BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Monday, February 17, 2025

Pemukulan Guru Tidak akan Menghianati Hasil


Oleh: Moses Douw

Saya Pernah di Pukul oleh GURU Hingga Bengkak dan Berdarah. Orang tua wali saya pernah mengaduh ke GURU namun, saya merasa bersalah menyesal atas Perbuatan saya. Jujur karena kepala Batu alias perilaku kasar sehingga saya sejak SD Berpindah pindah hingga dari kelas 3 Menetap  di Salah satu sekolah hingga tamat.


Mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah saya sering di pukul oleh guru enta itu, kesalahan saya kecil maupun yang besar. Pemukulan dari guru memang paling  menyakitkan hingga saya berdarah, bengkak dan hal itu yang tidak pernah lakukan oleh Orang Tua kandung saya, meskipun kita harus menerima dengan adil dan progresif.


Pemukulan Dari guru tidak akan ingkar hasilnya, cepat atau lambat siswa yang di pukul oleh guru pada saat Demontransi tersebut ia akan menggantikan Posisi Guru Victor Tebay bahkan bisa lebih dari Guru. Ingat itu!


Pemukulan guru Tua Victor Tebay terhadap siswa yang bukan muridnya di kelas dan sekolahnya tetapi sebagai guru wajar dan terhormat hanya saja kondisi dan waktu yang membuahkan Kritik. Kepolisian Resort Nabire menangkap secara paksa siswa yang mengaduh ketidaksesuaian program nasional untuk Orang Papua. 


Penangkapan yang di langsungkan Polres Nabire, memang tidak wajar sebab melakukan kekerasan selain itu menutup, mengalangi kecerdasan siswa dan membatasi ruang untuk menyampaikan aspirasi serta sangat militerisme terhadap Siswa yang sedang berkembang. Dalam sela-sela itu guru Tua Victor Tebay  melakukan tindakan pemukulan (enta itu dorongan dan atau tamparan) usai di undang Polres Nabire secara paksa. 


Berbeda guru yang memukul setelah motivasi dan guru yang memukul usai atau sedang memberikan motivasi kepada Siswa yang di tahan Polisi Indonesia di Polres Nabire Papua Tengah. Guru Victor Tebay memukul setelah atau sedang memberikan arahan, motivasi dan dukungan adalah hal wajar oleh guru meskipun itu di larang oleh peraturan.


Hal yang membuat tidak wajar adalah Polisi menangkap siswa dan memaksa VIKTOR TEBAY untuk memberikan arahan kepada Murid atau Anak anaknya di tahanan Polres Nabire. Polres Nabire adu domba orang yang tidak bersalah untuk memarahi, memotivasi, memberikan dorongan dan memukul.

Namun demikian, Victor Tebay hadir di Polres Nabire sebagai orang tua dan Guru untuk memotivasi dan membebaskan siswa dari cengkraman militer Indonesia, sehingga tidak sengaja lampiaskan pemukulan terhadap anak dan muridnya. Pada Intinya, pemukulan guru tidak ingkar hasil nantinya.


Tidak boleh sekolahkan anak ke sekolah,  bikin raport sendiri dan mengajar sendiri apabila tidak ingin anak di pintarkan, di pukul, di marah dan di bentak oleh gurunya. Tentunya dengan marahan, pukulan ujungnya ada emas. Di Ujung Rotan ada Emas. Nikmati hasil jerih paya dan semua pemukulan guru karena kerja keras dan orang sabar menjamin kesuksesan dan  tanpa guru kamu tidak memiliki kesempatan untuk sukses.

Wednesday, February 12, 2025

Pasukan Permenas Ferry Awom Sapu Rata Markas Arfai, Batalyon Kasuari

Oleh: Moses Douw


Pernah dengar Lagu dari  Black Brother group band asal Papua yang mengisahkan tentang peristiwa Arfai 1965 di Manokwari, Papua Barat. “Pada tahun 1965, 28 Juli markas Arfai di serang oleh laskar Papua. Kami tentara sapu rata batalyon Kasuari,”


Cerita tentang perlawanan yang pernah di buat orang asli Papua kepada Indonesia di Markas Arfai 28 Juli 1965. Paska PBB lakukan gencatan senjata dan tanggal 1 Mei 1963 PVK di bubarkan Indonesia, Markas Arfai yang dulu jadi markas PVK, di tempati TNI Yonif 641/ Cendrawasih I


Amiruddin al Rahab dalam artikelnya berjudul “Operasi-operasi militer di Papua pagar makan tanaman?” menyebutkan usai penyerangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melancarkan operasi sadar di bawah komando Pangdam Brigjen R. Kartidjo untuk menghancurkan kelompok perlawanan.


Permenas Awom adalah bekas anggota Batalyon Papua. Dia komandan Papua PVK pada zaman Belanda. Dia dan kawan-kawannya berontak karena pasukan Indonesia yang datang membuat ketidaknyamanan bagi masyarakat. PVK atau Papoea Vrijwilligers Korps dibentuk pada 21 Februari 1961 untuk membantu mempertahankan koloni Nederlands Nieuw Guinea dari infiltrasi pasukan Indonesia.


Permenas Ferry Awom mantan anggota PVK bersama anak buahnya menyerang asrama Yonif 641/Tjendrawasih I di bukit Arfai. Akibatnya tiga orang anggota ABRI tewas. Kemudian pasukan PVK paska di bubarkan, dari mereka ada yang pilih gabung dengan Indonesia sehingga jadi TNI, dan ada sebagian anggota PVK tolak gabung dengan Indonesia.


Pasukan PVK yang tolak gabung dengan Indonesia bentuk sebuah kelompok Perlawanan yang sebut dengan nama Pasukan Kasuari. Pasukan kasuari di dirikan selain untuk lengkapi OPM yang telah terbentuk, juga untuk lakukan gerilya di seluruh daerah kepala burung ”Vogel Kop” Pulau Papua.


Untuk lakukan perlawanan pasukan kasuari bentuk 7 (tujuh) Batalyon yang di bantu beberapa Komandan Peleton. Batalyon Kasuari I di pimpin mantan PVK Sergean Ferry Awom, di mana beliau sekaligus merangkap Panglima Umum, dengan daerah operasi Manokwari Kota dan Menyambow.

Marthinus Jimmy Wambraw, Komandan Batalyon Kasuari II dengan daerah operasi Pesisir Pantai Utara yaitu; Saukorem, Arfu, Numbrani, Sidei,dan Nuni. Marthen Rumbiak, Komandan Batalyon Kasuari III dengan daerah operasi; Manokwari Timur, Ransiki, Windesi, Oransbari, dan Wasior.

Mantan Komandan  Polisi Papua, Yohanes Ciprini Jambuani sebagai Komandan Batalyon Kasuari IV, dengan daerah operasi; Warsnembri, Kebar, Saukorem dan Manokwari Kota. Mantan Sergean PVK, Silas Wompere, sebagai Komandan Batalyon Kasuari V, dengan daerah operasi di A3; Ayamaru, Aifat dan Aitinyo. Namun saat bergerilya, beliau di bunuh di daerah Ayamaru oleh komandan Peleton, anak buahnya sendiri; Martinus Prawar.   

Mantan Polisi Papua, Fred Ajoi adalah Komandan Batalyon Kasuari VI dengan daerah operasi Kebar, Merdei, Menyambow, dan Manokwari. Mantan Angkatan Laut Papua, Daniel Wanma, Komandan Batalyon Kasuari VII dengan daerah operasi Sausapor, Saukorem, Teminabuan, dan Sorong Kota.


OPM dan kelompok perlawanan di Markas Arfai dan di Seluruh tanah Papua di bentuk karena; (1) Netherland New Guinea Bukan bagian dari Netherland Hindia (2) Orang Papua Merasa Punya Kak Untuk Merdeka seperti bangsa lain di Muka Bumi, (2) New York Agrrement di Buat tanpa di ketahui Orang Papua, (3) Perubahan sistem Pleibesit dari One Man One Vote ke sistim Musyawarah Mufakat, (4) Setiap hari orang Papua di tangkap, di siksa, di bunuh saat lakukan protes terhadap situasi Politik yang terjadi saat itu. Atau, semua upaya damai yang di lakukan orang asli Papua di balas Indonesia dengan operasi militer dan kekerasan.


Inauri yang adalah seorang guru saat itu, mengatakan bila tentara Indonesia mendapati orang di jalan yang dinilai berperilaku aneh, maka mereka akan main pukul seenaknya, termasuk anak muridnya di sekolah. Permenas yang melihat keadaan tidak beres ini, bersama kawan-kawannya memukul tentara Indonesia yang bikin kacau. Bukan hanya baku pukul, baku tembak pun tak terelakkan. Situasi jadi ramai, masyarakat lari kocar-kacir. Permenas saat itu punya senjata yang selalu dibawa kemana-mana.


Sebelum terjadi serangan besar - besaran ke Markas Arfai, tentara OPM Batalion Kasuari IV di bawah pimpinan Johanes Cipri Jambuani lakukan serangan kepada TNI di Kebar tanggal 25 Juni 1965 sebagai upaya untuk tunjukan diri bahwa kami tidak mau bergabung dengan Indonesia dan PBB dan UNTEA bisa lihat tindakan dan sikap orang Papua itu.


Serangan yang di pimpin Yohanes Cipri Jambuani bersama suku Ayamaru dan suku Karun di Kebar ini di lakukan pagi hari saat aparat Pemerintah dan TNI/ Polisi lakukan upacara bendera pukul, 09,00. Dalam serangan ini 3 (tiga) orang anggota TNI mati terbunuh dan OPM berhasil rampas 4 (empat) pucuk senjata  otomat, 1 pucuk senjata M1 Garand,  3 senapan Mouser serta sepucuk senjata laras ganda.


Setelah di lakukan penyerangan di daerah Kebar dan Ransiki oleh Batalion Kasuari III di bawah pimpinan Marthen Rumbiak, Ferry Permenas Awom buat rencana untuk serang Markas Arfay yang saat itu di tempati oleh TNI Yonif 641/Cendrawasih I.


Penyerangan Markas Arfay Manokwari oleh tentara OPM terjadi pada 28 Juli 1965, mulai pukul, 10 malam hingga pukul 09,00 pagi hari. Perlawanan ini di pimpin langsung Panglima Umum Pasukan Kasuari Sergen Fery Permenas Awom. Dalam lancarkan perlawanan ini, salah satu anak buah Fery Permenas Awom yang juga bekas anggota PVK, kawal Awom masuk dalam Asrama Cenderawasih untuk cari senjata di gudang. 


Masuk sampai di dalam Markas Arfai, apa yang di cari tidak di temukan karena semua senjata telah di sita pimpinan. Awalnya sebelum masuk dalam Markas Arfai, karena di pos ada TNI yang jaga, Awom masuk dan tembak tentara di pos penjagaan tersebut lalu masuk dalam Asrama Cenderawasih. 


Lihat Awom tembak TNI di pos penjagaan, Aiwor, pengawal Awom, prajurit yang sebelumnya di latih tentara sekutu lakukan penyerangan dari depan untuk tarik perhatian TNI yang ada di dalam Asrama. Kemudian, salah satu prajurit OPM, Yulius Inaury bersama empat kepala suku yang ikut gabung, serang dari bagian belakang Asrama Arfay dan sebagian sergap dari samping Asrama.


Perang di tempat ini berlangsung 24 jam, mulai dari jam 10 malam hingga pukul 09 pagi hari, lalu OPM Batalion Kausari undur diri kehutan karena senjata dan amunisi yang terbatas. Pada penyerangan ini, banyak tentara Indonesia yang di laporkan tewas terbunuh dan perang ini di catat UNTEA secara  resmi yang di akui karena perang ini terjadi di depan mereka dan ada orang Papua yang ingin merdeka.

Menurut Julius Inaury, salah satu prajurit OPM yang ikut dalam penyerangan pada tempat ini katakan; “Kami sudah masuk ke Asrama Cenderawasih dari jam sepuluh malam. Masing - masing anggota pasukan di beri tugas jaga dan serang satu barak,” tutur mantan guru SD di YPK Manokwari ini.

Namun penyerangan di tempat ini jalan tidak sesuai rencara dan strategi yang di atur, karena anak buah Fery Permenas Awom sebelum di perintah untuk serang, mereka sudah masuk dalam Asrama penjaga sudah berteriak; “Ada Gerombolan” masuk. 


Mendengar teriakan itu, satu tentara terbangun dari tidur dan dengan senjata di gantung ke belakang sedang berjalan ke arah pasukan Awom yang berasal dari Ansus Serui. Pasukan Awom yang berasal dari Serui ini potong tentara itu. 


Kontak senjata di tempat ini berlangsung hingga tengah malam dan masih berlanjut hingga jelang pagi hari. Hingga pagi, pasukan Kasuari masih berada di dalam Asrama sedangkan tim yang berjaga - jaga di luar terus lakukan serangan sambil tunggu lain yang masih di dalam Asrama untuk keluar semua. 


Penyerangan dari bagian belakang dan samping di lakukan untuk lindungi pasukan yang masih berada di dalam Asrama Arfai. Mereka tidak pakai senjata modern saat itu, hanya Mouser satu, yang lain pakai senjata-senjata jaman dulu yang tembakanya hanya bisa satu-satu peninggalan Belanda dan Jepang. 


Aiwor yang sebelumnya di tugaskan jaga bagian samping untuk lindungi Awom, bergerak ke depan dan di bagian belakang beberapa pasukan. Penyerangan belum selesai tetapi, ada sebagaian undurkan diri dari medan pertempuran karena kehabisan peluru. 


Hingga jam 8 pagi, Awom belum juga keluar dari Asrama Cenderawasih Arfai. Sekitar 30 menit tunggu, Awom akhirnya keluar dalam keadaan sudah di tembak dengan senjata mesin di bagian kaki saat dia menuju pagar kawat duri. 


Awom langsung koprol ke dalam tempat timnya berjaga, sayangnya Awom terlambat salto karena semen tara kakinya masih di udara peluru berikut dari pihak lawan mengenai kakinya, namun dia beruntung karena peluruh yang masuk tidak mengenai tulang, namun celana yang dikenakan Awom sudah kembung karena penuh dengan darah serta berjalan tertatih – tatih. 


Melihat itu, Marthin Prawar membantu dia. Mereka bawah Ferry Awom ke suatu tempat yang aman di hutan untuk  berlindung lalu perintahkan beberapa orang Arfak pergi ke Warmare, jemput seorang mantri bermarga Saway, orang Inanwatan, Teminabuan Sorong Selatan untuk datang bantu Awom. 


Mantri itu pun datang dengan bawah berbagai obat lalu obati luka tembakan pada tubuh Ferry Awom dan beberapa anggota pasukan Kasuari yang tertembak saat itu. 


Dalam serangan di Markas Arfai ini, banyak TNI jadi korban dan pasukan kasuari ambil 1 pucuk senjata mesin regu brend kaliber, 7,7 mm dan sepucuk senjata otomatik, 2 buah sten.


Saat Acub Zainal menjadi Pangdam setelah Pepera 1969 menggantikan Brigjen Sarwo Edi, barulah Ferry Awom dan kawan-kawan menyerah di lapangan Bourasi Manokwari. Brigjen TNI  Acub Zainal Pangdam XVII/Cenderawasih periode 1970-1973 menerima mereka, namun hingga kini tak tahu di mana pusaranya.

 


 Berikut Video Link Perjuangan Papua (1965-1970): https://youtu.be/jNHmEm6_XzQ?si=bq3Plf2Vg4Duvgak

 

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW