By: Marxism
Douw
Korban
tewas tertembak di Kabupaten Deiyai adalah murni Pelanggaran HAM berat. Penembakan terhadap masyarakat sipil yang
sedang melangsungkan aksi demo damai dari kantor bupati untuk melanjutkan aksi sebelumnya.
Aksi
itu di Lanjutkan dari aksi sebelumnya 27 Agustus 2019, karena mereka belum
mendapatkan, merestui dan menandatangani sepucuk surat yang di tulis oleh
demonstran yang berisi tentang pernyataan sikat tentang. 1. Menolak rasisme, 2.
Pulangkan Mahasiswa Papua luar Papua dan 3. Hak Menentukan Nasib sendiri Bagi
Bangsa Papua.
Berdasarkan
Informasi Demonstran Markus Bobi yang melarikan diri dari Kasus Penembakan itu,
Menyatakan bahwa “Sejak kami masuk di Depan Kantor Bupati untuk menyampaikan aspirasi
yang kami, namun hal ini dikabulkan dengan hujan peluruh, dan kami tidak
lakukan demo dan sempat berakihr”.
Sama
juga Bahwa Geri Badi mengatakan bahwa, “kantor
Bupati dan beberapa perkantoran milik pemerintah Kabupaten Deiyai di Kuasai
Polisi dan TNI, kaget ketika kantor bupati juga di kuasai TNI dan POLRI. Hingga
melepaskan peluruh panas milik TNI dan POLRI”.
Sedikitnya,
di Kantor Kabupaten Deiyai terjadi penembakan terhadap mayarakat sipil dan
mengakibatkan 8 orang tewas tertembak dan Puluhan Lainya Luka berat serta luka
ringan. Dalam List Korban RSUD Madi mengumumkan korban rawat di Rumah sakit 28
orang dan rawat inap di keuarga sendiri yang masih di klarifikasi.
TNI
DAN Polisi dahulu menembak masyarakat sipil yang sedang aksi demontransi,
Karena masyarakat tidak terima sempat panah beberapa polisi dan TNI yang jaga
di dekatnya. Banyaknya 1 orang meninggal dan 3 orang Luka Ringan di Pihak TNI
dan Polri.
Berdasarkan
Pasal 47 PERKAPOLRI 8/2009 ayat 2 bagian
f disebutkan bahwa “senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk
Menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana Langkah-langkah lebih lunak
tidak Cukup. Begitupun juga pengunaan
Panah oleh orang Mee, mereka tak bisa panah apabila tidak ada yang di serang
enta itu serangga dan senjata Api.
TNI dan POLRI tidak melakukan langkah-langkah
yang lunak untuk aksi demo yang di Kantor Kabupaten Deiyai. Mereka yang
melakukan penembakan tanpa memakai cara
manusiawi dan pendekatan. Karena masyarakat sipil lepaskan Panah setelah Mereka
di Hujani Peluruh Panas. Sehingga 1 orang TNI tewas dan 8 orang masyarakat Sipil
meninggal serta puluhan lainya luka Luka.
Berdasarkan
itu, Letak kesalahan dan oknum terjadinya penembakan di Deiyai adalah TNI dan
POLRI, dan dianggap insiden itu adalah Pelanggaran HAM berat. Lalu mengapa
adanya intruksi tentang pemeriksaan kepada korban yang di rujuk ke Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Paniai.
Mereka
Juga adalah Korban dari penembakan yang diakukan oleh Milter di Deiyai. Korban di Rumah sakit itu adalah bukti bahwa
Negara tidak menjamin keadilan dalam menegakan hokum. Kondisi pasien di rumah sakit sangat tidak
memungkinkan mereka keluar di luar Ruangan.
Hal
ini disampaikan juga oleh Pastor Santon Tekege bahwa “informasi korban luka
yang dirawat di RSUD Paniai ini di Pindahkan POLRES Paniai di Madi. Ini
tindakan yang tidak bisa di benarkan karena kondisi mereka Luka Beragam”.(
Jubi.com/31/2019)
Oleh
karena itu, penembakan di Kabupaten Deiyai adalah insiden Pelanggara HAM Berat.
Maka dengan itu, Kapolsek, Dandim dan Bupati Kabupaten Deiyai serta jajarannya,
segera cari Pelaku penembak dan pelaku terjadinya Ricuh Bukan menetapkan korban
tertembak dan pemukualan luka di RSUD Paniai sebagai pelaku ricuh dan penembak.
Mereka adalah demonstran Damai bukan penembak, pembuat onar dan rincuh.
Penulis adalah Mahasiswa kuliah di Uswim Nabire
Post Comment
Post a Comment