Anak jalanan adalah sebuah topik yang sangat bagus
untuk di kaji dari semua perspektif. Dan juga, topik Anak Jalanan ini di petik
dari sebuah diskusi singkat bersama sahabat, adik adik, dan kawan-kawan saya di
sebuah Gubug Woogada Wookebada di Yogyakarta. Diskusi Singkat ini dari setiap
orang merupakan pendapat masing masing sesuai dengan pandangan mereka terhadap
Anak Jalanan.
Topik diskusi ini, dibawakan oleh Emanuel Mote, dengan
anggota diskusi adalah Yugix, Andy, Namukigiba, Boma, Pekei dan lainya. Topik diskusi yang sebenarnya adalah kenakalan
perempuan dan laki laki yang selama ini terjadi di sekitar masyarakat Papua.
Yang kian menjadi kebiasaan masyatakat Papua khususnya mahasiswa, remaja dan
Anak anak dan lainya. Seakan manusia Papua seperti Anak Jalanan.
Berdasarkan Pengamatan di Papua Semakin marak dengan
Kenakalan yang biasnya semua sektor kehidupan yang menjadi akibatnya. Kenakalan
Remaja di Papua Sebenarnya di Kembangkan dengan ungkapan Anak Jalanan. Istilah
Anak Jalanan ini salah difsirkan di Papua sehingga yang menjadi fokus pada
diskusi itu adalah Kenakalan Remaja yang di sebut Anak Jalanan.
Ketika Emanuel membuka diskusi, Ia menceritakan kenakalan
Laki Laki dan Perempuan di Papua dan di luar Papua. Kemudian, dalam Diskusi itu
juga setiap orang mengungkapkan bahwa “situasi di Papua dan Luar Papua semakin
di kecam dengan Kenakalan Mahasiswa, Siswa, Anak Kecil dan lainya.
Anak jalanan adalah Julukan bagi Kenakalan Mahasiswa,
Siswa dan Lainya. Kenakalan Anak Jalanan ini yang di kemukakan dalam diskusi
dari tersebut adalah mereka yang tidak ada pengawasan dari orang tuanya,
minimnya pendidikan, Generalisasi, Kemampuan Ekonomi, Tindakan Militerisme, Penggangguran,
Pengaruh Lingkungan dan Lainnya.
Berdasarkan itu, Anak
jalanan menurut Shalahaddin adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang
menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan
kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.
Namun
demikian, berdasarkan penjelasan dari Yugix dalam diskusi itu, ia menjelaskan
bahwa kenakalan Anak jalanan itu adalah kurangnya adanya pengawasan dan
pantauaan dari sisi Orang Tua sehingga kebanyakan remaja terbiur dalam Kenakalan
anak Jalanan. Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan
tumbuh di jalanan tanpa ada pemantauan dan tumbuh secara mandiri.
Namukigiba membedakan
Anak Jalanan yang di Papua dengan di Pulau Lain. Kenakalan Anak Jalanan Orang
Papua dan Etnis lain sangat berdeda. Kenakalan Anak Jalanan Orang Papua dan
Orang Luar Papua di lihat dari Aktifitas Pacaran. Kenakalan Remaja Papua dalam
pacaran Perempuan di Jadikan Komoditas dan sebaliknya. Namun, Kenakalan Anak
jalanan dari pulau lain dalam aktifitas pacaran membutuhkan waktu yang lama
menjadi jodoh.
Lanjut Namukigiba, Kenakalan
Anak Remaja di Ukur dengan pendekatan kesejahtraan. Kenakalan anak jalanan
orang Papua Luar mengambarkan hanya pada keinginan atas Kebutuhan yang harus di
milikinya. Kondisi Ekonomi hari hari untuk mencari nafkah. Untuk mencari Nafkah
Mahasiswa atau siswa tersebut harus Korbangkan waktu, tenaga dan fisik.
Pengorbanan ini bisa bersifat Positif dan bisa berdampak Negatif. Dampak Positif,
sebagai anak jalanan mempunyai kerja keras karena sudah terbiasa kena panas dan
hujan, anak jalanan bisa belajar bekerja sendiri, bertanggung jawab dan
membantu ekonomi orang tuanya. Namun, Dampak Negatif bisa Menjual diri dan
membeli diri dan lainya.
Kategori anak Jalanan
di Papua berdasarkan Pendidikan, Ekonomi Keluarga, Generalisasi, Tindakan Militerisme, Penggangguran dan Pengaruh
Lingkungan. Sehingga dalam diskusi itu mereka menjelaskan sebagai berikut:
Andreas
dan Yugix juga menyampaikan bahwa “Pendidikan dan pengaruh lingkungan adalah
tempat dimana membentuk karakter anak untuk mengahadapi tantangan kehidupan
sosial. Manusia harus merupakan bekal yang sangat
pokok dan tentunya tingkat pendidikan dasar dapat menghasilkan suatu perubahan
dalam pengetahuan orang tua. Namun, Pendidikan
dasar yang di maksud adalah pendidikan dari Orang Tua dan guru. Dan juga yang
menjadi masalah berat juga apabila orang tua sudah meninggal atau di bunuh
TNI/Polri.”
Kondisi
ril yang terjadi di Papua, orang tuanya dibunuh, pendidikan yang sebearnya
telah dihancurkan dengan sistem militerisme dengan mempraktekkan mutu
pendidikan berkarakter ketergantungan melalui afirmasi serta mematikan pendidikan
karakter orang Papua. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberhentian guru asli
Papua di sekolah sekolah dan diskriminasi dalam pendidikan di Papua. Yang
selalu membeda bedakan Guru dan murid bahwa guru orang Papua kualitas minim dan
non-Papua kualitas baik. ini yang menjadi persoalan yang kini tak terselesaikan
dari kementerian dan intansi terkait, Indonesia di Papua.
Kondisi
Ekonomi dan penggangguran juga kini mengguyur deras, ekonomi keluarga untuk
masyarakat miskin kini menjadi sorotan. Data dari BPK juga menyampaikan bahwa tinggkat
kemiskinan masyarakat desa semakin meningkat di puncak pertama di Indonesia,
dengan pendapatan perhari untuk satu keluarga tak terduga. Kondisi ini,
menggambarkan bahwa selama ini, dana yang ditutunkan untuk pembangunan dan
pemberdaayaan di Papua beum mampu mengurangi pengganguran dan meningkatkan
ekonomi keluarga.
Hal
diatas ini, pengaruh sangat dominan dalam penggangguran, enta itu penggangguran
berpendidikan dan usia muda yang tidak bekerja. Artinya bahwa penggangguran
kita tidak hanya nilai mereka yang sudah berpendidikan minimal SMP keatas akan
tetapi mereka yang belum berpendidikan. Kenyataan pada masa kini mereka yang
belum berpendidikan kini mereka masuk dalam kriminal dan lainya sehingga
mengakiatkan penyakit sosial. Tidak hanya demikian, hanya dengan lemahnya ekonomi
orang tuanya kini banyak usia anak sekolah dan Mahasiswa yang mulai jual diri
dan beli diri.
Dari
kondisi ini yang persalahkan siapa? Tentunya intansi terkait dan lainya dalam
sistem pertumbuhan ekonomi Indonesia. Persoalan seperti ini yang terjadi bahkan
mendapat rekor pertama anak jalan di Papua.
Generalisasi
udaya Anak jalanan, ketika orang tuanya teah hidup di Jalanan selama dia hidup
maka dengan demikian akan terpengaruh dan mampu mengubah cara berpikir anak
daam rahim dan ketika anak kecil. Seorang anak melanjutkan perjuangan orangtuanya
di Jalanan akhirnya hal ini menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. Hal ini
diakatakan juga dalam diskusi yang kami lakukan bahwa, Kelakuan orang tua kini
menjadi warisan bagi anaknya. Hal ini di jelaskan oleh Andreas Bunai dalam penjelasannya.
Lanjut
lagi, Yaduwi Dumupa juga menyampaikan, saya ihat di Papua memang Kondisi ini
sangat memiskinkan orang Papua. Saya melihat orang tuanya juga tinggal hidup di
jalan karena beum ada pekerjaan yang mereka kerja. Hal ini juga berpengaruh
terhadap anak mereka.
Oleh
karena itu, anak jalanan ini terbentuk dalam sebuah arena dalam birokrasi yang terstruktur
dalam bentuk kesatuan dengan sistem demokrasi yang memungkinkan masyarakat
hidup bebas menentukan nasib hidupnya masing masing. Anak jalanan orang Papua
berdasarkan definisi tadi bahwa sangat berbeda dilihat dari kondisi pendidikan,
ekonomi, politik ekonomi, Lingkungan, Generalisasi dan lainya. Euforia anak
jalanan di Papua merupakan bentuk tanggung jawab pemeintah daerah dalam menangani
dan membasmi penyakit sosial yang sementara ini marak terjadi dimana mana di
negeri Papua. Mendeskripsikan atas semua masukan ini yang menjadi tolak ukur
adalah negara dalam menangani anak Jalanan di Papua.
Dari diskusi ini dapat memberikan sebuah jalan untuk mencapai uapaya
pencegahan berdasarkan akademik bahwa pendekatan pembangunan berbasiskan militarisme
di Papua harus dikurangi yang diwacanakan oleh Presiden Jokowi dan kembali
benahi pekerja Lokal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah daerah harus melakukan peningkatan kemampuan
dalam hal ini meningkatkan kapasitas dalam kelola pemerintahan agar mampu
antisipasi masalah sosial dilihat dari berbagai aspek di Tanah Papua. Dua Hal
ini menjadi Pokok Tugas utama dalam membatasi maraknya anak Jalanan.
Woogadaa Wookebadaa, 20 Juni 2018