BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Monday, June 11, 2018

Kisah Nyata MANARMAKERI “Yawi Nushado”

Oleh: Ners Arieks Kayoi
Dari Manarmakeri Hingga Pekabaran Injil

Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” dengan nama aslinya adalah: “YAWI NUSHADO” atau nama lainnya adalah: “MANARMAKDI” atau “MANARMAKER” atau “MANSARARMAKERI”. Atau dengan julukan “MANSAR” artinya Orang Tua atau “MAK” artinya “BINTANG” dan “AMAKER” artinya “KUDISAN atau KASKADO”
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” adalah orang tua yang sangat buruk rupa karena seluruh badannya penuh dengan kaskado dan kudisan sehingga mengurung diri tinggal sendiri di Gunung “YAMNAIBORI” karena malu dengan penghinaan dan kebencian dari masyarakatnya; dan tinggal di Gunung Yamnaibori untuk bercocok tanam, dengan berbagai macam tatanaman dan membuat pagar yang kuat untuk melindungi tatanamannya. Nama ayahnya: BOYAWEN NUSHADO dan nama ibunya yakni: INGGIMIOS.
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” bearsal dari Kampung SOPEN di Biak Barat. Pada suatu hari “MANARMAKERI” datang singgah mengunjungi keluarga sepupuhnya yang tinggal di Mokmer berkunjung ke keluarga sepupunya dari suku Rumbiak dan tinggal beberapa waktu dengan sepupunya.
Setelah tinggal beberapa waktu kemudian ingin meneruskan perjalanannya ke Biak Timur. Moyangku “MANARMAKERI” pamintan dari saudara sepupunya yang bernama “PANDAWAKA RUMBIAK” untuk melanjutkan perjalanan ke Biak Timur tepatnya di Kepulauan Padaido.
Saudara sepupunya Pandawaka Rumbiak telah membekali Apus Manarmakeri dengan dua buah kelapa tua yang satu tumbuh pucuk dan yang satu tidak dan juga membekali pula dengan bambu berisi air minum; lalu Apus Manarmakeri melangkah menuju Biak Timur tujuannya ke MIOSEFUNDI atau Mioskowundi dan nama lain juga di sebut Mioskoburi. Apus Manarmakeri tiba di Miosefundi dan langsung menanam dua buah kelapa yang diberikan oleh saudara sepupunya Pandawaka Rumbiak di Mokmer.
Setelah menanam buah kelapa itu, anehnya bahwa buah kelapa yang tumbuh itu dalam sekejap hanya semalam saja bertumbuh menjadi tinggi dan berbuah. Apus Manarmakeri melihat kelapa yang ditanamnya dengan sekejap semalam tumbuh dan berbuah; maka niat hatinya mengiris mayang buah kelapa itu untuk mengambil sarinya sebagai nira atau segeru dengan menadah memakai bambu air yang diberikan oleh sepupunya Pandawaka Rumbiak. Namun setiap hari, pada saat matahari terbit Apus Kayank Byaki Manarmakeri naik untuk mengambil nira ternyata tidak ada karena ada yang mencuri nira itu dan entah siapa.
Lalu Apus Manarmakeri memanjat pohon kelapa itu dan menjaganya untuk menangkap sang pencuri itu. Apus Manarmakeri jaga di atas pohon kelapa itu dan hampir pagi kira-kira jam.03.00 subuh Apus Kayank Byaki Manarmakeri melihat cahaya besar turun dari langit sebelah timur dan ternyata yang mencuri nira seguer itu adalah: “SAMPARI” (Sang Bintang Pagi); dan segera Apus Manarmakeri menangkap dan menahan Sampari dan keduanya berdialog tawar menawar sebagai berikut
“Sampari: Pwir aya snar robefor ayene nasbak kwar (biarkan saya pergi karena pantangan buat saya jika fajar menyingsing.
“Kayank Byaki: saya tidak akan membiarkan engkau pergi begitu saja sebelum engkau memberi berkat-berkatmu dan memberitahukan rahasia-rahasiamu kepadaku. Lalu Sampari telah memberitahukan rahasia-rahasianya kepada Apus Kayank Byaki Manarmakeri dan berkata :
“Sampari: maukah engkau memperoleh kekayaan?
Kayank menjawab “rahasia itu sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kau ingin suatu kehidupan penuh kelimpahan tanpa keinginan?
Kayank menjawab: rahasia itu juga sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kamu ingin kekayaan, kemuliaan dan keuntungan yang abadi? Kayank menjawab: saya telah meiliki semuanya.
Fajar pagi semakin dekat membuat Sampari gelisah dan merasa khawatir karena jika fajar pagi menyinsing maka matilah Sampari (Sang Bintang Pagi) lalu Sampai menawarkan kepada Kayank obat ramuan untuk menangkap ikan, untuk makan disuatu tempat dengan makanan yang tersedia secara gaib, segala kekayaan dan kemuliaan, kecuali untuk “Koreri” si Kayank menolak segalanya dan tidak mau melepaskannya pergi.
“Sampari: jika demikian apa yang engkau inginkan?
Kayank: yang saya kehendaki itu yaitu “Koreri Syeben” (Kebangkitan Orang Mati dan Datangnya Koreri).
“Sampari: Agar kebangkitan dan kematian bisa terjadi maka saya serahkan buah “BITANGGOR” (dalam bahasa Biak namanya Maresbon dan dalam bahasa Ansus namanya Papiri). Jika Kayank butuh sesuatu masukan mantra di atasnya.
Dari pohon kelapa inilah Apus Kayank MANAKMAKERi mendapatkan "Rahasia Kehidupan Abadi Dalam Keabadian" dari "SAMPARIDEK" (Sang Bintang Fajar) yang mencuri segeru dari pohon kelapa ini; dan ditangkap oleh Apus Kayan Byak Manarmakeri sehingga Bintang Fajar Sampari memberkati Apus Kayank Byak Manakmakeri menjadi APUS LEGENDARIS yang penuh dengan mistery hidup abadi dalam keabadian menanti datang Sang Koreri.

Pengunsian Penduduk Miosefundi Ke Kampung Yobi Di Pulau Yapen Timur Utara Serui
Pengunsian ke Kampung Yobi di Pulau Yapen Timur Utara berawal dari mantra buah Bitanggor (Maresbon) yang diberikan oleh Sampari kepada Apus Kayank Manarmakeri. Di Kampung Sokani dikuasai oleh Kepala Kampung yang bernama Rumbarak mempunyai seorang anak gadis cantik yang bernama Insoraki. Suatu hari Insoraki bersama teman-teman gadis lainnya mandi-mandi berenang di pantai sambil bercanda. Diatas pohon Mares, Apus Kayank naik dan duduk memperhatikan Insoraki bersama teman-temannya mandi-mandi dan bercanda.
Karena kecantikan Insoraki menggoda hati Apus Kayank, maka Apus mengambil dua buah Meresbon dan ditaruhnya mantra yang diberikan oleh Sampari lalu melemparkannya ke arah Insoraki dan teman-temannya yang sedang mandi. Kedua buah itu hanyut dan menyentuh buah dada (susu) dari Insoraki. Insoraki mengambil buah itu dan melempar sejauh mungkin namun kedua buah itu berulang kali kembali menyentuh susu dari Insoraki.
Selesai mandi Insoraki merasa kedua susunya gatal dan lama-lama kehitam-hitaman. Ternyata Insoraki hamil tanpa bersentuhan dengan seorang laki-laki pun. Orang tuanya menanyakan Insoraki berulang kali tetapi tetap Insoraki katakan bahwa ia tidak pernah dengan laki-laki siapa pun. Akhirnya hanya dalam empat hari kehamilan Insoraki melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama “KONORI” atau “Manarbew” yang artinya: (Pembawa Damai).
Anak itu bertumbuh dan berkembang dengan cepat dan seorangpun tidak tahu siapa ayah dari Manarbew. Setiap hari Manarbew menangis mencari ayahnya yang mana sebenarnya seingga membuat Insoraki dan ayahnya Rumbarar sebagai kepala kampung di pulau Wundi merencanakan mengadakan sebuah sayembara dengan melakukan pesta adat selama 30 hari.
Kepala Kampung memerintahkan masyarakat kepulauan Padaido untuk datang mengikuti pesta adat itu terdiri dari 3 partai : (1).Partai anak-anak muda laki-laki yang berumur 17 tahun ke atas; (2).Partai laki-laki dewasa yang belum kawin; (3).Partai laki-laki dewasa yang beristri dengan dua atau tiga anak.
Insoraki dan anaknya Manarbew duduk di tengah lingkaran pesta adat tersebut; dan para laki-laki ini dansa mengelilingi mereka dua, sambil mengulurkan tangannya untuk mendiamkan Manarbew namun tak satupun yang berhasil.
Pada hari yang ke-30 munculah Apus Kayank Manarmakeri yang penuh dengan kaskado dan kudisan serta rupa busuk jelek ini muncul membawa tongkat dan berjalan mendekati Insoraki dan Manarbew maka berhentilah tangisan Manarbew dan berteriak kegirangan berkata: “Yayo (ayah),..yayo… yayo… sambil menangis dan memeluk Apus Kayank. Maka usailah pesta tersebut dengan yang berhak mempunyai anak Manarbew dan kawin dengan Insoraki adalah: Apus Kayank Byaki Manarmakeri (pria tua, kaskado, kudisan dan bermuka jelek) berhak menjadi suami Insoraki.
Maka dengan amarah yang sangat besar dari kepala kampung Rumbarak lalu memerintahkan kepada seluruh penduduk Wundi untuk membuat perahu dan menebang semua pohon-pohon serta mengungsi keluar dari kampong Wundi dengan menyebar meninggalkan Insoraki, Apus Manarmakeri dan Manarbew bertiga sendiri yang tinggal di pulau Wundi. Namun adik laki-laki dari Insoraki tidak sampai hati untuk meninggalkan kakak perempuanya; maka ia tinggal bersama Insoraki adalah adik laki-lakinya yang bernama Sanerero (si hati berbelas kasihan). Jadi mereka berempat yang tinggal di Wundi.
Mereka yang mengunsi dari Meoskowundi Biak ke Kampung Yobi dari keret (marga): Rumbarak, Rumpampap, Rumbiak, Rumambor, Rumbino, Korano, Samfane, Rumpombo, Kamawa dan Lainya. Sedangkan yang lain menyebar ke Mamberamo, Numfor, Manokwari, dan Raja Ampat.
Gara-gara Bintang Pagi (Samparidek) dan Buah Papir (Bitanggor) atau Maresbon yang memiliki mantra dari Bintang Pagi Sampari mampu menghamili anak gadis Kepala Kampung Meoskowundi, hasil dari kehebatan Apus Kayan Byak Manarmakeri dan kawin dengan anak gadis kepala kampung Meoskowundi tetapi kepala kampung tersebut tidak setuju anak gadisnya kawin dengan Apus Kayan Byak Manarmakeri; maka Kepala Kampung Meoskowundi memerintahkan seluruh masyarakat Kampung Meoskowundi bersama keluarga lainnya mengungsi menyeberang ke Yapen Timur Utara tinggal tepatnya di Kampung Yobi (Serui) sampai sekarang. Maka, dengan meninggalkannya Apus Kayan Byak Manakmakeri bersama keluarganya di Kampung Meoskowundi.
Mitos Manarmakeri atau Manggundi dan gerakan Mesianis Koreri benar-benar berasal dan muncul dari Budaya Biak - Numfor. Awalnya masyarakat Biak sangat kecewa dengan Injil Yesus Kristus yang sebelumnya dianggap sebagai kehadiran Koreri (Kembalinya Manseren Manggundi).
Masyarakat Biak mengharapkan datangnya Koreri (Koreri Syeban) untuk menghadirkan harapan-harapan Koreri yang terkandung dalam Filosofi : (“Kan do Mob Oser yang artinya = makan di suatu tempat = hidup berkelimpahan tanpa keinginan). Koreri akan membawa perubahan menyeluruh dan sempurna dalam semua hal seperti:
1.    Tidak akan ada lagi kelaparan tetapi kekenyangan abadi.
2.    Tidak akan ada lagi penyakit tetapi kesehatan abadi.
3.    Tidak akan ada lagi ketelanjangan tapi berkelimpahan pakaian.
4.    Tidak akan ada lagi gubuk-gubuk reot tetapi istana-istana yang indah dan mewah.
5.    Tidak akan ada lagi kematian tetapi kemudaan dan kehidupan abadi.

Perang Koreri berkecamuk hebat ditahun 1938 – 1943 diseluruh Biak Numfor dan Teluk Geelvink (Teluk Cenderawasih) termasuk Pulau Yapen dan Kampung Yobi ikut terlibat dalam peperangan tersebut. Masyarakat yang mendiami Yobi adalah masyarakat yang berasal dari Biak (Meokbundi) sebagai pengungsi dari mitos Manarmakeri.
Tahun 1936 Ayahanda Guru ARNOLD KAYOI bersama dengan Guru Pdt.David Auparay telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya di Sekolah Guru yang diselenggarakan oleh Zeending Gereja Kristen di Miei Wasior Wandamen yang dibuka oleh I.S.Kijne. Sepulangnya dari Miei ayah menjadi Guru Pembantu di Ansus pada tahun 1936 bersama Guru Pdt.David Auparay yang kemudian menikah dengan adik prempuan dari pada guru Pdt.David Auparay yang bernama Maria Auparay pada tahun 1937.
Tahun 1938 Guru Pdt. David Auparay bersama ayah Guru Arnold Kayoi mengirim Simon Somian Bisay dengan Matheis Kayoi Sorori ke Miei untuk mengikuti Pendidikan Guru dan selesai Tahun 1940; kembali menjdi Guru Pembantu Sekolah bersama Guru Pdt.David Auparay dan Guru Arnold Kayoi di Ansus sehingga Guru Simon Somian menikah dengan adik perempuannya Guru Pdt.David Auparay yang bernama Aleida Sakawini Auparay dan Guru Matheis Kayoi menikah dengan Lea Aronggear Woray.
Kebetulan Ayah saya GURU ARNOLD KAYOI SORORI adalah Guru Injil Pertama dari Kampung Papuma yang telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya pada tahun 1936 di Miei Ransiki Wondama. Dengan bantuan Pdt.I.S.Kijne; Guru Pdt.David Auparay dan Pdt.DR.F.Ch.Kamma bekerja sama dengan Konoor Warbesren Rumbewas pada tahun 1940 mengutus Guru Arnold Kayoi membawa Injil Yesus Kristus memasuki Kampung Kwari (Yobi) yang berpenduduk masyarakat dari Biak.
Setelah selesai Perang Koreri-Konoor di tahun 1943 dan juga usainya Perang Dunia kedua di tahun 1945; maka Ayah Guru Arnold Kayoi mengajukan permohonan ke Zending untuk meminta Guru Matheis Kayoi Sorori untuk menjadi Guru Pembantu di Yobi pada tahun 1946; yang kemudian pada tahun 1952 Nyora Lea Aronggear Woray Kayoi meninggal di Yobi; kemudian Guru Matheis Kayoi Sorori dipindahkan ke Kaipuri-Kurudu sebagai Guru Sekolah di sana pada tahun 1953; yang kemudian Guru Matheis Kayoi kembali ke Papuma lalu ditugaskan di Kampung Natabui dan kawin dengan Nyora Enderina Patay.
Yang dahulu tinggal di Yobi adalah keluarga ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori di tahun 1940 sampai tahun 1943 usai perang Koreri belum berhasil meredam keyakinan masyarakat Yobi untuk menerima Injil; karena masih beryakinan keras bahwa Manseren Manggundi Manarmakeri akan kembali sebagai Tuhan Manseren Manggundi yang akan membebaskan masyarakat Biak Numfor dari kemiskinan dan sebagai Tuhan Koreri mereka.
Ibu kandung saya Nyora Maria Auparay tahun 1960 dan Ibu tiri (ibu angkat saya) Nyora Adertje Rumpampap tahun 2012 menceritakan kepada saya tentang betapa sulitnya ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi pada saat itu di tahun 1940; walaupun Perang Koreri masih dalam kanca peperangan yang sangat sengit; sampai-sampai Guru Arnold Kayoi hampir nyaris mati dibunuh oleh Masyarakat Kampung Yobi yang masih dalam kanca peperangan.
Namun dengan bantuan dari Konoor Warbesren Rumbewas di tahun 1940 bekerjasama dengan Pdt.I.S.Kijne; Pdt.DR.F.Ch.Kamma; Guru Pdt.David Auparay telah mengutus Ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi; dalam keadaan situasi Perang Koreri-Konoor masih berkecamuk; dan menjadi Guru Injil untuk membangun Gereja dan mendirikan sekolah Alkitab bagi orang-orang Yobi pada saat itu.
Masyarakat Kampung Yobi adalah masyarkat Biak yang mengungsi dari Pulau Meokbundi dalam Mitos Manarmakeri dari beberapa suku atau marga seperti: Rumbarak, Koranu, Samfane, Rumpampap, Rumbino; Rumambor dan lainya. Tentunya sangat meyakini akan Mesianis Manseren Manggundi dalam Mitos Manarmakeri; sehingga saat itu sangat sulit untuk menerima pekabaran Injil yang dibawakan oleh ayah saya Guru Arnold Kayoi.
Pada tahun 1943 setelah Perang Koreri usai barulah masyarakat Kampung Yobi sepenuhnya menerima Pekabaran Injil yang dibawakan oleh Missionaris Guru Arnold Kayoi; dan ayah saya diakui dan diangkat sebagai Anak Angkat dari lima (5) suku besar di Yobi yaitu: Suku Rumbarak; Suku Rumpampap; Suku Rumbino; Suku Rumambor; Suku Koranu.
Guru Alm. Arnold Kayoi melayani penginjilan keliling mulai dari: Yobi; Woda; Wansma; Waindu; Saubeba; Soromasen; Tindaret; Roswari/Arteneng; Sumbruway dan lain-lain di perkampungan Distrik Yobi dan sekitarnya.
Guru Arnold Kayoi
Guru Arnold Kayoi kawin dengan adik perempuan dari Guru Pdt.David Auparay yang bernama: Nyora Maria Auparay di tahun 1936 dan melahirkan 7 (tujuh) anak yang terdiri dari 4 (empat) anak perempuan dan 2 (dua) anak laki-laki. Kemudian pada tahun 1943 usai Perang Koreri-Konoor maka masyarakat Yobi telah menerima Injil Yesus Kristus dan mengakui serta mengangkat Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori sebagai anak angkat dari 5 (lima) suku besar dengan memberikan mama Nyora Adertje Rumpampap sebagai isteri kedua kepada ayahanda saya (mandul) tidak punya anak.
Kemudian pada tahun 1946 setelah usai Perang Dunia kedua maka didatangkan oleh Zeending Keluarga Guru Matheis Kayoi Sorori ditugaskan oleh Zeending untuk membantu Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori dengan mebawa serta ayah dan ibu kandung ayah saya (Rambausa Kayoi Sorori dan Surandewa Maay Kayoi) bersama Kakak Perempuan Ayahanda (Angganeta Kayoi); tinggal bersama-sama di Yobi sampai Ayahanda meninggal pada tahun 1954 dimakamkan di atas tanah milik kami Yobuari Yobi.
Editor: Namukigiba Marxism Douw
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW