BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Saturday, May 30, 2020

Perlakuan Rasisme Masih di Piarah Amerika dan Indonesia


Oleh: Moses Douw

Rasisme berdasarkan ilmu Wikipedia menyataka bahwa suatu kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia untuk menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa ras tertentu lebih dominan dan memiliki hak dalam mengatur ras yang lainya. Rasisme merujuk  pada kecenderungan atau kesukaan suatu ras tertntu dengan melahirkan berbagai phobia.

Rasisme cenderung menciptakan kekejaman dan perbedaan yang seiring dengan budaya yang mendasar dalam suatu lapisan masyarakat. Tentunya rasisme dibangun berdasarkan kemajemukan dan  kekuasan  untuk memperoleh tujuan tertentu. Pemahaman sosial dibangun bersarkan kekuatan tertentu dan pula di rawat ketat oleh masyarakat. 

Sikap toleransi Negara, agama dan kebiasaan hidup masyarakat dijadikan sebagai dasar tindakan untuk membenarkan penguasaan ras satu atas ras yang lain. Maka, timbullah superioritas ras, ras yang lebih unggul menindas ras yang dianggap lemah. Sehingga pada umumnya Negara tentu punya pengaruh yang sangat signifikan untuk terus mendorong sikap rasis itu di seluruh lapisan masyarakat untuk terus menciptakan phobia phobia terhadap etnis minoritas untuk terus berkuasa.
Mengapa negara aktif dalam memproduksi  sikap sikap rasisme? Tentunya bahwa mayoritas etnic, kekuasaan dan kepentingan negara untuk terus menjadi dasar perjuangan negara dalam memfonis ras tertentu. Apabila di Indonesia, hal ini telihat ketika Soekarno keluarkan TRIKORA di Yogyakarta dengan bunyinya “gagalkan Pembentukan negara Boneka buatan Belanda” ini terlihat benih rasisme dengan sebutan BONEKA hingga kini berkembang menjadi Monyet.

Perlakuan Negara Amerika pun demikian, sejak era Kolonial suatu kehormatan besar, pemberian dan sikap kepada baik hanya pada Kulit putih namun pada dasarnya tidak kepada migran dari  Afrika, Asia, Amerika Latin dan Amerika asli. Namun, sikap terhadap kulit putih sangat ekslusif dalam hal ini memberikan berbagai pelayanan kepada ras kulit putih. 
Terbentuknya rasisme di Indonesia dan Amerika mempunyai  dua unsur yang sama yaitu tidak menganggap dan atau harkat dan martabat ras tertentu sangat rendah dari kulit terang atau kulit putih. Di samping itu, hanya sebagai objek untuk memanfaatkan sesuatu dalam kepentingan tertentu. 

Rasisme di Indonesia dan Amerika terbentuk sejak dahulu, hingga pada abat ke 20 masih pelihara. Petinggi negara dan pejabat pun masih dibiarkan tanpa presiden pada dasarnya sering ungkapkan ujaran kebencian dan ketidakadilan didalamnya.

Di Indonesia, kasus rasialisme itu menjadi tradisi masyarakat dalam memandang kulit hitam khususnya orang Papua. Hal ini di ikuti dengan berbagai sikap dan tindakan yang selama ini terjadi. 1). Ketidakadilan hakim di pengadilan negeri dan berbagai uruasan hukum. 2). Pengurusan Akta Tanah yang di persulit  untuk masyarakat Papua sendiri. 3). Eksploitasi kekayaan alam di Papua yang kian meningkat.  4). Penangkapan terhadap orang Asli Papua yang melakukan demo Damai. 5). Sebutan monyet dan binatang lainya terhadap orang Papua. 6). Pembunuhan TNI-POLRI terhadap masyarakat 7). Mahasiswa Papua di Anggap tidak kompeten dan di caplok tidak monyet. 8). Negara membiarkan pelaku rasis di Indonesia terhadap orang Papua dan lainya. Bentuk bentuk ini masih terpelihara di Negara Indonesia terhadap orang asli Papua.

Sedangkan di Ameraka, pun demikian bahwa perlakuan khusus terhadap masyarakat kulit hitam dan masyarakat non etnik dianggap bukan sebagai warga yang selayaknya di layani. Tentunya pada,  kasus George Floyd ini sangat terbuka bahwa Amerika dengan taraf negara maju masih memeliharan sistem rasisme terhadap warga negaranya. 1). Mall di Amerika, masyarakat etnic lain dianggap pembeli yang kurang sopan. 2). Penangkapan terhadap orang Kulit Hitam meningkat. 3). Polisi Amerika sangat tajam melihat persoalan ras kulit Hitam. 4). Polisi dan pegawai pelaku rasis di Lindungi Negara Amerika dan lainya. Dan pada tanggal 27 Mei Polisi Amerika melakukan perilaku Rasisme yang akhirnya menewaskan kulit hitam. 

Tentunya kedua negara ini memiliki catatan sejarah rasisme terhadap ras tertentu sangat identik sebab pada dasarnya dimulai ketika masa proses  penjajahan dan masa Kolonial. Pada masa abad ke 20 ini  di Indonesia terjadi  Kasus Obby Kogoya dan pada Tahun 2020 terjadi  kasus George Floyd. Oleh karena itu, solusi bukan korban rasis yg di beri hukum namun pelaku yang di berikan hukuman agar negara tidak menjadi gejolak dan tidak pecah bela.



Penulis Lepas Papua

Monday, April 27, 2020

Kebijakan Pemerintah dan Penanganan COVID-19 di Papua


Oleh: Moses Douw
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus ini disebut COVID-19. Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih bayak menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak anak hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
Pandemi korona virus di Indonesia diawali dengan temuan penderita penyakit koronavirus (COVID-19) pada 2 Maret 2020. Hingga 26 April 2020, telah terkonfirmasi 8.607 kasus positif COVID-19 dengan 1.042 kasus sembuh dan 720 kasus meninggal. Sebagai tanggapan terhadap pandemi ini, beberapa wilayah telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.
            Pada pertengahan bulan pertama Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan penerapan terkait peraturan darurat sipil agar supaya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat dijalankan secara efektif. Selain physical distancing, sehingga Jokowi memang menetapkan kebijakan PSBB untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona di Indonesia.
Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah akan mengedepankan pendekatan persuasif melalui kolaborasi Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri/TNI, Pemda dan Kementerian/Lembaga terkait.
Sehingga dalam memutuskan mata rantai penyebaran COVID-19 Jokowi menegaskan bahwa “kebijakan karantina kesehatan, termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat bukan merupakan wewenang pemerintah daerah”.
Bagaimana Dengan Kebijakan di Papua?
Persebaran dan penularan Covid-19 di Papua di mulai dengan adanya transportasi udara dan laut dari Papua dan untuk ke Papua. Hal ini di ikuti dengan masyarakat Papua yang mengikuti berbagai kegiatan di Luar Papua seperti GOWA, GBI dan seminar di Bogor. Dengan pintu perkumpulkan ini mulai melumpuhkan kota kota di Papua dengan tidak adanya pembatasan sosial, karantina wilayah dan tidak adanya kebijakan yang mampu mengatasi persebaran COVID-19.
Dengan tidak merendahkan tindakan kebijakan pemerintah pusat hanya mengatasi, membatasi dan menghentikan kegiatan, kerumunan masyarakat dengan PSBB yang tertuang dalam UU Nomor 6 tahun 2018 ayat 1 (11) tentu kebijakan ini tidak memutuskan laju persebaran Corona di Indonesia.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar tidak memberikan garis terang bagi Propinsi Papua untuk menangani persoalan pendemi wabah Corona ini. Hal ini diikuti dengan penularan Corona tidak tertahan bahkan penularan di Papua semakin banyak dari beberapa propinsi di Indonesia.
Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus menjamin adanya pengambilan kebijkan khusus untuk lingkungan pemerintaan propinsi Papua dari semua aspek (politik, ekonomi, Sosial, kesehatan, dan pendikbud) sebagai pengahrgaan kepada Papua yang tertuang dalam undang undang otsus. Tentunya dasar pengambilan keputusan gubernur Papua adalah pemberhentian proses penyebaran bukan untuk melawan kebijakan pusat yang di maksud PSBB tersebut.
Sehingga, dalam tekanan dari pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri, dan beberapa Intansi, pemerintah daerah Papua mampu menerobos kebijakan KSBB untuk mengambil kebijakan Karantina Wilayah yang dimaksud dengan pembatasan sosial tersendiri di Propinsi Papua yang di ikuti dengan Keputusan Bupati di setiap Kabupaten di Papua.
Namun demikian, setalah adanya kebijakan karantina wilayah, pembatasan sosial dan penutupan akses transportasi di Papua tetapi masih saja terjadi peningkatan penularan COVID-19 itu terjadi. Bahkan mengalami peningkatan meskipun tingkat penyembuhan selalu bertambah. Oleh karena itu, mesti pemerintah daerah mengunakan indikator-indikator tersendiri untuk menahan peningkatan ODP, OPD dan PDP di Papua.
COVID-19 Terus Meningkat di Papua?
Tidak menutup kemungkinan persebaran dan penularan COVID-19 di Papua semakin hari semakin meningkat meskipun pemerintah propinsi Papua telah melakukan beberapa rangkaian peraturan untuk menghambat perkembangan COVID-19 di Papua.
Di tengah pemerintah daerah dan gugus tugas menyiapkan master plan pengentasan dan pemutusan rantai persebaran virus Corona dari berbagai elemen masyarakat pun memberikan kritikan dan masukan untuk pemerintah daerah. Semua perencanaan dan solusi pengentasan itu pun menjadi wacana yang belum mampu menyelesaikan atau tidak mendapatkan titik terang untuk menahan persebaran Covid-19 di Papua.
Tidak hanya itu, gereja-gereja pun ikut merencanakan pengelolaan pembatasan waktu ibadah dan larangan beribadah serta berkumpul dengan jumlah jemaat atau umat yang banyak. Hal ini diikuti dengan larangan sinode GKIP bapak Benny Giyai. Selain itu, pendidikan di Papua pun ikut macet, tidak ada sekolah dan lembaga pendidikan yang menyelengarakan proses belajar mengajar serta pelatihan dan bimbingan teknis lainya.
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah daerah kabupaten kota juga ikut membatalkan berbagai kegiatan vital di Indonesia termasuk PON 2020, Penerbangan, Pemilihan Kepala Daerah dan Ujian Nasional. Ini adalah bentuk kebijakan turunan dari pemerintah pusat yang kemudian bisa mengakibatkan potensi persebaran covid-19. Kegiatan yang berpotensi besar persebaran ini di batalkan untuk menahan percepatan penularan COVID-19.
Kebijakan kebijakan pemerintah pusat dan pemeritah daerah ini secara tak langsung tidak menahan percepatan penularan virus corona. Hal ini terbukti dengan adanya angka kematian dan angkat positif Covid-19 di Papua sedang menjulang tinggi. Daerah yang menjadi persebaran terbanyak adalah Timika, Kota Jayapura dan Jayapura. Hingga data per 27 April 2020 di Papua 155 positif 44 sembuh dan 7 meninggal dunia (data seputarpapua.com)
Penyumbang Covid-19 terbesar di Papua harus menerapkan upaya-upaya penanganan yang baik dan terstruktur agar tidak menyebar luar ke daerah lain di Papua. Hal ini terjadi karena beberapa kabupaten masih menghandalkan dana Covid-19 sebagai daya penahan persebaran virus dan belum merupakan master plan yang mampu menahan daya persebaran virus.
Dari situasi persebaran virus yang meningkat ini, pemerintah daerah Papua dalam hal ini, kabupaten kota dan satgas COVID-19 hanya menghandalkan dana APBN dan APBD untuk alokasikan pada setiap rangkaian kegiatan di Lapangan. Secara jelas bahwa dana sebesar apapun tidak akan menahan persebaran virus sebab pemerintah kabupaten kota harus merupakan upaya-upaya yang handal.
Upaya Upaya dan Penanganan Covid-19 di Papua
Langkah yang diambil oleh pemerintah pusat saat ini adalah dengan melakukan pembatasan sosial Berskala Besa kepada masyarakat dimana kebijakan ini diharapkan akan meminimalisir penyebaran virus ini. Banyak sekali pihak yang menilai bahwa pembatasan Sosial tidak begitu efektif untuk mengatasi masalah saat ini. Akhirnya banyak sekali pihak yang menuntut pemerintah untuk melakukan lockdown di Indonesi.
Kebijakan kebijakan yang dibuat Pemerintah Propinsi Papua dan team FORKOPMIDA adalah bentuk upaya-upaya yang baik untuk masyarakat Papua yang dinyatakan bahwa Kebijakan itu bertolak belakang degan Kebijakan dari Pusat. Pemprov mengambil Kebijakan ini sangat tepat namun harus di ketat dengan langkah langkah yang tepat untuk tetap mendukung pembrantasan Covid-19 di Papua.
Upaya-upaya pemerintah daerah harus mempu memutuskan mata rantai persebaran virus ini. Dengan ini, adapun langkah langkah yang sepatutnya di perhatikan dalam praktek penanganan dan pengambilam kebijakan di Papua sebagai berikut: 1) Berikan Wewenang Penuh Pada Satgas Covid-19 2), TNI/POLRI Tidak Harus Jadi Tim Medis 3), Liburkan PT dan Perusahan Milik Swasta 4), Perketat Posko Satgas Covid-19 5), Dana Bantuan Covid-19 Untuk APD 6), Pembatasan Sosial Terus Di Tingkatkan dan 7), melakukan rapid test massal.
Pertama, pemberian wewenang Penuh Pada Satgas Covid-19 merupakan pelimpahan wewenang bupati dan sejajarnya kepada satgas agar tepat dalam pembiayaan dan perencanaan. Kedua, TNI/POLRI merupakan gugus terdepan dalam menghadapi covid-19 tetapi alangkah baiknya TNI/Polri tidak menjadi tenaga medis di daerah terpencil tetapi berdayakan bidan dan dokter yang ada di seluruh Papua. Ketiga, Perusahan swasta kini menjadi dalang persebaran Virus sebab perusahan hadir sebagai koorporasi Negara yang menguntungkan Negara bukan rakyat kecil sehingga harus di lockdouwn semua perusahan yang ada di Papua termasuk PT. Freeport.
Keempat, Posko yang ada di setiap Kabupaten harus di perketat dan terus lakukan tugas utama dalam pemberantasan covid-19. Kelima, Bantuan bantuan dana yang terus mengalir dari alur otonomi khusus, covid-19 dan APBD terus di untukkan bagi Pembiayaan dan pengadaan Alat Kesehatan dan Rapit Test. Keenam, Pemabatasan sosial harus di jaga ketat dengan TNI/POLRI untuk melayani berbagai persoalan yang terjadi sekitar penanganan virus ini. Ketujuh, Pemerintah dan didorong oleh satgas covid-19 terus melakukan rapit test atau test massal di tempat tempat umum  dan tempat tempat strategis di Papua.
Pemerintah dan bersama satgas COVID-19 melaksanakan dan mengambil kebijakann yaitu dengan melakukan tes massal atau rapid test untuk mencegah penyebaran virus covid-19 di Papua. Musti sangat penting dan mendesak pemerintah mempercepat melakukan rapid test karena banyak ditemukan kasus positif virus Covid-19 tanpa menunjukan gejala apapun. Sehingga dikhawatirkan virus ini akan lebih cepat menyebar dan menambah korban jiwa.
Dengan demikian, untuk memutuskan Mata Rantai Penyebaran COVID-19 di Papua harus berikan wewenang penuh pada Satgas Covid-19, TNI/POLRI tidak harus jadi tim medis, liburkan PT dan Perusahan Milik Swasta, Perketat Posko Satgas Covid-19 5), dana bantuan Covid-19 untuk APD, pembatasan sosial terus di tingkatkan dan melakukan rapid test massal di seluruh Pelosok Papua.
Daftar Pustaka
Id.Wikipedia.org.
Judul Pendemi koronavirus di Indonesia. (unduh 27 April 2020)
www.aladokter.com.
Judul. Virus Corona. Penulis: aladokter.  Akses (unduh 27 April 2020)
www.seputarpapua.com
Judul: image Infografis. created: Sp.com. (Douwnload  28 April 2020)
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW