Oleh: Moses Douw
Sebuah
kisah suci seorang pengabdi, ia bertugas dengan fasilitas yang tidak memadai
sangat berharga dari pada seorang pengabdi yang hanya handalkan fasilitasnya.
Pendahuluan
Pada sebelumnya, pada tahun 1855-an Papua
sering di perebutkan oleh beberapa negara adi kuasa yang hanya untuk
mengeksplorasi tanah Papua dari sekian aspek
kehidupan yang ada. Hal itu di sebabkan oleh beberapa
faktor yakni: pertama untuk mengekspansi potensi alam, dan hanya untuk
mendirikan kerajaan dari negara adi kuasa itu sendiri.
Dalam ekspansi dan eksplorasi Tanah Papua
dari beberapa negara ini, di pastikan bahwa ketika itu Papua memiliki Klen dan
multi suku yang tinggal menetap di Pulau itu. Dalam kisah sejarah bahwa antara
suku sering terjadi perang, enta perang dendam maupun perang hak. Dalam situasi
ini banyak sifat konflik yang terjadi di Papua pada sebelumnya. Entah mengapa
demikian sebab budaya adalah identitas
yang dimiliki.
Sehingga ditengah ketidaktahuan dan perang
itu datanglah terang bagi umat manusia di Papua. Ketidaktahuan dalam berbagai
aspek di Papua, yakni aspek politik, ekonomi, Pendidikan dan Agama. Dalam kisah
sejarah dituliskan bahwa Otto dan Geissler pernah membuat sejarah pertama bagi
orang Papua. Mereka adalah orang Pertama menerbitkan cahaya bagi Papua. Namun
banyak aspek kehidupan yang Papua saat itu dibutuhkan.
Cahaya itu mulai berkembang lagi kepada orang
Papua yang saat itu sangat tidak mengetahui seperti apa dunia ini. Kemudian
bangsa netherland juga membuka beberapa pos Belanda untuk memperluas cahaya itu
di Tanah Papua.
orang Papua juga tak ingin tertinggal dari
segala aspek dan ingin untuk mengetahui dimana cahaya dan apakah cahaya itu
bisa orang Papua miliki? Cita-cita orang Papua lama-kelamaan semakin tinggi
untuk mengetahui dan menjadi orang yang membawa terang bagi dan untuk negerinya
sendiri. Kemudian hanya untuk seorang pembawa cahaya rang Papua merupakan
banyak usaha untuk menempuh dan banyak lagi yang tak menempuh. Yang menempuh
cita-cita mereka menjadi tuan dan menjadi cahaya bagi mesyarakat Ia sendiri.
Dengan, perjungan yang keras orang Papua pun
menjadi cahaya bagi Tanah Papua. Itupun hanya sebagian orang. Dengan itu
situasi Papua sangat senang untuk menerima seorang pembawa cahaya bagi tanah
Papua yakni: Pastor, Guru, Katakese dan Pendeta. Saat itu sangat senang untuk
menjemput terang namun kini terbalik orang Papua malas untuk menerima Cahaya
untuk Papua.
Oleh sebab itu, kini semakin banyak pembawa
cahaya untuk Papua namun hingga kini belum secara maksimal meneragi Tanah Papua
sebab sifat apatisme dalam masyarakat Papua kini sudah terjaling dengan sikap
buruk Indonesia di Papua. Pada halnya yang penting di Papua adalah Pastor,
Guru, Katakese dan Pendeta. Dan bagaimana sistem ekonomi komunal di Tanah Papua
sejak dahulu hingga sekarang dengan adanya pembawa cahaya yang sangat banyak di
bandingkan dengan dahulu yang sangat minim.
Pentingnya Guru, Pastor dan Pendeta
Dahulu di Meuwo yang paling
penting adalah Guru, Pastor dan Pendeta. Berdasarkan sejarah dalam sepajang
abad di Meuwoo kebanyakan yang menjadi pembawa cahaya adalah Guru, Pastor dan
Pendeta. Hal ini kita bisa lihat dalam kisah sejarah dan beberapa Buku yang di
tuliskan dalam hidup ini bahwa guru, pastor dan pendeta kebanyakan dari Belanda
dan Ambon. Sebagian besar, guru di tahun 1950-an dan 1960-an terbanyak dari
Ambon dan Belanda. Hal ini dituliskan oleh Moses Kilangin dalam bukunya.
Sedangkan Pastor dan Pendeta kebanyakan dari Belanda dan Indonesia saat itu.
Dalam
situasi yang gelap di Papua khususnya di daerah Meuwoo salah seorang
Pastor masuk ke daerah Meuwoo untuk mengabarkan cahaya kepada umatnya melalui
Kali uta. Dan sebelumnya itu, pernah juga mendirikan benteng cahaya di mansinam
Manokwari oleh pewarta dari eropa yang kini dikenal dengan Otto dan Geissler.
Dan daerah meuwooadalah Pater Tilemans yang saat itu di jemput dan diterima
baik oleh seorang bijak dari Meuwoo yakni Auki Tekege.
Dari peristiwa itu, nilai yang berharga di
kehidupan orang Mee merupakan bagaiman mereka menjemput seorang pembawa cahaya
itu. Saat dahulu orang Mee hanya untuk menjemput mereka harus mereka korbankan
sesuatu dan mereka harus membuat sebuah perdamaian sebagai temu kangen. Nilai
positif yang hilang dalam kenyataan ini adalah nilai penjemputan yang di hadiri
dengan tarian adat serta tubuhnya menghiasi pakaian adat. Dan juga orang Mee di
masa lalu berani untuk mandi hujan, pecek, keringat dan kelelahan.
Masyarakat mereka berpikir bahwa guru, pastor
dan pendeta adalah pengubah dunia di Pedalaman Papua. Serta mereka adalah
pembawa cerah bagi masyarakat komunal.Ditengah masyarakat yang hanya berpikir
dan berputar dalam lingkaran budaya itulah muncul pemikiran baru untuk
berpendidikan dan bersaing dengan dunia Luar. Sehingga dengan itu, seorang
pastor saat itu membuat keluarga jadi bersatu, menegakan hukum Tuhan dan
menentang berbagai permusuhan antar suku dan klen lainnya. Dengan beralaskan
perdamaian secara hukum Tuhan di dalam kehidupan orang Mee.
Ketika kita bandingkan sejak sebelumnya dan
setelah kedatangan seorang Pastor di Mepagoo, yang paling penting dalam
kehidupan Papua sejak dahulu hingga sekarang adalah bagaimana kita menyediakan
Guru, Pastor dan Pendeta. Sebab, dalam kehidupan orang Mee sangat butuh pembawa
cahaya. Itulah kewalahan utama dalam kehidupan orang Papua selama pertengahan
abad ini, sebab tak mudah mengubah dunia dalam tatanan masyarakat.
Perubahan Dan Perkembangan Zaman
Pulau Papua yang kaya akan ketertinggalan
ini, secara historis merupakan sejarah perkembangan dan perubahan dalam
perkembangan zaman untuk menghadapi zaman yang modern. Menghadapi zaman modern
semakin berkembang dan selalu berubah dan semuanya itu teralih kedalam tatanan
hidup modernitas dan global. Dengan itu kami terlambat untuk menghadapi untuk
semua itu. Namun ada pula tokoh perintis dalam sejarah Pegunungan Tengah Papua.
Untuk membagikan dan menerangkan seluruh tanah Papua dengan cahaya.
Berdasarkan sejarah bahwa orang Mee adalah
suku pertama yang meneragi muka bumi
Papua khususnya pegunungan tengah. Dalam Bukunya “Moses Kilangin” menjelaskan
bahwa orang Papua mengenal pendidikan ketika tahun 1950-an namun sebelumnya
mereka sudah kenal dan kontak dengan orang Luar seperti Belanda Ternate dan
seluruhnya Eropa. Pada tahun 1950-an orang Papua tak ingin diam dan tertutup
seperti suku yang di Papua. Orang Mee membukan diri keluar dan mereka di
Sekolahkan keluar tidak hanya Koki atau pembantu. Sejak tahun 1965 guru-guru
Mee yang telah bertugas mulai dari Bilogai, Bilai, Ilaga, Mulia, Karubaga,
Wamena, Tiom, Ilu, Yahukimo sampai Oksibil. Hingga kini kita kenal guru pertama
suku Mee adalah Paulus Ukago, David Pekei dan Willem Songgonao. Konon mereka
jadi guru tahun 1962 yang dikirim misionaris katolik. Banyak juga guru dari
Kingmi. Karena guru di pegunungan tengah hampir 90 persen adalah guru-guru dari
suku Mee yang lulus tahun 1966 sampai dengan 1988.
Pada umumnya guru, pastor dan Pendeta di
Papua semuanya bersilangan atau tidak hanya mengajar dan mengabarkan dikampung
halamannya. Namun peyebaran pembawa penerang di Papua secara bersilangan.
Maksud bahwa guru-guru dari orang Mee mengajar di Wamena dan Merauke. Apalagi
mereka dari (Meeuwodide) mereka mengapdi, mengajar dan mengabarkan dikampung
lain, hingga saat ini yang terpopuler adalah Wamena, Pegunungan Bintang, Puncak
Jaya dan lainya. Namun demikian, secara langsung seorang guru, pastor dan
pendeta yang turun mengajar disuatu tempat tertentu pasti melalui penyesuaian
yang lama dengan peduduk asli disuatu tempat atau intraksi sosial meskipun itu
satu ras (kulit coklat dan rambut keriting). Sering penyesuaian mereka, tak
seiring dengan budaya dan tatanan hidup suatu suku sehingga kadang menimbulkan
suatu persoalan dalam mengajar disekolah, hanya karena perbedaan identitas
suku-suku di Papua itu sendiri. Tetapi sebagian besar guru, pastor dan pendeta
berhasil untuk menempati pelosok-pelosok di Papua untuk menerangi manusia
Papua.
Dengan deskripsi diatas ini, menandakan bahwa
interaksi sosial antara masyarakat setempat sangat berperan aktif dalam proses
mendukung seorang guru, pastor dan pendeta untuk mengajar, mengabarkan di
tempat tertentu. Saat dahulu, seorang guru gagal mengajar dan mengabarkan injil
di Papua hanya karena tak bisa meyesuaikan dengan masyarakat daerah tersebut
dan sangat berbeda dengan ideologi didaerah guru disebut. Namun, guru, pastor
dan pendeta tua dari suku Mee memang sangat licik dalam demikian sehingga
masyarakat asli Papua juga menerima seorang pengajar dan penginjil dengan baik
hati. Oleh karena itu, seluruh guru, pastor dan pendeta di Papua sangat luar
biasa karena selalu berkomitmen untuk mengajar dan mengabarkan injil dengan
penyesuaian sosial yang cepat dan kelicikan dalam peyesuaian diri sangat tinggi
sehingga tugas di suatu tempat atau pelosok-pelosok juga berjalan sesuai dengan
harapanya.
Seketika mengikuti perkembangan dan perubahan
di Papua secara menyeluruh orang Mee sangat tertinggal dari setiap suku di
Papua. Analisa ini berdasarkan observasi antara suku Dani dan suku Mee di
Papua. Pada sebelumnya orang Mee yang didik dan mengabarkan Injil di La-Pago
namun perubahan sangat pesat terjadi di bagian La-pago dengan pembangunan SDM
serta Pembangunan Fisik dan nonfisik di La-Pago.
Sayangnya negeri yang menjadi penerang
(Me-Pagoo) kini tertinggal dari perubahan dan perkembangan. Misalnya, banyak
murid dan mahasiswa yang kirim ke luar negeri dari La-Pago, pembangunan sangat
jelas, transparansi dalam pembangunan, ijasah asli di La-Pagoo dan Ijasah Palsu
di Mee-Pago. Hal ini terjadi berdasarkan sepata kata yang selalu manusia
ungkapkan yakni “ Mereka yang duluan akan terbelakang dan Mereka yang
terbelakang akan kedepan”. Memang hal ini kini secara nyata terjadi Me-Pagoo
dan La-Pagoo. Sebab suku Mee sangat
tinggi sifat Egoisme.
Pusat Ekonomi Bagi Warga Miskin
Pada sejak dahulu, sejak guru, pastor dan
pendeta menerangkan dan mengabarkan terang bagi masyarakat di Papua mereka
adalah pusat ekonomi bagi masyarakat miskin di tempat tugasnya. Secara
langsung, saat itu masyarakat Papua terbagi dalam kelas-kelas sosial dalam
peringkat ekonomi di Papua. Kelas-kelas sosial itu membagi kedalam Kelas
menengah atas, kelas menengah dan kelas menengah bawa. Kelas menengah atas saat
itu adalah mereka yang memberikan upah atau gaju untuk penerang dan penginjil,
kelas menengah adalah penerang (guru)
dan penginjil (pastor dan pendeta) dan kelas menengah bawa adalah mereka yang
belum tahu dan masyarakat di Papua saat masa pekabaran injil dan penerang
Papua. Maka, yang di maksudkan dalam warga miskin adalah masyarakat Papua yang
bukan penginjil dan penerang serta pemberi upah.
Masyarakat Papua bisa hidup tanpa uang dan
pemenuhan ekonomi yang lainya di tanahnya sendiri, dengan hasil buruan dan
nelayan tiap hari di hutan, laut dan danau. Hal ini di tuliskan dalam tesis
yang dijadikan sebagai bukunya oleh Rosmadia Sinaga. Selain itu orang Papua
juga merupakan alat bayar yang sah di kalangan orang Papua sendiri selain itu
barter. Kulit bia adalah alat bayar yang sah yang dipakai dalam proses
transaksi saat dulu di beberapa daerah di Papua.
Namun sayangnya, ketika orang luar masuk ke
daerah Papua orang asli di kenalkan dengan berbagai sistem ekonomi, sistem
politik dan sistem sosial yang baru. Sistem ekonomi yang dikenalkan adalah
untuk membayar atau memiliki suatu barang harus berdasarkan uang, yang baru
dikenalkan dari luar dari Papua. Pembayaran yang sah dalam transaksi kulit bia
digantikan dengan uang kertas. Dengan demikian keadaan ini orang Papua sangat
tertinggal dan sulit untuk mendapatkan uang kertas yang di sebarluaskan dari
Negara Jajahan. Situasi ini sangat sulit untuk di sesuaikan oleh orang Papua
saat dahulu sebab, untuk medapatkan uang harus menjadi seorang penerang dan
penginjil di daerah Papua.
Paling beruntung pada situasi itu, orang
Papua itu juga merupakan kelas menengah yang bisa memberdayakan kelas bahwa.
Kelas menengah pada saat dahulu sangat penting dalam masyarakat selain menjadi
pengajar dan penginjil mereka juga menjadi Kelas menengah merupakan pusat
perputaran uang dan ekonomi di daerah Papua. Misalnya, dalam sebulan masyarakat
selalu memberikan hasil panennya kepada penerang (guru) dan penginjil (pastor
dan pendeta) untuk di bayar di saat mereka mendapatkan Gaji atau upah. Penerang
dan Penginjil menjad pusat perekonomian untuk masyarakat pada saat dahulu, yang
menjadi persoalan adalah siapa yang ingin bekerja untuk mendapatkan uang?
Oleh karena itu, bukan hanya demikian saat
dahulu mereka juga merupakan pusatnya sarana dan prasana masyarakat dalam
kehidupan. Secara umum bahwa sistem ekonomi masyarakat terdapat di penerang dan
penginjil karena selain mereka berjuang untuk hidup mereka merupakan sumber
hidup bagi masyarakat. Maka dahulu kesejahtraan masyarakat, mereka patokan dari
penerang dan penginjil. Ketika kehidupan guru, pastor dan pendeta sudah
terjamin maka akan terjamin pula
kehidupan ekonomi masyarakat sebab pusat perekonomian pada zaman dahulu adalah
terdapat di guru, pastor dan pendeta.
Peredaraan Uang di Indonesia
Pentingnya guru, pastor dan pendeta di
daerah, kini sudah mulai lumpuh dan mundur ke belakang khususnya di daerah
meuwodidee sedangkan di daerah lain di Papua semakin maju. Situasi ini sangat
penting untuk kita proteksi demi perubahan demi masa yang akan datang dan
generasi Bansa Papua. Hal ini pastinya merupakan penyebab yang selalu
menghambat bagi pentingnya guru dan lainya.
Pemerintah merupakan lembaga utama dalam
mengatur persebaran guru, dan beberapa penginjil di seluruh tanah Papua agar
merata secara adil dan beradab. Secara umum pemerintah juga bisa mendukung
guru, pastor dan pendeta untuk mengajarkan, menerangi dan mengabarkan kabar
tentang perdamaian. Untuk itu seperlunya lembaga pemerintah daerah Papua adalah
ujung tombak bagi mereka dan masyarakat agar terjadinya kesejahtraan di dalam
masyarakat. Agar kesejahteraan itu tersebar di semua lapisan orang Papua bukan
hanya untuk kelas menengah atas.
Namun khususnya pada tahapan awal proses
permanjaan dari Indonesia terhadap Papua mulai muncul pada tahun 2001 dengan
memberikan otonomi khusus bagi Papua dan Papua Barat berdasarkan subsidiaritas.
Namun tak hanya oronomi tetapi terjadinya pemekaran daerah pun demikian.
Otonomi ini di berikan berdasarkan bantuan yang tidak langsung membangun daerah
namum di berikan untuk memanja dan untuk menjaga kesatuan NKRI. Dampak otonomi
khusus di Papua ini sangat tinggi dan sangat kompleks apabila kita jabarkan
secara sistematis. Secara umum, dampak yang sering terjadi yakni di aspek
ekonomi, politik, posial, pudaya, dan lainya.Tetapi dampak yang sangat unik
selalu berpengaruh dibidang pendidikan dan budaya khususnya pada masyarakat.
Berdasarkan penjabaran jelas bahwa, otonomi
khusus, pemekaran gereja dan pemekaran daerah membuat dan memudahkan masyarakat
untuk mendapatkan uang secara instan atau secara langsung. Masyarakat selalu
mendapatkan uang hanya dengan berikan proposal atau berdasarkan sistem
kekeluargaan. Mendapatkan uang tak seperti dahulu, yang merupakan uang harus
kerja atau membuat sesuatu yang berguna bagi sesama. Sepata kata sering
uangkapkan adalah “Kerja dulu baru dapat uang”.
Perputaran uang yang dahulu hanya guru,
pastor dan pendeta ini merupakan nilai positif yang kita petik yakni niat untuk
bekerja kini mulai berkurang. Hal ini kita bandingkan pada saat ini, masyarakat
lebih banyak penonton dari pada kerja. Dahulu orang Papua sudah berakar dan berdarah
kerja, polosofi hidup mereka salah satunya adalah kerja. Karena ketika kita
kerja kita dapat makan, hidup dan beraktifitas. Itulah keutaman dalam orang
Papua, apalagi orang Mee berdasarkan Pilosofi orang di tuntu untuk melihat,
berpikir dan bekerja.
Oleh karena itu, sistem perputaran uang saat
dahlu kini sudah hilang sirna dengan berbagai kebijakan Indonesia. Dahulu
perputaran uang hanya di guru, pastor dan pendeta dan itupun memberikan nilai
yang istimewa bagi masyarakat serta mengangkan pilosofi orang Papua itu
sendiri. Namun kini dengan berbagai kebijakan Indonesia persebaran uang
merajalela sehingga orang Papua lupa dengan apa yang mereka miliki. Sehingga
pada zaman sekarang ini guru, pastor, dan pendeta dianggap biasa, dan mereka
pun tidak dihormati seperti dahulu. Hal ini terbukti, karena dahulu hanya
mereka mau jemput guru, pastor dan pendeta masyarakat mandi pecek, berpakaian
adat dan mandi hujan dengan senang hati sebab mereka adalah penerang dan
pengabar injil di tanahnya sendiri. Namun hingga kini, orang beranggapan mereka
biasa saja dan muncul sifat-sifat yang lain.
Muncul
Apatisme
Dalam perkembangan zaman dan peredaraan uang
sangat memiskinkan peradabaan orang Papua khusunnya orang Mee. Mengapa?
Kehidupan yang sebenarnya telah dihanyutkan dengan situasi saat ini. Apalagi
orang Mee mulai terbelakang dari Suku lain di Papua. Dalam hal ini, orang Papua
khususnya suku Mee kini mulai terpengaruh dengan dan lupa apa yang perlu di
tahankan dan perlu untuk mewariskan.
Hal diatas ini, terbukti dengan beberapa
fenomena sosial yang terjadi di Papua khususnya di Meuwoodide. Orang Papua tak
ingin tertinggal dari perkembangan zaman, sehingga orang Papua pun selalu
ternoda dengan arus perkembangan zaman. Namun orang Papua pun selalu tidak
memikirkan dan melihat dampak kecil yang selalu kita dapatkan.
Dengan demikian, dengan perkembangan dan
situasi itu menandakan kepada kita bahwa orang Papua khusunya orang Mee selalu
apatis dengan guru, pastor, dan pendeta. Sayangnya orang Papua bersama
pemerintah selalu meremehkan mereka. Sering terjadi masyarakat berpikir bahwa
Guru, Pastor dan Pendeta adalah manusia biasa serta tidak membawa perubahan
bagi tanah air serta mereka hanya menghabiskan waktu dan tempat untuk
kepentingan tertentu.
Tak seperti dahulu, yang selalu
menghandalkan, meninggikan, dan menjemput guru, pastor dan pendeta dengan mandi
hujan, mandi lumpur, dengan tarian adat Papua enta dalam keadaan dan kondisi
apapun. Sebab meraka adalah penerang dan pengabar, kebaikan dan perdamaian.
Harapan
Kami dilahirkan dalam keluarga yang sangat
mewah, kami selalu dijadikan sebagai pekerja dan dihadapkan dengan kemewahan
tanpa mempelajari bagaimana proses kemewahan itu? Kami sangat di tinggalkan sebab kami selalu tergantung hanya
pada mereka yang memberikan kami kesempatan.
Begitupun juga dalam kehidupan pendidikan dan
agama, kami selalu di bina dan dikabarkan, oleh orang yang luar dari lingkaran
kami demi meloloskan kepentingan lingkaran mereka. Ini menjadi pelajaran yang
sangat baik untuk kita orang Papua, bahwa pentinya guru, pastor dan pendeta di
Tanah Papua, lebih penting pula mereka juga orang asli Papua yang bertugas di
daerah Papua.
Maka dengan demikian, Papua merupakan daerah
yang terbelakang di zaman modern, dan masyarakat Papua yang terdepan di zaman
modern, perlu untuk mengetahui oleh masyarakat dan pemerintah daerah Papua
untuk perubahan di Masa yang akan datang sebagai berikut:1) Pemerintah daerah
Papua khususnya di daerah Mee-Pago harus mementingkan guru, pastor dan pendeta;
2) Masyarakat juga harus kembali pada satu tujuan untuk mengangkat filosofi
kerja demi menjaga krisis sosial, ekonomi dan budaya; 3) Persebaran guru harus
di ratakan oleh seluruh kepala daerah di Tanah Papua; 4) Pendeta dan pastor
harus di wajibkan untuk menjadikan diri sebagai penerang dan pengabar; 5)
Pemerintah daerah harus batasi pemekaran daerah di Papua; 6) Setiap Keuskupan
di Papua harus batasi pmekaran Paroki di setiap Pelosok di Papua; 7).
Masyarakat Papua harus kembali mengangkat kebudayaan Filosofi orang Asli Papua;
dan 8) Masyarakat Papua dan pemerintah harus menghilangkan Apatisme dalam aspek
pendidikan, dan agama
Oleh sebab itu, penulis berharap agar semua
gerakan, dewan adat, pemerintah, gereja, dan NGO untuk mendeteksi persoalan
seperti demikian agar kehidupan orang Papua semakin beradab dan mendeteksi
penyebab pengaruh dan dampak persoalan di Papua. Lebih khusus untuk Guru,
Pastor dan Pendeta di Tanah Papua.