaitan juga dengan teori Rostow untuk membandingkan masayarakat Papua dengan tahapan perkembangan masyarakat pribumi.

Perbandingan masyarakat Papua menurut:  W.W. Rostow

Ketika kita belajar dibangku SMA pasti kita mendapatkan sedikit pembahasan dari W.W. Rostow tentang perkembangan masyarakat dipandang dari sisi ekonomi. Dalam mengikuti perkembangan masyarakat seharusnya mengikuti perkembangan atau tahapan berdasarkan teorinya Rostow. Teorinya berpendapat bahwa: “masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan, dan tahap konsumsi tinggi”. Tahapan ini adalah tahapan dimana masyarakat berkembang dalam bidang ekonomi dan sosial pada umumnya.

Yang menjadi pertanyaan hari ini adalah; apakah masyarakat Papua pernah mengalami tahapan diatas ini? Langsung saja, dalam hal ini penulis berpendapat  bahwa pada umumnya masyarakat Papua tidak pernah mengalami 5 tahapan perkembangan diatas ini. Sehingga masyarakat Papua langsung menghadapi zaman modern atau perkembangan dari zaman batu langsung ke zaman modern. Hal ini ditegaskan oleh Gregorius Sahdan, S.IP dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD “APMD”) Yogyakarta bahwa: Papua memang ketinggalan zaman. Hal itu memang tidak terlihat tetapi, melalui kelemahan selama ini, dibandingkan dengan pulau lain. Jadi, disisi lain sangat terlihat sifat orang Papua saat ini masih belum berkembang tetapi itu tidak semuanya. Namun, karena adanya inovasi dan kreatif Papua akan lebih baik, dan bisa bersaing dengan isme-isme saat ini. Persoalan diatas ini, dipertegas dengan teori WW.Rostow. “Sehingga, Papua dan semua isi bumi yang ada dalamnya pada tidur sono alias zaman batu dan kemudian di bangunkan oleh orang barat secara tiba-tiba, maka pada saat itulah bingung apa yang harus lakukan”.  Ilustrasi oleh dosen tersebut.

Hal ini tak sama dengan daerah lain seperti Jawa, yang mengalami perkembangan secara sadar dan kemudian menjadi matang dalam semua hal yang membuat masyarakat gonjang-ganjing dari isme-isme di Indonesia dan luar negeri. Agar effeknya dari semua perkembangan yang tersebut tak berdampak kepada seluruh masyarakat disuatu daerah. Namun sungguh luar biasanya manusia Papua bisa matang melalui penjajahan dari Belanda, Jepang dan Indonesia di masa kini. Maka sangat luar bisa perkembangan Papua apabila melalui penjajahan dari beberapa negara tersebut menjadi perubahan dasar bagi Orang Asli Papua untuk menetukan nasib sendiri setelah diberikan kewenangan kepada rakyat Papua untuk mengola tanah dan segala isinya diatas tanah leluhurnya sendiri.

Dengan itu, zaman mengajak kita untuk melihat apa yang kita miliki dan siapa diri kita diatas tanah Papua sebagai warisan dari nenek moyang atau leluhur bangsa kepada anak cucunya. Oleh sebab demikian, kita sebagai bangsa besar apa tanggapan kita terhadap ekonomi, politik, budaya dan lainya.

Menggali Apa yang Kita Miliki

Dengan memperhatikan perkembangan masyarakat Papua yang tidak teratur atau tidak berdasarkan prosedur, dalam menghadapi zaman modern. Persoalan demikian bukan diartikan dalam ketinggalan dengan kebudayaan tetapi yang dimaksudkan adalah dalam menghadapi soal perkembangannya. Tanah Papua kaya akan semuanya, dari kebudayaan hingga kepemerintahan. Dari sisi kekayaan memang kami Orang Papua yang terkaya, tetapi siapkah dalam mengadapi masa modern atau sampai dimana perkembangan Orang Papua serta apakah kita bisa menggali apa yang kita punya?

Berkaitan dengan kekayaan, maka Alam Papua masih utuh, orang Papua masih ada, budaya masih ada, sistem kekeluargaan masih ada, meskipun sedang diserang dan dimusnai, dengan isme-isme saat ini. Isme-isme yang sedang dihadapi sekarang ini adalah kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme. Meski isme-isme internal maupun eksternal. Seharunya, Papua yang kaya akan isinya itu, perlunya dikembangkan dengan seadanya atau dengan olahan sendiri. Namun, orang tidak akan datang membangun kita, mengembangkan kita, menghargai kita, membantu kita, menjembatani kita, dan melakasanakan apa yang kita punya.

Kita tahu bahwa orang yang membantu kita tidak sepenuhnya dan tidak dengan hati.  Ada sih orang membantu kita tetapi pastinya merupakan kepentingan alias misi tersembunyi.  Misi tersebunyi ini mempunyai empat kemungkinan, yang kini saya ketahui bahwa: pertama mengintegrasi kami, menghancurkan kami, menyatukan kami dan memenuhi kebutuhan sendiri.

Sebab dengan itu, bumi Papua kini sangat utuh, meskipun dibeberapa tempat sudah dieksploitasi besar-besaran, bersama SDA, SDM, budaya, sospol dan lainya. Kami orang Papua adalah orang yang memang dilahirkan dan diwariskan untuk menjaga dan memelihara tanah Papua. Tetapi, kadang yang menjadi persoalan kekuasan pusat atas daerah.

Kebetulan saya lahir dari tanah Papua dan saya juga besar juga di Papua sehingga saya juga perlu menggali, mengkaji, menganalisis, meneliti dan memahami. Untuk itu, perlunya kita ketahui bahwa keterlibatan kita dalam hal diatas ini sangat dibutuhkan. Dalam hal ini bahwa, menggali kita punya adalah kewajiban kita anak muda Papua. Keterlibatan kita adalah menutup sebuah eksploitasi dan menutup atas kekuasaan dari penjajah.

Maka, pada awalnya artikel ini merupakan hasil diskusi tentang budaya Papua dari cermin antropologi. Secara langsung menggali apa yang kita miliki adalah kemampuan kita memahami dalam sebuah sejarah perkembangan sosial di Papua. Contoh: kita merupakan sejarah Pulau dan sejarah Perjuangan Papua maka dalam artikel ini mengajak kita  untuk mengenal sejarah Papua sebelum orang lain memanipulasi bagian dari kita tersebut.

Sakit hati mengapa budaya orang Papua bisa diteliti oleh orang lain dan kembali diajarkan kembali kepada kita. Perlu ketahui bahwa hal yang kita sendiri kembangkan ada banyak musti dari Ekonomi, Budaya, Politik, Sosial dan Lingkungan sosial. Secara umum dari sisi ekonomi, banyak yang kita sendiri mengola seperti Perusahan dan Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk menguasai apa yang kita punya. Kemudian Budaya, Politik, Sosial dan juga lingkungan juga demikian.

Hanya satu saja luka dalam hati penulis bahwa adakah orang Papua menuliskan sejarah dan kebudayaan kita sendiri dari berbagai sisi disetiap daerah? Ssalah satunya untuk mengantisiasi peneliti muda yang datang atau pencari uang yang datang menuliskan berbagai hal yang milik kita orang Papua. Hal ini juga di tegaskan oleh seorang dosen I Ngurah Suryawan bahwa sebelum orang lain menuliskan sejarah Anda maka seharusnya,  Anda sendiri yang bertindak menuliskan sejarah agar antisipasi ketidaksesuaian dalam menuliskan sejarah manusia Papua”.

Bahwa setidaknya seorang perlu mengetahui eksistensi saya sebagai apa agar tak terjadi penguasaan orang lain diatas kita, bagaikan kita tidak pernah menerima dan tidak pernah menjalani sebuah proses pendidikan. Namun, untuk mengangkat kita sebagai orang yang terdidik perlunya menjadi seorang yang bisa mewakili orang yang tak terdidik didalam keluarga dan lapisan masyarakat kita.

Oleh karena itu, orang muda dan manusia yang tersisa dari hasil penjajahan dan pengusuran serta ditengah krisis kemanusian baik dari pembunuhan dan intimidasi bahwa perlu refleksi diri untuk bagaimana cara untuk menanggapi persoalan didepan mata. Lebih khusus untuk mengangkat sifat atau kodrat kita sebagai manusia Papua bahwa untuk mengenal lebih dalam mengenai siapa diri saya, dari mana saya berada dan juga menggali apa yang katong miliki. Seperti dalam penjelasan diatas ini. (Moses Douw)

Yogyakarta, 03 Mei 2015


Penulis adalah mahasiswa kuliah di Yogyakarta

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW