Pada
Bulan Agustus bertepatan dengan hari lahirnya bangsa Indonesia 19 Agustus 2019,
diikuti pula dengan pencemaran nama Indonesia karena telah melakukan Penistaan, pencemaran dan penyebutan nama Monyet
terhadap orang Papua.
Dengan
itu, membuat orang Papua tersinggung dan tidak senang sebutan tersebut. Penghinaan
monyet ini banyak dilontarkan oleh beberapa petinggi Negara hingga Artis dan
Politisi hingga Masyarakat di mana saja. Persoalan ini sering diselesaikan
dengan kata Minta Maaf tanpa berakhir.
Kasus
Natalius Pigai disebut dengan Gorila,
cita citata mencederai budaya
Papua, Kasus Yogyakarta 2016 yang nyatakan orang Papua monyet , Kasus Gorontalo
yang mengakibatkan luka tusukan dengan sebutan monyet dan sebutan lainya.
Peristiwa seperti demikian sering saja di temukan juga dalam media sosial.
Persoalan
penyebutan monyet ini selalu di vonis permintaan maaf. Dari beberapa kasus diatas ini selalu mengungkapkan permohonan maaf.
Contoh Pada tanggal 23 Agustus 2019 Jokowi mengungkapkan kasus mahasiswa
Surabaya dengan sehelai kata Maaf. Ketika minta maaf cobalah tidak sebut , tapi
aneh Selalu masyarakat Indonesia tidak lupa Vonis Kata Monyet terhadap orang
Papua. Namun, pada kali ini masyarakat Papua memang tidak toleransi terhadap
Negara dan Ormas Pemuda Pancasila yang menyebut mahasisawa Papua dan Orang
Kulit Hitam Monyet.
Ketidakterimaan
permohonan Maaf Jokowi dari masyarakat
Papua hingga kini masih melakukan demontransi dimana-mana. “Kami tidak maafkan karena banyak diungkapkan
oleh orang Indonesia kepada kami orang Papua. Dan saya rasa hal ini, negara
doktrin masyarakat dengan rasis. Dan
kami ini dijadikan komoditas ekonomi politik dari orang Non-Papua”. Ujar
Demonstrans dalam Orasi di Nabire.
Menolak Permohonan Maaf
Polda
Jawa Timur membanta ucapan monyet yang disampaikan oleh mahasiswa. Dalam rilis
menampaikan bahwa aggota Polisi memang tidak ucapkan, apalagi ucapakan kebencian
memang mereka larang. Lantaran demikian dalam video yang di viralkan di media
sosial sangat kentara ucapan monyet tersebut.
Dan
Hal yang paling aneh adalah setelah Polda Jatim mengaku tidak ada anggota yang
di ucapkan ujaran kebencian terhadap orang Papua, Namun pada tangga 26 Agustus
2019 keluarkan intruksi penyelidikan terhadap oknum yang ucapkan ujaran
kebencian. Dalam video yang viral itu, yang teriak laki laki tetapi Polda
Jatim vonis pelaku perempuan.
Baby politics Game atau
politik ke kanak Kanakan di permainkan tidak manusiawi dan menunjukan watak
penjajah lebih khusus menipu orang Papua demi menjaga dan meloloskan
kepentingan Negara bukan untuk menegakan pancasila.
Jokowi
pasti tidak umumkan permintaan maaf, apabila sangat sayang dengan masyarakat
Papua dan merupakan jalan alternative yang diambilnya untuk kebaikan Bangsa.
Jokowi Lontarkan kata permohonan Maaf ini bermotif menindas dan kejahatan
rasisme yang tidak terkontrol. Ucapan Jokowi sama halnya meminta maaf kepada
Negara Tentangga, karena apabila Papua Indonesia dia Pasti lakukan tindakan
persuasif untuk penyelesaian masalah Papua.
Jokowi
perintahkan Pasukan Bersenjata Indonesia untuk Amankan Papua, diatas permintaan
maaf. Mengapa TNI/POLRI kerahkan ke Papua, sementara Jokowi sudah minta Maaf? Bahasa
Jokowi yang memang menunjukan moncong senjata kepada masyarakat Papua tentunya
merupakan dalang pembunuhan yang berkepanjangan di Papua. Akibat dari retorika
yang menimbukan masalah dan teradi demo damai di Papua dimana-mana guna meminta
pemerintah tidak melakukan langkah khusus untuk Papua.
Masyarakat
Papua yang tergabung dalam demo, sangat Menuntut Permohonan Maaf Jokowi yang dijawab
dengan mengirim Pasukan. Negara tidak mampu menangani persoalan yang sering
terjadi tapi anggap persoalan itu biasa. Sehingga Permohonan Maaf Jokowi itu
dengan keras menolak dan harus cabut kembali, hal ini disampaikan dalam Demo
kedua di Kabupaten Nabire.
Anarkis Bukan Budaya orang Papua
Anarkis
merupakan budaya kericuhan yang diakibatkan oleh prilaku menyimpan terhadap
suatu persoalan dan pelampiasan emosi yang tidak bisa dikendalikan dengan
perilaku pelaku dengan baik. Anarkis bisa menimbulkan banyak korban enta
bagunan dan korban jiwa.
Sejak
ujaran kebencitan yang diucapkan oleh ORMAS Pemuda Pancasila di Surabaya muncul
demontransi di Seuruh kabupaten di Tanah Papua untuk menyampaikan aspirasi yang
sering terpendam selama Papua masih dalam kontrak Otonomi Khusus untuk Papua. Hari
Pertama demontrasi di Lakukan di Ibu kota Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kami
(Orang Papua) tidak dihargai di Negara Indonesia, maka kami di Negara Lain
masih bisa memerdekakan dan mampu mengangkat kami dari kodrat pendidikan,
ekonomi dan lainya. Kami demonstransi di
Setiap Kabupaten itu merupakan tindakan Demo damai. Orang Papua dalam serajah
tidak pernah membuat asusila dalam demo yang berujung korban.
Demo
yang di Lakukan orang Papua, tentu murni menyuarakan persoalan yang terjadi di
daerah Papua dan tidak mungkin melakukan pengrusakan terhadap alat-alat vital
Indonesia di Papua. Dan Pula untuk memusuhi Orang Non-Papua yang tinggal di
Tanah Papua untuk mencari nafkah.
Aksi
demontransi yang dilakukan oleh orang Papua kemudian pada akhir akhir ini telah
di manfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Hal ini kita bisa
buktikan bahwa di Jayapura adanya pembakaran terhadap kantor Telkom dan
pembunuhan orang Non-Papua terhadap orang Papua. Pembakaran kantor tekom adalah
bentuk kekecewaan warga non-Papua yang tidak terima Bokirnya internet di
Papua. Dan terjadi anarkis bahkan hingga
menimbukan korban meninggal terhadap orang Papua.
Gubernur
Papua telah keuarkan Himbauan bahwa “TNI/POLRI tidak seenaknya menangkap
masyarakat Papua yang sampaikan aspirasi kepada DPRD dan Pemerintah Provinsi
Papua. Karena, Gubernur melihat terjadi kericuhan hingga menimbulkan pembunuhan
warga Pendatang Terhadap orang Papua terjadi dimana-mana”.
Demo
Damai adalah Budaya Orang Papua yang diajarkan oleh pejuang kemerdekaan Papua
pada zaman Belanda. Orang Papua melakukan demo kemerdekaan secara damai
diakukan pada Tahun 1961. Orang Papua juga berpengetahuan yang mampu
menampaikan aspirasi tanpa kekerasan.
Musuh Orang Papua
Secara
jelas orang Papua melawan rasisme bukan dengan kekerasan tetapi orang Papua
menjadikan monyet sebagai bangkitnya semangat demo damai menyampaikan aspirasi
orang asli Papua. Aspirasi itu menyampaikan dengan aman sementara tidak
mengikat peraturan tentang disiplin demo.
Monyet
merupakan binatang yang dianggap tidak punya otak untuk kendalikan mana yang
baik dan mana yang benar. Sebutan monyet itu orang Indonesia mengklaim bahwa
orang Papua sifatnya seperti monyet. Dan bahkan TNI/POLRI menyatakan kerusuhan
dan tindakan anarkis di Papua adalah bentuk cerminan dari manusia Monyet di
Papua yang miripnya sama dengan Monyet.
Kami
nyatakan bahwa monyet orang Papua bukan perilaku monyet yang sering merusaki,
membunuh, mencuri dan mengklain tanpa diselesaikan dengan penyelesaian
persoalan secara lunak dan secara keluarga. Monyet menyelesaikan persoalan
dengan tuntutan mereka kepada pemimpin daerah agar mampu mengambil jalan
alternative untuk pemecahan persoalan di Papua.
Klaim
TNI/POLRI yang di rilis dalam Kompas Media, Kerusuhan di Jayapura dan Manokwari
serta kabupaten lain di Tanah Papua adalah tidak di benarkan. Tentunya bahwa
Kerusuhan di akibatkan karena tidak menerima situasi yang terjadi di Jayapura
oleh Orang Non-Papua.
Dengan
kejadian yang terjadi di Jayapura, Pemabakaran toko dan beberapa Bangunan itu
merupakan dalih permainan TNI/POLRI yang mengatasnamakan orang Papua khususnya
demonstran. Tentunya ini merupakan scenario politik yang di permainkan aparat
keamanan untuk menciptakan konflik Horizontal di Jayapura.
Beberapa
kasus penikaman dan kekerasan penyerangan asrama-asrama di Jayapura oleh
masyarakat non-Papua dan beberapa kelompok
serta suku suku dari luar Papua adalah scenario politik TNI/POLRI guna
memperburuksituasi Demo damai orang ASLI Papua di Jayapura.
Kami
orang Papua nyatakan Demo damai bukan
ciptakan Konflik Horizontal di Papua.
Demonstran tidak untuk melawan masyarakat Non-Papua dan Pengusaha kaki
Lima tetapi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat
Papua kepada pemerintah Propinsi Papua.
Dengan
demikian, Anarkis, kericuhan dan tindakan kekerasan terjadi selama demonstransi
damai orang Papua, tentunya merupakan scenario politik untuk memperburuk nama
dan mengalihkan isu dan scenario aparat kemanan untuk menangkap sejumlah yang
dianggap secara tidak benar mereka pembuat anarkis.
Penulis adalah Mahasiswa Papua Kuliah di Uswim