Salah Satu Sekolah Yayasan YPPK di Kabupaten Deiyai. Doc. Namuigiba |
Oleh: Moses Douw
Pengurus
sekolah wilayah hadir berdasarkan perkembangan orang Papua yang kian
terbelakang dari sisi pendidikan dan ekonomi politik. Dan pula peradaban orang
Papua untuk mengembangkan tingkat pengetahuan melalui pendidikan formal. Menurut
KKBI dalam Poerwadarminta : 1999), sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk
belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut
tingkatannya, ada sekolah dasar, sekolah lanjutan, dan sekolah tinggi.
Sekolah
pada awalnya berkembang melalui misionaris dengan membuka lembaga lembaga
pendidikan di Papua. Salah satu hal yang mesti kita ketahui adalah di beberapa
daerah seperti Paniai, Manokwari, Wamena dan daerah lainya, pendidikan
berkembang melalui penyebaran agama (gospel). Untuk itu hingga ada dua lemaga
yang kendalikan pendidikan di seluruh Papua yakni YPK dan YPPK. Keduanya dari
gereja Katolik dan Kristen protestan.
Kedua
lembaga itu telah berjasa membangun peradaban lewat sekolah-sekolah dan
pendidikan dalam bidang lain meliputi etika, keagamaan dan praktek kejuruan
serta pendidikan sosial budaya di seluruh Papua.
Lembaga
Pendidikan YPPK dan YPK fokus dalam mengemangkan karakter pendidikan yang
memanusiakan manusia Papua dan memerdekakan orang Papua dari kebodohan serta
mempersatukan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan.
Hasil
proses perkembangan pendidikan melalui YPPK dan YPK mampu membentuk manusia
menjadi lebih berbobot dengan autput yang terihat sehingga pada masa kini orang
Papua mampu membangun daerah berdasarkan proses peradabaan pendidikan misi dan
lembaga pendidikan YPPK dan YPK. Hingga kini tercipta orang Papua yang genius
dan mampu membangun daerah sebagai output dari lembaga tersebut.
Kisah
mengenai pendidikan di Tanah Papua itu menjadi suatu kenyataan bahwa sekolah
diyakini menjadi pintu bagi kemandirian orang Papua.
Namun,
pada prosesnya Perkembangan Lembaga YPPK dan YPK ini tidak berjalan sesuai
dengan lisensi pendidikan pada sebelumnya. Perjalanan pendidikan lembaga ini
mundur pada alur yang tidak memerdekakan Orang Papua atau berbalik arah dari
tujuan utama yakni memerdekakan orang Papua dari berbagai proyek masalah yang
ada di Papua.
Ketika
Penulis mengunjungi beberapa tempat di Paniai, Deiyai dan Dogiyai serta di
Intan Jaya sekolah sekolah yang di bawah yayasan tersebut kini mulai padam.
Pendidikan YPPK dan YPK mulai padam akibat belum adanya perhatian dari berbagai
elemen di setiap Kabupaten.
Bahkan
beberapa Sekolah di seluruh Papua sudah tutup dan ancam tutup. Hal ini di
akibatkan karena belum adanya perhatian khusus dari Kabupaten, NGO’S, Kapasitas Pengelola dan Ambisi Jabatan.
Perhatian Kabupaten Belum Terpandang
Pada
dasarnya sekolah adalah tempat menimbah ilmu pengetahuan secara formal melalui
proses belajar mengajar. Selain itu sekolah adalah tempat mempertemukan murid
dengan guru dalam waktu yang di tentukan. Berdasarkan sistem pendidikan di
Indonesia Sekolah memiliki tingkatan TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Tingkatan sekolah tersebut merupakan peratihan khusus dari pemerintah kabupaten
dan yayasan.
Sehingga
dengan demikian, sekolah di setiap Kabupaten memiliki tanggung jawab penuh dari
Intansi terkait untuk terus mengawasi. Terlebih khusus pada dinas pendidikan dan
pengajaran kabupaten setempat. Seiring dengan hadirnya dinas atau OPD tersebut mampu
mengawasi serta menjadi pedoman pembangunan sekolah yang layak di gunakan oleh
Guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.
Organisasi
perangkat daerah juga harus menjadi transformasi pendidikan dengan berkemangnya
kurikulum nasional 2013. Sekolah dan proses belajar mengajar dikurikulum baru harus
sejajar agar tidak terbelakang terhadap perkembangan pendidikan pada masa
transformasi.
Namun,
belakangan ini pendidikan di Papua khususnya dalam pengelolaan sekolah, pengadaan
sarana prasarana sekolah, serta optimalisasi proses belajar mengajar sudah
mundur berapa langkah serta menuju kehancuran. Hal ini di buktikan dengan
beberapa sekolah masih menggunakan gedung sekolah sekolah yang lama.
Hingga
kini masih saja menggunakan sistem yang lama, dengan gedung sekolah yang lama
dan proses belajar mengajar pun tidak berjalan baik. Selain itu beberapa
sekolah sudah tidak aktif melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah
diakibatkan Gedung Sekolah yang rusak total, Guru yang Kurang, Kepala sekolah
yang tidak menetap hal demikian terjadi akibat belum ada pengawasan dari
Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Belum ada pengawasan terhadap penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah dari Intansi terkait di Papua.
Kapasitas Pengelola Yayasan YPPK dan YPK
Dalam
perkembangan sekolah di Papua perlu membutuhkan perangkat kerja mampu membangun
pendidikan berbasisi budaya lebih khusus
Pengelola Yayasan Pendidikan Katolik dan Kristen di Papua lebih kompeten
untuk menjadi perangkat pendidikan dengan membangun sistem Kapasitas atau kapabilitas sebagai
sebuah ukuran kemampuan
dari seseorang atau institusi
yayasan YPPK dan YPK dalam
menjalankan
fungsinya.
Istilah "kemampuan"
atau juga di sebut Kapasitas mempunyai banyak makna,
Jhonson dalam (Cece Wijaya,1991:3) berpendapat
bahwa "kemampuan
adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai
kondisi yang diharapkan".
Sementara itu, menurut Kartono (1993: 13) bahwa “kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan keterampilan teknik maupun sosial yang dianggap melebihi
dari anggota
biasa”. Lebih lanjut, Syarif (1991: 8)
Kemampuan yang Penulis maksudkan dalam pemahasan ini
berdasarkan beberapa pendapat diatas ini antara lain: kecerdasan, menganalisis,
bijaksana mengambil keputusan, kepemimpinan dan
pengetahuan tentang pekerjaan.
Ketika Penulis memantau langsung di beberapa Kabupaten di
Pegunungan Tengah lebih khusus di Kabupaten Deiyai, Paniai, Dogiyai dan Nabire sangat
terbatas kemampuan para pengelola atau
perangkat ( ketua, wakil dan sekretaris) Yayasan YPPK dan YPK.
Di beberapa daerah ini perangkat pengelola belum memiliki
kemampuan yang mampu memetakan persoalan di lingkup yayasan. Dan belum mampu
mengambil keputusan, kebijakan, penempatan Guru, Pengawasan, serta penuh
nepotisasi jabatan kepala sekolah.
Mengacu pada kapasitas dari pada Pengelola (perangkat) Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK)
dan Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) di Papua dan lebih khusus Meepago senantiasa perlu memiliki suatu
daya kesanggupan,
keterampilan, pengetahuan
terhadap pekerjaan dalam pengimplementasian tugas-
tugas dan fungsi masing-masing di dalam lingkup kerja.
Ambisi Jabatan
Jabatan
Kepala sekolah dan Jabatan di tingkat Yayasan pada umumnya telah menjadi ambisi
para orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Seiring dengan berkembangnya
situasi ekonomi yang kian melonjak tinggi, pula semakin bertambah orang yang
berambisi untuk menduduki jabatan-jabatan demikian.
Jabatan
Ketua Yayasan mulai diduduki dari berbagai latar belakang pendidikan yang
berbeda mulai dari Guru, Sarjana, Pendeta dan Imam Katolik. Kemudian publik
belum mengetahui juga kapasitas pengelolaan dan pengambilan keputusan kebijakan
yang berbeda.
Lebih
parah mereka yang menjadi Ketua dan lainya belum memiliki Kapasitas yang
memadai untuk membangun keharmonisan dalam berjalannya pendidikan untuk Yayasan
tersebut. Kemudian kepala sekolah yang diangkat tersebut pun belum memiliki
kapasitas karena diangkat berdasarkan kepentingan tertentu.
Penulis
pernah bertemu dengan tipe orang seperti demikian di beberapa daerah seperti
Paniai, Deiyai, Dogiyai dan Nabire. Mereka menjabat ketua Yayasan YPPK dan YPK
hanya untuk kepentingan penempatan Kepala sekolah di Kabupaten kabupaten
tersebut diatas.
Lagi
pula, dalam beberapa wawancara dari Penulis kepada beberapa guru tua di Deiyai
menyatakan bahwa Penempatan Kepala Sekolah hanya semata tidak pernah melihat golongan
dan pangkat. Penempatan ditempatkan hanya orang asli di sekitar sekolah itu.
Pada hal Kepala sekolah pada Zaman dulu bertugas secara bebas meskipun Jauh
dari Kampung asalnya dengan syarat Selalu hadir mengajar.
Sehingga
dari beberapa pendapat orang tersebut menandakan bahwa jabatan kepala sekolah
dan ketua yayasan hanya sebagai sebuah perusahan yang hanya untuk menamkan modal
usaha korupsi dana BOS dan menempatkan jabatan itu secara kekeluargaan tanpa
melihat kualitas (kemampuan) pribadi.
NGO’S Belum Memberikan Pandangan
Organisasi
organisasi yang kokoh berdiri diluar dari pemerintahan maupun swasta kini
semakin banyak untuk selalu memantau situasi dan perkembangan serta persoalan
yang terjadi di Setiap daerah di seluruh Indonesia lebih pada Papua dan
Meepago. Organisasi LSM dan lainya masih aktif dan selalu memantau perkembangan
politik, sosial, ekonomi, teknologi dan memantau persoalan yang lainya.
Selain
dari itu, Organiasi Gereja, Organisasi Mahasiswa, organisasi Kiri pun semakin
muncul dan masih menyuarakan dan menyuarakan berbagai persoalan yang membendung
masyarakat lebih khusus persoala pendidikan di Papua.
Organisasi
mahasiswa sebagai organisasi perubahan turut memberikan solusi solusi khusus
serta wawasan pendidikan alternatif kepada Yayasan dan Kepala sekolah dan selalu
memberikan kontribusi yang sangat positif dalam perkembangan penanggulangan
masalah dalam perangkat kepala sekolah dan ketua Yayasan.
Tetapi
pada proses perkembangan pada masa ini Organisasi organisasi mahasiswa dan
organisasi organsiasi non pemerintah berbalik arah dan belum dapat memberikan
serta belum bekerjasama untuk membentuk berbagai program yang fokus pada
penangangan masalah pendidikan lebih pada yayasan persekolahan katolik dan
yayasan persekolahan Kristen sehingga pada saat ini Sekolah-sekolah yayasan
YPPK dan YPK telah menjadi korban kepentingan dari Yayasan dan Kepala Sekolah.
Hal ini dapat dilihat dengan fenomena pendidikan di Papua khususnya di Paniai
Deiyai Dogiyai dan Nabire yang terjadi belakangan ini.
Penulis Adalah Anak Muda Peduli Demokrasi Deiyai