Otonomi Khusus
adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada daerah tertentu untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri sesuai
dengan hak dan aspirasi di daerah tersebut. Kewenangan ini diberikan agar
daerah dapat menata agar lebih baik lagi di bidang-bidang tertentu.
UU No. 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi Papua ditetapkan.
Dalam Bab I tentang ketentuan umum dalam Pasal-pasal sebagai berikut; Dalamnya
pemerintah mengakui sebagai daerah yang khusus, seperti; ada Majelis Rakyat
Papua, Lambang Daerah, peraturan Daerah Khusus, kampung, Badan Musyawarah
Kampung, membangun daerah, mengambil kebijakan daerah, membentuk pemerintahan,
membentuk partai politik, mengatur keuangan, mengatur perekonomian,
perlindungan hak-hak masyarakat adat, hak asasi manusia, pendidikan dan
kebuyaan, kesehatan, kependudukan dan ketenaga kerjaan. (Pdt. Socratez Sofyan
Yoman, 2012:127)
Selain itu, lahirnya Otonomi Khusus Papua adalah salah satu cara dari
Jakarta untuk Papua demi menutupi dan membungkam isu Papua Merdeka. Supaya
orang Papua tidak bersuara tentang Papua merdeka maka Jakarta mengeluarkan UU
No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Kita akui hal itu, dan
kita membangunan Papua sesuai Undang-undang otonomi Khusus yang telah dimuat.
Namun, kenyataannya telah gagal implementasikan di Papua.
Dalam hal membangun ekonomi Papua, ternyata Otonomi Khusus Papua yang
dananya mencapai triliunan itu belum juga mendapatkan kesejahtraan dalam
kehidupan rakyat Papua. Banyak orang Papua terlantar diantara hamburnya
dana-dana Otonomi Khusus yang tidak terarah dan tidak pada sasaran itu.
Entah kenapa, pemerintah pusat dan daerah tidak memperhatihan keadaan pasar
yang ada di setiap perkotaan maupun di tingkat kecamatan dan kampung hingga
pelosok Papua. Banyak mama-mama Papua tidak bisa berjualan dengan baik di
tempat publik. Mereka berjualan di pinggiran jalan, bahkan ada sebagian
mama-mama yang sudah tidak berjualan karena tempatnya tidak layak. Hal ini bisa
dikatakan bahwa, mama-mama Papua segaja diminggirkan oleh pemerintah yang
diselimuti dengan adanya niat-niat gelap.
Bukan hanya itu saja, tapi banyak hal yang sampai saat ini belum
diperhatikan oleh pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang dituangkan dalam undang-undang Otonomi Khusus. Seperti, sampai saat ini Lambang
Daerah yang sudah diatur itu pun belum diakui oleh pemerintah, Partai
Politik yang sudah diperbolehkan dalam Undang-Undang OTSUS itu juga belum jadi-jadi.
Itulah bagian-bagian yang negara menipu negara sendiri.
Diskusi yang diselengarakan di asrama Deiyai Yogyakarta, dengan judul,
MELIHAT PASAR MAMA-MAMA DI PAPUA, yang dibawahkan oleh Yustinus Tebai,
mahasiswa Papua di Yogyakarta pada, 06/02/2014. Dalam diskusi tersebut, banyak
masalah yang dikemukakan, terutama pasar mama-mama Papua dalam kamarnya Otonomi
Khusus Papua yang ada. Ternyata, dengan jelas fakta menyatakan, pasar-pasar
yang didominasi oleh mama-mama Papua itu sangat tidak layak untuk melakukan
transaksi jual beli barang. Hal ini berpengaruh pada penghasilan ekonomi.
Sebab, tentu pasar yang tidak layak itu, orang tidak akan datang beli. Apalagi
jaman sekarang adalah jaman modern, pasti orang akan cari pasar yang baik.
Lalu, pertayaannya adalah, kenapa umur otonomi khusus Papua yang sudah
mencapai 13 tahun itu belum juga membangun pasar-pasar yang layak untuk
mama-mama Papua? Atau pertanyaan lainnya, dikemanakan dana otonomi khusus
tersebut?, untuk apa dan untuk siapa Otonomi Khusus Papua tersebut?
Sangat merasa aneh, pasar-pasar untuk orang-orang pendatang dari luar Papua
itu dikatakan layak. Pemerintah dengan secepatnya mendirikan pasar-pasar untuk
pedangan-pedangan transmingrasi dari luar Papua. Sementara, mama-mama yang
bertahun-tahun ada di bumi Papua itu tidak diperhatikan dengan serius.
Sebenarnya dana OTSUS untuk siapa?. dalam hal ini saya berani katakan, dalam
implementasi Otonomi Khusus adanya sikap-sikap diskrimansi dan tidak pada
sasaran.
Fakta telah mengatakan bahwa diantara dana Otonomi Khusus, mama-mama Papua
sedang dilupakan bahkan dimarjinalkan oleh raja-raja yang dititipkan oleh
Jakarta di bumi Papua. Sangatlah jelas bahwa, Otonomi Khusus Papua adalah
dimana Jakarta melahirkan raja-raja kecil yang bertujuan untuk menindas
rakyatnya, memiskinkan rakyatnya, dan bisa saja untuk menjajah rakyatnya.
Kita tidak perlu melihat yang bebas-besar, pejabat-pejabat Papua yang
datang belajah di pasar saja, selalu mengarahkan muka ke pasar-pasar yang
layak. Siapa pedangan di pasar layak itu? Pasti pendatang-pendatang. Lalu,
bagaimana dengan pedangan “mama-mama Papua” yang tempat jualannya tidak layak
itu? Pasti hanya duduk dari pagi sampai malam tanpa ada hasil yang masuk.
Itulah tingkah laku dari raja-raja yang dilahirkan dari Jakarta di bumi Papua.
Dari contoh diatas ini, hal yang merasa aneh adalah, orang-orang Papua yang
sudah dilahirkan, dibesarkan, dan dibiayai oleh hasil-hasil jualan mama-mama di
pasar tidak layak itu, ketika menjadi pejabat dan datang di Pasar langsung
buang muka ke orang lain “pendatang”. Artinya, mau beli jualan mama-mama Papua
saja rasa mual, jalan-jalan di pasar mama-mama saja tidak, apalagi untuk mau
membangun pasar yang layak untuk mama-mama. Itu mimpi siang hari. Hal ini sangat
disayangkan karena tidak menghargai hasil jeripaya mama-mama yang sudah
dilahirkan, dibesarkan, dan dibiayai sampai menjadi pejabat besar. Orang bilang
mama-mama Papua bukan hanya mama kandungnya tetapi semua mama-mama yang Papua
yang ada di pasar maupun di rumah. Hal itu musti dipahami oleh pejabat Papua
maupun semua orang Papua.
Dengan penjelasan diatas ini, jelas menyimpulkan bahwa dana Otonomi Khusus
Papua hanya digunakan dan membuka jalan bagi orang-orang pendatang. Dana-dana
Otonomi Khusus Papua digunakan khusus untuk memberdayakan orang-orang
pendatang. Pemerintah daerah mengunakan dana OTSUS sebagai sarana untuk
memperhatikan bukan orang Papua tetapi membuka pintu untuk menampung orang non
Papua. Kapal-kapal putih tiba di Papua untuk menghantar orang-orang, pemerintah
dengan senyum mempersiapkan dana otsus untuk dibangun rumah, pasar, dan
kebutuhan lain. Sungguh menyedihkan kehidupan orang Papua diantara terhamburnya
dana OTSUS yang selalu mengatasnamakan orang Papua.
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi adalah, orang asli Papua selalu
termarjinal di atas tanah Papua karena berdampak dari adanya dominasi dari
pendatang yang didatangkan melalui jalur Otonomi Khusus. Begitu banyak orang
dari Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Madura, orang Papua dengan sendirinya
termarjinal. Hal ini disebabkan karena, dana-dana Otonomi Khusus hanya
digunakan untuk orang pendatang untk menyedikan tanah, rumah, alat-alat
kebutuhan lainnya dalam kehidupannya.
Cobalah kita bayangkan, dalam 1 tahun 3.000 jiwa pendatang yang masuk di
Papua berarti berapa banyak dana otsus yang dikuras habis? Mungkin saja khas
menjadi kosong.
Semakin banyak orang pendatang sampai di pelosok-pelosok, semakin
didominasi perekonomian sampai berpengaruh pada jualan di pasar baik itu daerah
perkotaan maupun di pedesaan. Kota dikuasai dengan bangunan pertokoan, pasar,
dan minimarket. Sedangkan di kampung/desa dikuasai dengan minimarket,
pertanian, dan pertanian jangka panjang. Di setiap pasar yang ada di perkotaan
dikuasai oleh pendatang yangmana pasarnya jangka panjang dibanding dengan
mama-mama Papua yang mempunyai kebun jangka pendek. Hal semacam inilah yang
disebut pasar di Papua didominasi oleh pendatang.
Penulis sebagai seorang mahasiswa kembali menilai bahwa, implementasi
Otonomi Khusus dalam hal memberdayakan orang Papua melalui ekonomi masih ada
sikap diskriminasi, terjadi juga ketidakadilan, ketidakbenaran, ketidakjujuran,
ketidaktransparansi terhadap rakyat Melanesia yang disebut juga orang asli di
Papua atau pemilik tanah Papua.
Untuk mengembalikan wajah otonomi khusus Papua dan jalur implementasi yang
benar sesui dengan poin-poin yang dimuat dalam Undang-undang yang sudah
dijelaskan diatas maka, pelajar dan mahasiswa kembali pada posisi indenpensi
untuk berpikir, menyuarakan dan bertindak. Selain itu, lembaga-lembaga
pengembangan masyarakat yang ada di Papua termasuk DPRD,DPRP MRP, dan
tokoh-tokoh adat kembali duduk bersama untuk mengkritisi kinerja kerja
pemerintah provinsi dan daerah termasuk implementasi dari Otonomi Khusus itu
sendiri.
Mahasiswa juga menilai bahwa, otonomi khusus adalah win-win solusion untuk
memarjinalkan rakyat Papua, menguras kekayaan alam, menindas orang Papua,
menjajah orang Papua, dan pintu penuju pemusnahan etins Melanesia. Oleh sebab
itu, mahasiswa kembali mendukung aksi pegembalian OTSUS di jakarta yang
dilakukan oleh seluruh masyarakat Papua pada tahun 2007 lalu. OTSUS sudah
dinyatakan gagal dan sudah dikembalikan ke Jakarta dalam bentuk peti mayat yang
menandakan, OTSUS sudah mati di Papua.
Solusi terakhir untuk orang Papua memperbaiki ekonomi rakyat, mama-mama
berjualan dengan baik, dan mengangkat harkat-martabat orang Papua melalui
Ekonomi adalah KUNCI OTSUS. (Moses Douw/02)
Penulis adalah mahasiswa Papua yang sedang kuliah di Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa STPMD “APMD” Yogyakarta. Saat ini penulis berada
pada semester dua.
Grup, Penulis Pemula Asrama Deiyai Yogyakarta.
SOURCE: http://timipotu.blogspot.com/2014/03/dana-otsus-banjir-ekonomi-masyarakat.html
SOURCE: http://timipotu.blogspot.com/2014/03/dana-otsus-banjir-ekonomi-masyarakat.html
Assalamu Alaikum wr-wb, Saya ingin berbagi cerita kepada anda, Bahwa dulunya saya ini cuma seorang Honorer di sekolah dasar jawa timur, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 30 jt namun hasilnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah,namun teman saya memberikan no tlp Bpk Drs Sulardi MM yang bekerja di BKN pusat yang di kenalnya di jakarta dan juga mengurusnya, saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, alhamdulillah SK saya akhirnya keluar, itu adalah kisa nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya Hubungi saja Bpk Drs.Sulardi MM Hp:085395881177 Wassalm Darna Sanusi.
ReplyDelete