BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Saturday, May 30, 2015

Dilema Guru Kontrak dengan Guru Lokal di Papua

Oleh: Moses Douw


Guru kontrak dan guru lokal kini menjadi perdebatan publik di Papua, namun tidak hanya di Papua tetapi di lapisan nasional. Ibaratnya guru di daerah diandalkan dan tidak diberlakukan ( baik itu guru PNS  dan honorer). Dengan itu, bagi guru lokal (Honorer dan Guru tetap) di Papua menjadi persoalan besar untuk mereka, khususnya bagi honorer disetiap sekolah dan daerah di Papua. Oleh sebab demikian bagaimana peran semua organ (organ pendidikan, pemerintah lainya) untuk menyelesaikan persoalan di daerah ini.

Sejak berlakunya undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tahun 2001. Pada saat itulah, persoalan pun semakin meningkat pada hal otus dalamnya membahas bagaimana pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Provinsi Papua), dengan tujuan agar mempertahankan dan mengakui, menghormati, membina, melindungi, memberdayakan, dan melestarikan budaya serta mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Tetapi pada kenyataannya tak seperti demikian yang ada hanya Jawanisasi tanpa mengembalikan eksistensi Provinsi Papua (Orang Papua) sebagai Ras Melanesia.

Dengan adanya otsus, pemekaran pun dimana-mana merajalela dibawa kaki tangan Indonesia hanya untuk menghilangkan Papuanisasi dan nilai-nilai sosialisme di Papua. Kodrat Papua sebagai tanah yang berbudayapun hilang. Sedangkan pemekaran daerah di Papua menjadi tujuan utama oleh NKRI. Kiranya pemekaran tersebut tak berdasarkan syarat yang harus diperhtikan oleh Indonesia atas pemekaran, karena pastinya ketentuan atau syarat utama DOB dipertimbangkan dari persyaratan secara adminitratif, teknis dan kewilayahan. Yang selam ini pemerintah yang lakukan hanya kehendak sendiri. Mengapa tak perhatikan syarat atau ketentuan yang perlu dalam pemekaran? Paling tidak yang harus perhatikan adalah masalah SDM, SDA, Potensi Wilayah, dan pendidikan.

Persoalan kini semakin meningkat di Papua namun di bidang sumber daya manusia. Sebelum melangkah ke selanjutnya pasti kita perlu tahu jawaban dari pertanyaan ini, apakah sumber daya manusia di daerah siapkah mengolah ekonomi, pendidikan, birokrasi, pertanian, ekonomi, serta politik? Tentunya kita tak belum siap. Contoh saja kita amati di Papua kini, orang asli Papua hanya berkuasa di kepala namun, anggotanya semua diambil alih oleh orang luar dari Papua. Hal ini mencontohi bahwa sumber daya manusia (orang asli Papua) untuk mengolah daerah tersebut belum siap. Tetapi bahkan membuka sebuah ruang aksesibilitas para pendatang atau bukan orang asli Papua. Tak jadi persoalan apabila semuanya matang dan kemudian di mekarkan kabupaten/kota.

Dengan adanya pemekaran di Papua, muncullah sekolah-sekolah yang baru dimekarkan atau baru saja dihadirkan setiap pelosok di Papua, tanpa memperhatikan tenaga mengajarnya, apa yang terjadi dimasa yang akan datang, dan juga bagaimana sarana dan prasarana di sekolah? Tenaga pengajar menjadi sasaran utama dalam persoalan ini, bagaimana profesi guru dalam mengajar di sekolah. Karena guru akan memberikan ilmu kepada muridnya, sebagai transformasi pendidikan, sebab profesionalisme guru lebih menekankan kepada penguasan ilmu pengetahuan dan juga kemampuan manajemen serta strategi penerapannya.

Di tengah persoalan tersebut, yang kini menjadi krisis pendidikan di Papua adalah bagaimana merekrut atau mengontrak guru sesuai dengan jumlah pengajar, mekanisme pembagian dana bulanan kepada honorer serta bagaimana pendapatan para pengajar tetap (Guru Lokal). Khususnya berkaitan dengan guru kontrak, kita perhatikan di Papua semakin hari semakin banyak di setiap kabupaten dengan mengesampingkan Guru Honorer dan Guru Lokal (PNS) yang mengajarkan di setiap sekolah.

Dengan persoalan diatas ini, berbagai kampus di Papua seperti UNCEN, UNIPA, dan lainya mencetak beribu-ribu mahasiswa yang berlatar belakang sarjana-sarjana pendidikan bahkan mahasiswa luar Papua. Tetapi, mengapa hingga Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Papua, begitu terobsesi untuk mendatangkan pengajar-pengajar dari luar papua? Hal ini, pernah juga di ungkapkan oleh beberapa dosen di Papua. Pendidikan di Papua kini semakin bekembang dan mencetak berbagai sarjana, Papua kini mutu program studi yang dipakai setiap Fakultas Pendidikan selama ini, tidak jauh beda dengan program-program studi yang di terapkan di wilayah barat, keunggulan lain dari perguruan tinggi di Papua, memiliki program khusus dalam konteks lokal papua untuk guru-guru agar dapat beradaptasi melalui budaya, sosial dengan lingkungan dimana mereka mengabdikan diri”. Agar jelas bahwa guru lokal akan membawa eksistensi kita sebagai orang Papua. Misalnya guru kontrak mengajar didaerah  pelosok Papua. Contoh : Sebuah menara dengan ketingian 10 meter, hal ini dengan jelas bahwa siswa akan bingun, Menara itu seperti apa? Seharunya ambil contoh sesuai dengan keadaan Papua agar siswa lebih mengerti. Misalnya ambil contoh dengan ketinggian pohon kelapa atau lainya.

Sayangnya, melihat kinerja Provinsi Papua dan Kabupaten pemekaran baru yang menetapkan kebijakan mengontrak guru tanpa memperhatikan sarjana-sarjana muda di Papua, apa lagi mengesampingkan guru-guru tua (guru Lokal) dan honorer yang bertahun-tahun mengajar beberapa sekolah disetiap daerah. Kebijakan yang di buat oleh Pemerintah tentang kontrak guru adalah salah satu jalan yang memang menghancurkan masa depan Papua dan tak menghargai guru lokal yang mengajar dan meningkatkan pengganguran setiap daerah di Papua.

Mengapa dalam tulisan ini menolak adanya guru kontrak? Tentunya dengan penjelasan diatas jelas bahwa guru kontrak membunuh karakter guru-guru dari Papua. Karena  guru di Papua sangat banyak namun tak ada pemerataan guru, atau efisisensi guru di Papua. Seharusnya perlu pemerataan guru harus di laksanakan di setiap sekolah agar semua sekolah seimbang. Sebab, selama ini menurut pandangan saya guru di Perkotaan sangat banyak dari pada pelosok dan kabupaten pemekaran, sehingga di satu sekolah 3-4 orang guru yang mengajarkan dengan mata pelajaran yang sama. Seharunya tidak diperbolehkan dari dinas terkait dengan adanya pendobelan guru mata pelajaran di satu sekolah karena sekolah lain sangat membutuhkan tenaganya agar tak terjadi yang namanya kontrak guru dari luar Papua

Oleh karena itu, pendidikan adalah utama dan pertama dalam pembangunan bangsa. Dalam pendidikan itupula tak harus ada yang namanya penindasan dan pelecehan serta pengesampingan suatu objek. Sebab, akibatnya sangat besar bagi masyarakat dan juga pemerintah pusat dan daerah. untuk itu harus bekerja sama agar fokus utama dalam suatu intansi (Pemerintah) untuk membangun kebersamaan antara kita. Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten pemekaran agar bekerja sama dengan Perguruan tinggi dari Papua, yang dalamnya ada Fakultas Pendidikan serta pemerataan guru-guru. Sebab, Papua kaya dengan Guru (mulai dari guru perintis, honorer sampai guru PNS kini). Disamping itu, pemerintah juga harus fokus dalam hal ini, mencintai produk lokal dengan maksud bahwa cintai guru-guru Lokal Papau sebab guru kontrak datang dengan dualisme atau dengan kepentingan sendiri, hingga mengajar juga merata dari Papuanisasi Hingga Jawanisasi.

Yogyakarta, 11 Mei 2015

Fhoto: Moses Douw / Penulis 
                                            Penulis mahasiswa Ilmu Pemerintahan kuliah di Yogyakarta

TENTANG ""

Mosesdouw.blogspot.com adalah website privat Moses Douw yang memuat berbagai tulisan. Apabila perbanyak atau copas tulisan dalam website ini, tolong sertakan alamat lengkap. Terima Kasih

Post Comment

Post a Comment

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW