BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Monday, March 23, 2015

Pembalakan Hutan Papua dan Dampak terhadap Ekonomi Rakyat Papua

Photo: Moses Douw
Oleh: Moses Douw

Ketika Papua di anekasikan dalam wilayah jajahan Indonesia, namun membawa sebuah malapetaka bagi Bangsa Papua Barat, Melanesia. Ujar, Andi Pigai dalam orasi Politik. Ungkapan ini, memang benar-benar terjadi dan masalah ini yang menjadi dasar konflik-konflik di Papua, bahwa Papua di anekasikan dalam wilayah Indonesia ini membawa segala bentuk penindasan di Tanah Papua. Selanjutnya, penindasan tersebut di kategorikan sebagai berikut: penindasan di bidang Ekonomi, Sosbud, Lingkungan alam, Manusia, Pendidikan, Agama, dan lainya. Namun, dalam hal ini, yang jadi akar persoalan dalam tulisan ini, akan mengkaji mendalam tentang penindasan terhadap Lingkungan Alam lebih khusus pembabatan hutan dan pengaruh terhadap Ekonomi masyarakat sekitarnya dengan menghubungkan beberapa realita yang ada di Bumi Cendrawasih.

Sejak dahulu, seluruh suku-suku yang tersebar di Bumi Cendrawasih mempunyai cara hidup yang sangat berbeda, mulai dari bahasa, cara bertani, berburuh, berpakaian dan cara hidup lainya. Begitu pun juga di Papua bagian timur (PNG). Suku-suku yang tersebar di bumi Cendrawasih, lebih dominan mengambil, mengelola, memelihara, melindungi dari hasil hutan atau alam yang tersedia di lingkungan sekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan Ekonomi keluarga dan kelompok. Hingga kini masih banyak suku-suku yang hidupnya tergantung pada tingkat penyediaan alamnya, demikian pula membudaya di seluruh 7 wilayah adat di Tanah Papua.  Kemudian hutan yang di wariskan oleh leluhur bangsa Papua pada saat ini terus-menerus di babat dengan alat berat, oleh imperialis, sehingga kehilangan makanan, minuman yang membudaya.

           
Mengapa makanan, minuman yang membudaya di Tanah Papua mulai menghilang? Secara tidak langsung salah satu hal yang sangat menentukan terjadi masalah ini yakni pembabatan hutan secara liar, di lembah-lembah yang dulunya tempat meramu, mencari kebutuhan Ekonomi sehari-hari serta penjajahan diatas bangsa Papua sedang berlangsung. Namun, saat ini di beberapa Kabupaten di dataran lembah seperti di Nabire, Mambramo, Sorong, Boven Diguel, dan Merauke serta beberapa tempat yang lainya. Kabupaten-kabupaten ini, masih  saja di kuasai oleh industri kayu, minyak dan perusahan lain, yang pada intinya menguras kekayaan alam.

            Provinsi Papua dan Papua Barat, harus di perhatikan, sebab hampir semua kabupaten menderita karena diatas tanah leluhurnya dengan sikap menjajah tersebut, lagi pula pemindahan daerah atau relokasi masyarakat. Dalam hal ini, lebih ke masyarakat adat Papua dan masyarakat Merauke, khususnya masyarakat Zenegi, suku Malind. Yang menderita kehilangan tempat hidup mereka yang dimana masyarakat meramu dan meninggikan hutan meraka sebagai pusat kehidupan. Dari dahulu mereka hidup dengan sagu, daging, kelapa, pisang dan lainya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. (“YouTube” Mama Malind su Hilang)

Sayangnya, masalah besar yang sedang di alami ini, tidak ada tanggapan dari pihak pemerintah daerah, masyarakat, dan pemerintah pusat. Pada hal, beberapa surat tentang penarikan perusahan dari tanah Suku Malind sudah di kirim ke Presiden Republik Indonesia, Jokowi  dan juga melalui demontransi yang di laksanakan selama ini.  

Begitu pun juga di daerah yang lain, hutan dibabat. Pada hal, hutan tersebut terdapat yang namanya sumber kehidupan dalam arti makanan, minuman, tempat tinggal dan lainya, misalnya makanan asli Sagu. Di Kabupaten, Nabire, Sorong, hutan sagu di babat sedangkan, yang bukan makanan asli Papua di tanam yakni kelapa sawit. Persoalan seperti ini andaikan sebagai, “pasien tanpa dokter”. (Tutur Andy Pigai).

Papua memang butuh pendidikan dan masih banyak hal yang musti di pelajari mengenai Nasionalisme, bersama baik pemerintah daerah maupun, masyarakat untuk mengangkat martabat ekonomi Rakyat dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat di Tanah Papua. Mengapa harus butuh Pendidikan? Karena, kenyataanya Papua sudah memiliki sekian banyak pemimpin, tetapi masih belum mempunyai Jiwa Nasionalime dan sikap tegas.
            Pada masa Gubernur Barnabas Suebu, Propinsi Papua telah menerbitkan kebijakan pemerintah Propinsi Papua, dalam pengelolahan sumber daya alam. Yang dalamnya berbunyi tentang: (1) Hutan dikembalikan pemilikannya dari negara kepada rakyat; (2) Pelarangan total ekspor log, termasuk ekspor log yang legal. Kebijakan ekspor log selama ni merupakan bentuk penipuan dan pemiskinan rakyat; (3) Mempercepat pembangunan industri rumah tangga pengolahan kayu dan pengelolaan hutan oleh rakyat; (4) Mencabut izin pemegang HPH (hak pengusahaan hutan), baik perusahaan itu masih aktif atau sudah tidak aktif, kecuali mereka membangun industri pengolahan produk hutan di Papua (5) Penegakan hukum dengan mencukupkan jumlah dan mutu polisi kehutanan dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan bagi kehidupan; (6) Seluruh tipe hutan di Papua (hutan lindung, konservasi, produksi, produksi terbatas, produksi konservasi) didedikasikan untuk menyelamatkan planet bumi dan kemanusiaan di masa sekarang dan masa akan datang – termasuk dengan mengembangkan industri hijau secara bijaksana dan hati-hati. Kebijakan pemerintah Papua, 2010.

Namun, dengan demikian kenyataannya di lapangan hingga sekarang masih di exploitasi oleh negara-negara imperialisme atas penandatanganan Kapitalis Indonesia. Saya sangat apresiasi kepada pemimpin rakyat seperti, Juan Evo Morales Ayma, presiden Bolivia Amerika latin pertama, yang telah mengembalikan tanaman koka, yang di sedang di musnahkan tersebut dan menasionalisasi perusahan, pemotongan gaji, serta  kebijakan sosial bagi seluruh rakyat.

Semua industri, perusahan PT yang ada di Papua, pada dasarnya adalah sistem menjajah maka masyarakat siapa yang hak tuntut, mengkritik dan menyuarakan terhadap perusahan maka kolonialis atau aparat keamanan akan mengamankan dalam arti meyiksa, memukul, membunuh, di penjara dan lainya.  

Sehingga masyarakat di sekeliling perusahan dan terjadi Penindasan dan relokasi ke lokasi lain, yang telah terjadi dan akan terjadi nanti bila tidak di atasi. Di samping itu, persoalan seperti ini, bagian dari pemusnahan Ras Melanesia. Ada kata yang saya pernah dengar, tidak di ketahui oleh siapa? Katanya “Kami butuh alam dan kekayaan melainkan orang Papua”.

Papua dan segala isinya sedang di musnahkan dan akan di musnakan, melalui kegiatan ekonomi, yang mana kita ketahui bahwa makanan asli di Papua di musnakan dengan makanan modern beras, supermi, sardines dan lainya yang berisi obat-obatan yang mematikan. Sekalipun juga melalui pendidikan, dan jalur pemusnahan yang lainya. Seperti kehilangan sagu, kelapa, pisang, umbi-umbian, pinang dan tumbuhan, hewan yang dijadikan sebagai sumber hidup leluhurnya. Yang mana khasyatnya lebih tinggi banding obat-obat zaman sekarang.


Dengan demikian, kebiasaan di Indonesia ini yang tahunya membuat dan membuat kebijakan. Tetapi mempraktekkan kebijakannya tidak terlihat. Sehingga perusahan luar masuk secara aman tanpa pengamanan serta kebijakan yang di buat mudah di beli akhirnya penegakan kebijakan di Indonesia sangat lemah sekali dan berhamburan. Akibat dari itu, di Papua sedang di serang oleh perusahan-perusahan luar, di dataran rendah maupun tinggi yang dahulunya tempat meramu. Dengan tujuan ras melanesia dan perampasan tanah ulayat. Makanya, sebagai solusi Papua butuh pemimpin bersifat nasionalis  untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang selama ini di kuras oleh imperialisme secara ilegal di  bumi cendrawasih.
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW