Oleh: Ners Arieks Kayoi
Dari Manarmakeri Hingga Pekabaran Injil
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” dengan nama aslinya
adalah: “YAWI NUSHADO” atau nama lainnya adalah: “MANARMAKDI” atau “MANARMAKER”
atau “MANSARARMAKERI”. Atau dengan julukan “MANSAR” artinya Orang Tua atau
“MAK” artinya “BINTANG” dan “AMAKER” artinya “KUDISAN atau KASKADO”
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” adalah orang tua yang
sangat buruk rupa karena seluruh badannya penuh dengan kaskado dan kudisan
sehingga mengurung diri tinggal sendiri di Gunung “YAMNAIBORI” karena malu
dengan penghinaan dan kebencian dari masyarakatnya; dan tinggal di Gunung
Yamnaibori untuk bercocok tanam, dengan berbagai macam tatanaman dan membuat
pagar yang kuat untuk melindungi tatanamannya. Nama ayahnya: BOYAWEN NUSHADO
dan nama ibunya yakni: INGGIMIOS.
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” bearsal dari Kampung
SOPEN di Biak Barat. Pada suatu hari “MANARMAKERI” datang singgah mengunjungi
keluarga sepupuhnya yang tinggal di Mokmer berkunjung ke keluarga sepupunya
dari suku Rumbiak dan tinggal beberapa waktu dengan sepupunya.
Setelah tinggal beberapa waktu kemudian ingin meneruskan
perjalanannya ke Biak Timur. Moyangku “MANARMAKERI” pamintan dari saudara sepupunya
yang bernama “PANDAWAKA RUMBIAK” untuk melanjutkan perjalanan ke Biak Timur
tepatnya di Kepulauan Padaido.
Saudara sepupunya Pandawaka Rumbiak telah membekali Apus
Manarmakeri dengan dua buah kelapa tua yang satu tumbuh pucuk dan yang satu
tidak dan juga membekali pula dengan bambu berisi air minum; lalu Apus
Manarmakeri melangkah menuju Biak Timur tujuannya ke MIOSEFUNDI atau Mioskowundi
dan nama lain juga di sebut Mioskoburi. Apus Manarmakeri tiba di Miosefundi dan
langsung menanam dua buah kelapa yang diberikan oleh saudara sepupunya
Pandawaka Rumbiak di Mokmer.
Setelah menanam buah kelapa itu, anehnya bahwa buah kelapa yang
tumbuh itu dalam sekejap hanya semalam saja bertumbuh menjadi tinggi dan
berbuah. Apus Manarmakeri melihat kelapa yang ditanamnya dengan sekejap semalam
tumbuh dan berbuah; maka niat hatinya mengiris mayang buah kelapa itu untuk
mengambil sarinya sebagai nira atau segeru dengan menadah
memakai bambu air yang diberikan oleh sepupunya Pandawaka Rumbiak. Namun setiap
hari, pada saat matahari terbit Apus Kayank Byaki Manarmakeri naik untuk mengambil
nira ternyata tidak ada karena ada yang mencuri nira itu dan entah siapa.
Lalu Apus Manarmakeri memanjat pohon kelapa itu dan menjaganya
untuk menangkap sang pencuri itu. Apus Manarmakeri jaga di atas pohon kelapa
itu dan hampir pagi kira-kira jam.03.00 subuh Apus Kayank Byaki Manarmakeri
melihat cahaya besar turun dari langit sebelah timur dan ternyata yang mencuri
nira seguer itu adalah: “SAMPARI” (Sang Bintang Pagi); dan segera Apus
Manarmakeri menangkap dan menahan Sampari dan keduanya berdialog tawar menawar
sebagai berikut
“Sampari: Pwir aya snar robefor ayene nasbak kwar (biarkan saya
pergi karena pantangan buat saya jika fajar menyingsing.
“Kayank Byaki: saya tidak akan membiarkan engkau pergi begitu
saja sebelum engkau memberi berkat-berkatmu dan memberitahukan
rahasia-rahasiamu kepadaku. Lalu Sampari telah memberitahukan
rahasia-rahasianya kepada Apus Kayank Byaki Manarmakeri dan berkata :
“Sampari: maukah engkau memperoleh kekayaan?
Kayank menjawab “rahasia itu sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kau ingin suatu kehidupan penuh kelimpahan
tanpa keinginan?
Kayank menjawab: rahasia itu juga sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kamu ingin kekayaan, kemuliaan dan keuntungan
yang abadi? Kayank menjawab: saya telah meiliki semuanya.
Fajar pagi semakin dekat membuat Sampari gelisah dan merasa
khawatir karena jika fajar pagi menyinsing maka matilah Sampari (Sang Bintang
Pagi) lalu Sampai menawarkan kepada Kayank obat ramuan untuk menangkap ikan,
untuk makan disuatu tempat dengan makanan yang tersedia secara gaib, segala
kekayaan dan kemuliaan, kecuali untuk “Koreri” si Kayank menolak segalanya dan
tidak mau melepaskannya pergi.
“Sampari: jika demikian apa yang engkau inginkan?
Kayank: yang saya kehendaki itu yaitu “Koreri Syeben” (Kebangkitan
Orang Mati dan Datangnya Koreri).
“Sampari: Agar kebangkitan dan kematian bisa terjadi maka saya
serahkan buah “BITANGGOR” (dalam bahasa Biak namanya Maresbon dan dalam bahasa
Ansus namanya Papiri). Jika Kayank butuh sesuatu masukan mantra di atasnya.
Dari pohon kelapa inilah Apus Kayank MANAKMAKERi mendapatkan
"Rahasia Kehidupan Abadi Dalam Keabadian" dari "SAMPARIDEK"
(Sang Bintang Fajar) yang mencuri segeru dari pohon kelapa ini; dan ditangkap
oleh Apus Kayan Byak Manarmakeri sehingga Bintang Fajar Sampari memberkati Apus
Kayank Byak Manakmakeri menjadi APUS LEGENDARIS yang penuh dengan mistery hidup
abadi dalam keabadian menanti datang Sang Koreri.
Pengunsian Penduduk Miosefundi Ke Kampung Yobi Di Pulau Yapen
Timur Utara Serui
Pengunsian ke Kampung Yobi di Pulau Yapen Timur Utara berawal
dari mantra buah Bitanggor (Maresbon) yang diberikan oleh Sampari kepada Apus
Kayank Manarmakeri. Di Kampung Sokani dikuasai oleh Kepala Kampung yang bernama
Rumbarak mempunyai seorang anak gadis cantik yang bernama Insoraki. Suatu hari
Insoraki bersama teman-teman gadis lainnya mandi-mandi berenang di pantai
sambil bercanda. Diatas pohon Mares, Apus Kayank naik dan duduk memperhatikan
Insoraki bersama teman-temannya mandi-mandi dan bercanda.
Karena kecantikan Insoraki menggoda hati Apus Kayank, maka Apus
mengambil dua buah Meresbon dan ditaruhnya mantra yang diberikan oleh Sampari
lalu melemparkannya ke arah Insoraki dan teman-temannya yang sedang mandi.
Kedua buah itu hanyut dan menyentuh buah dada (susu) dari Insoraki. Insoraki
mengambil buah itu dan melempar sejauh mungkin namun kedua buah itu berulang
kali kembali menyentuh susu dari Insoraki.
Selesai mandi Insoraki merasa kedua susunya gatal dan lama-lama
kehitam-hitaman. Ternyata Insoraki hamil tanpa bersentuhan dengan seorang
laki-laki pun. Orang tuanya menanyakan Insoraki berulang kali tetapi tetap
Insoraki katakan bahwa ia tidak pernah dengan laki-laki siapa pun. Akhirnya
hanya dalam empat hari kehamilan Insoraki melahirkan seorang anak laki-laki
yang diberi nama “KONORI” atau “Manarbew” yang artinya: (Pembawa Damai).
Anak itu bertumbuh dan berkembang dengan cepat dan seorangpun
tidak tahu siapa ayah dari Manarbew. Setiap hari Manarbew menangis mencari
ayahnya yang mana sebenarnya seingga membuat Insoraki dan ayahnya Rumbarar
sebagai kepala kampung di pulau Wundi merencanakan mengadakan sebuah sayembara
dengan melakukan pesta adat selama 30 hari.
Kepala Kampung memerintahkan masyarakat kepulauan Padaido untuk
datang mengikuti pesta adat itu terdiri dari 3 partai : (1).Partai anak-anak
muda laki-laki yang berumur 17 tahun ke atas; (2).Partai laki-laki dewasa yang
belum kawin; (3).Partai laki-laki dewasa yang beristri dengan dua atau tiga
anak.
Insoraki dan anaknya Manarbew duduk di tengah lingkaran pesta
adat tersebut; dan para laki-laki ini dansa mengelilingi mereka dua, sambil
mengulurkan tangannya untuk mendiamkan Manarbew namun tak satupun yang
berhasil.
Pada hari yang ke-30 munculah Apus Kayank Manarmakeri yang penuh
dengan kaskado dan kudisan serta rupa busuk jelek ini muncul membawa tongkat
dan berjalan mendekati Insoraki dan Manarbew maka berhentilah tangisan Manarbew
dan berteriak kegirangan berkata: “Yayo (ayah),..yayo… yayo… sambil menangis
dan memeluk Apus Kayank. Maka usailah pesta tersebut dengan yang berhak
mempunyai anak Manarbew dan kawin dengan Insoraki adalah: Apus Kayank Byaki
Manarmakeri (pria tua, kaskado, kudisan dan bermuka jelek) berhak menjadi suami
Insoraki.
Maka dengan amarah yang sangat besar dari kepala kampung
Rumbarak lalu memerintahkan kepada seluruh penduduk Wundi untuk membuat perahu
dan menebang semua pohon-pohon serta mengungsi keluar dari kampong Wundi dengan
menyebar meninggalkan Insoraki, Apus Manarmakeri dan Manarbew bertiga sendiri
yang tinggal di pulau Wundi. Namun adik laki-laki dari Insoraki tidak sampai
hati untuk meninggalkan kakak perempuanya; maka ia tinggal bersama Insoraki
adalah adik laki-lakinya yang bernama Sanerero (si hati berbelas kasihan). Jadi
mereka berempat yang tinggal di Wundi.
Mereka yang mengunsi dari Meoskowundi Biak ke Kampung Yobi dari
keret (marga): Rumbarak, Rumpampap, Rumbiak, Rumambor, Rumbino, Korano,
Samfane, Rumpombo, Kamawa dan Lainya. Sedangkan yang lain menyebar ke
Mamberamo, Numfor, Manokwari, dan Raja Ampat.
Gara-gara Bintang Pagi (Samparidek) dan Buah Papir (Bitanggor)
atau Maresbon yang memiliki mantra dari Bintang Pagi Sampari mampu menghamili
anak gadis Kepala Kampung Meoskowundi, hasil dari kehebatan Apus Kayan Byak
Manarmakeri dan kawin dengan anak gadis kepala kampung Meoskowundi tetapi
kepala kampung tersebut tidak setuju anak gadisnya kawin dengan Apus Kayan Byak
Manarmakeri; maka Kepala Kampung Meoskowundi memerintahkan seluruh masyarakat
Kampung Meoskowundi bersama keluarga lainnya mengungsi menyeberang ke Yapen
Timur Utara tinggal tepatnya di Kampung Yobi (Serui) sampai sekarang. Maka,
dengan meninggalkannya Apus Kayan Byak Manakmakeri bersama keluarganya di
Kampung Meoskowundi.
Mitos Manarmakeri atau Manggundi dan gerakan Mesianis Koreri
benar-benar berasal dan muncul dari Budaya Biak - Numfor. Awalnya masyarakat
Biak sangat kecewa dengan Injil Yesus Kristus yang sebelumnya dianggap sebagai
kehadiran Koreri (Kembalinya Manseren Manggundi).
Masyarakat Biak mengharapkan datangnya Koreri (Koreri Syeban)
untuk menghadirkan harapan-harapan Koreri yang terkandung dalam Filosofi :
(“Kan do Mob Oser yang artinya = makan di suatu tempat = hidup berkelimpahan
tanpa keinginan). Koreri akan membawa perubahan menyeluruh dan sempurna dalam
semua hal seperti:
1.
Tidak akan ada lagi kelaparan
tetapi kekenyangan abadi.
2.
Tidak akan ada lagi penyakit
tetapi kesehatan abadi.
3.
Tidak akan ada lagi
ketelanjangan tapi berkelimpahan pakaian.
4.
Tidak akan ada lagi gubuk-gubuk
reot tetapi istana-istana yang indah dan mewah.
5.
Tidak akan ada lagi kematian
tetapi kemudaan dan kehidupan abadi.
Perang Koreri berkecamuk hebat ditahun 1938 – 1943 diseluruh
Biak Numfor dan Teluk Geelvink (Teluk Cenderawasih) termasuk Pulau Yapen dan
Kampung Yobi ikut terlibat dalam peperangan tersebut. Masyarakat yang mendiami
Yobi adalah masyarakat yang berasal dari Biak (Meokbundi) sebagai pengungsi
dari mitos Manarmakeri.
Tahun 1936 Ayahanda Guru ARNOLD KAYOI bersama dengan Guru Pdt.David
Auparay telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya di Sekolah Guru yang
diselenggarakan oleh Zeending Gereja Kristen di Miei Wasior Wandamen yang
dibuka oleh I.S.Kijne. Sepulangnya dari Miei ayah menjadi Guru Pembantu di
Ansus pada tahun 1936 bersama Guru Pdt.David Auparay yang kemudian menikah
dengan adik prempuan dari pada guru Pdt.David Auparay yang bernama Maria
Auparay pada tahun 1937.
Tahun 1938 Guru Pdt. David Auparay bersama ayah Guru Arnold
Kayoi mengirim Simon Somian Bisay dengan Matheis Kayoi Sorori ke Miei untuk
mengikuti Pendidikan Guru dan selesai Tahun 1940; kembali menjdi Guru Pembantu
Sekolah bersama Guru Pdt.David Auparay dan Guru Arnold Kayoi di Ansus sehingga
Guru Simon Somian menikah dengan adik perempuannya Guru Pdt.David Auparay yang
bernama Aleida Sakawini Auparay dan Guru Matheis Kayoi menikah dengan Lea
Aronggear Woray.
Kebetulan Ayah saya GURU ARNOLD KAYOI SORORI adalah Guru Injil
Pertama dari Kampung Papuma yang telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya pada
tahun 1936 di Miei Ransiki Wondama. Dengan bantuan Pdt.I.S.Kijne; Guru
Pdt.David Auparay dan Pdt.DR.F.Ch.Kamma bekerja sama dengan Konoor Warbesren
Rumbewas pada tahun 1940 mengutus Guru Arnold Kayoi membawa Injil Yesus Kristus
memasuki Kampung Kwari (Yobi) yang berpenduduk masyarakat dari Biak.
Setelah selesai Perang Koreri-Konoor di tahun 1943 dan juga
usainya Perang Dunia kedua di tahun 1945; maka Ayah Guru Arnold Kayoi mengajukan
permohonan ke Zending untuk meminta Guru Matheis Kayoi Sorori untuk menjadi
Guru Pembantu di Yobi pada tahun 1946; yang kemudian pada tahun 1952 Nyora Lea
Aronggear Woray Kayoi meninggal di Yobi; kemudian Guru Matheis Kayoi Sorori
dipindahkan ke Kaipuri-Kurudu sebagai Guru Sekolah di sana pada tahun 1953;
yang kemudian Guru Matheis Kayoi kembali ke Papuma lalu ditugaskan di Kampung
Natabui dan kawin dengan Nyora Enderina Patay.
Yang dahulu tinggal di Yobi adalah keluarga ayahanda Guru Arnold
Kayoi Sorori di tahun 1940 sampai tahun 1943 usai perang Koreri belum berhasil
meredam keyakinan masyarakat Yobi untuk menerima Injil; karena masih beryakinan
keras bahwa Manseren Manggundi Manarmakeri akan kembali sebagai Tuhan Manseren
Manggundi yang akan membebaskan masyarakat Biak Numfor dari kemiskinan dan
sebagai Tuhan Koreri mereka.
Ibu kandung saya Nyora Maria Auparay tahun 1960 dan Ibu tiri
(ibu angkat saya) Nyora Adertje Rumpampap tahun 2012 menceritakan kepada saya
tentang betapa sulitnya ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi pada saat
itu di tahun 1940; walaupun Perang Koreri masih dalam kanca peperangan yang
sangat sengit; sampai-sampai Guru Arnold Kayoi hampir nyaris mati dibunuh oleh
Masyarakat Kampung Yobi yang masih dalam kanca peperangan.
Namun dengan bantuan dari Konoor Warbesren Rumbewas di tahun
1940 bekerjasama dengan Pdt.I.S.Kijne; Pdt.DR.F.Ch.Kamma; Guru Pdt.David
Auparay telah mengutus Ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi; dalam
keadaan situasi Perang Koreri-Konoor masih berkecamuk; dan menjadi Guru Injil untuk
membangun Gereja dan mendirikan sekolah Alkitab bagi orang-orang Yobi pada saat
itu.
Masyarakat Kampung Yobi adalah masyarkat Biak yang mengungsi
dari Pulau Meokbundi dalam Mitos Manarmakeri dari beberapa suku atau marga
seperti: Rumbarak, Koranu, Samfane, Rumpampap, Rumbino; Rumambor dan lainya. Tentunya
sangat meyakini akan Mesianis Manseren Manggundi dalam Mitos Manarmakeri;
sehingga saat itu sangat sulit untuk menerima pekabaran Injil yang dibawakan
oleh ayah saya Guru Arnold Kayoi.
Pada tahun 1943 setelah Perang Koreri usai barulah masyarakat
Kampung Yobi sepenuhnya menerima Pekabaran Injil yang dibawakan oleh
Missionaris Guru Arnold Kayoi; dan ayah saya diakui dan diangkat sebagai Anak
Angkat dari lima (5) suku besar di Yobi yaitu: Suku Rumbarak; Suku Rumpampap; Suku
Rumbino; Suku Rumambor; Suku Koranu.
Guru Alm. Arnold Kayoi melayani penginjilan keliling mulai dari:
Yobi; Woda; Wansma; Waindu; Saubeba; Soromasen; Tindaret; Roswari/Arteneng;
Sumbruway dan lain-lain di perkampungan Distrik Yobi dan sekitarnya.
Guru Arnold Kayoi
Guru Arnold Kayoi kawin dengan adik perempuan dari Guru
Pdt.David Auparay yang bernama: Nyora Maria Auparay di tahun 1936 dan
melahirkan 7 (tujuh) anak yang terdiri dari 4 (empat) anak perempuan dan 2
(dua) anak laki-laki. Kemudian pada tahun 1943 usai Perang Koreri-Konoor maka
masyarakat Yobi telah menerima Injil Yesus Kristus dan mengakui serta
mengangkat Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori sebagai anak angkat dari 5 (lima)
suku besar dengan memberikan mama Nyora Adertje Rumpampap sebagai isteri kedua
kepada ayahanda saya (mandul) tidak punya anak.
Kemudian pada tahun 1946 setelah usai Perang Dunia kedua maka
didatangkan oleh Zeending Keluarga Guru Matheis Kayoi Sorori ditugaskan oleh
Zeending untuk membantu Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori dengan mebawa serta
ayah dan ibu kandung ayah saya (Rambausa Kayoi Sorori dan Surandewa Maay Kayoi)
bersama Kakak Perempuan Ayahanda (Angganeta Kayoi); tinggal bersama-sama di
Yobi sampai Ayahanda meninggal pada tahun 1954 dimakamkan di atas tanah milik
kami Yobuari Yobi.
Editor:
Namukigiba Marxism Douw