Ormas
(Paksi Katon, Laskar Jogja, Pemuda
Pancasila dan lain-lain) dan Angkatan
Bersenjata Indonesia mengepung Mahasiswa Papua dan Asrama Papua di Yogyakarta
pada (16/7/2016).
Motif
dibalik pengepungan ini terjadi diskriminasi terhadap Orang Papua melalui
Mahasiswa Papua. Berdasarkan penyebutan Orang Papua sebagai Monyet ini merupakan sebuah kata-kata
dan bahasa permanen yang secara turun temurun di wariskan kepada generasinya Yogyakarta.
Hal ini kita buktikan dengan penyebutan terhadap mahasiswa Papua yang baru-baru
ini menjadi tren. Sebab kata itu, sebutkan selama 12 jam di depan Asrama Papua
di Yogyakarta.
Pada
beberapa tahun yang lalu, pernah melukai lagi hati orang Papua di Jakarta oleh
Cita-citata dengan memperburuk harkat dan martabat sebagai orang Papua. Hal ini, menjadi topik
utama orang Papua dan sangat menyakiti orang Papua. Namun, dalam proses hukum
Cita-Citata mempermudah untuk tidak di Adili melalui proses Hukum sebab hukum
rasisme adalah hukum yang tertinggi di Dunia
namun Indonesia kadang menjadikan hukum bayaran.
Pembedaan
terhadapa orang Papua kulit hitam dan kulit sawo sering terjadi di beberapa
kota di Indonesia. Terutama juga di Papua dan beberapa kota pelajar di
Indonesia.
Berkaitan
dengan hal ini, di Yogyakarta terjadi yang namanya Rasisme secara besar
besaran. Hal ini terbukti, bahwa di Yogyakarta hanya untuk Kos-kosan, rental
motor, rental ps3, rental mobil, di kampus, dan tempat makan di Jogja selalu di
persulit dengan dasar rasisme. Hingga kini
penyebutan terhadap orang Papua di Yogyakarta menjadi “Monyet”.
Tidak
hanya demikian, mahasiswa Papua dalam menyampaikan aspirasi rakyat atau
menyuarakan suara rakyat Papua di Yogyakarta selalu di tutup, tanpa melihat
latar belakang negara Indonesia sebagai negara Indonesia yang menganut negara
demokrasi di Dunia.
Perlakuan
orang Papua sebagai “Monyet” di Yogyakarta ini merupakan sangat tidak
berdasarkan asas Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Kapan dan dimana
berlakukan pancasila? Apakah Pancasila sebagai dasar dan Pilosofi Orang
Indonesia? Sebab beberapa kali ini, Manusia Papua diberlakukan seperti binatang
di tanah sendiri dan di tanah rantauan seperti di Yogyakarta.
Hal
ini pernah disampaikan oleh Gregorius Sahdan, dosen Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa STPMD “APMD” bahwa “ Manusia Papua dan Mahasiswa Papua jangan berlakukan seperti
Binatang dan harus belakukan Pancasila sila ke-2, di seluruh Indonesia sebagai
manusia yang ber-adil dan ber-adab”.
Terkait
dengan penyebutan “Monyet” ini adalah sikap lanjut terjadinya Rasisme secara
Indonesia terhadap orang Papua, penyebutan ini manusia Papua sangat sakit hati
sebab orang Papua adalah orang Mujizat ditanah Papua dengan suku, budaya dan
alam yang unik.
Rasisme
di Yogyakarta ini secara ilmu modernisme merupakan proses dimana pemusnahan
terhadap suku dan bangsa lain. Hal ini menandakan bahwa rasisme di Yogyakarta
adalah proses pemusnahan terhadap Orang Papua oleh bangsa Indonesia.
Oleh
karena itu, persoalan rasisme adalah persoalan Internasional untuk
menyelesaikan sebab rasisme tak akan habisnya di Negeri ini berdasarkan
pengalaman negara-negara di Dunia ini. Selalu saja, bangsa tertentu menjadi penguasa
demi menguasai bagsa lain. Maka dengan itu, hapuskan rasisme dan Berikan
demokrasi kepada rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri di tananya
sendiri.
Post Comment
Post a Comment