Oleh: Moses Douw
Berdasarkan peraturan, hanya partai politik yang memiliki 22 kursi atau lebih di DPRD Jakarta yang dapat mengajukan kandidat. Partai politik yang memiliki kursi kurang dapat mengajukan calon hanya jika mereka telah memperoleh dukungan dari partai politik lainnya.
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (dikenal sebagai "Ahok") mencalonkan diri sebagai petahanan bersama dengan Djarot Saiful Hidayat. Selain itu, mantan perwira TNI Agus Harimurti Yudhoyono bersama dengan Sylviana Murni, serta akademisi dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Anies Baswedan juga mencalonkan diri bersama dengan Sandiaga Uno.
Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 2015 Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tahun 2017 DKI Jakarta melaksanakan Pilgub secara serentak. Sesuai jadwal KPU Pilgub dilaksanakan pada 15 Februari 2017 dan Ahok-Djorat menang atas Pilgub Jakarta, namun munculnya opsesi untuk melaksanakan Pilgub ulang atau menghasilkan Pilgub gelombang kedua pada tanggal 19 April 2017 akhirnya Anies-Sandi menang.
Pemenang resmi Pilgub DKI Jakarta Ahok-Djarot telah dinyatakan unggul oleh seluruh lembaga survei melalui proses hitung cepat di Jakarta. Berdasarkan analisis suara pada Pilgub pertama tanggal 15 Februari 2017, data juga menunjukkan bahwa, suara Agus turun hampir 4% dan posisinya jatuh ke posisi terbawah. Suara Anies terus mengalami kenaikan hingga posisi kedua dan hanya berselisih 2% dari suara Ahok.
Sedangkan Pilgub DKI Jakarta putaran kedua tanggal 19 April 2017 Anies-Sandi menang dengan suara terbanyak 57, 53 % dan Ahok-Dijorat 42,47%. Kemenangan Anies-Sandi sudah sah namun, ada rekasi, pendapat dan tanggapan terhadap kemenangannya, enta dari luar negeri maupun dalam Negeri.
Pendapat Publik Atas Kekalahan Ahok
Pasca Pilgub DKI Jakarta 2017 Anies menang pertempuran dengan Ahok, sehingga ini menjadi perhatian Publik secara Nassional dan Internasional. Mengapa? Tentunya Ahok memiliki kepemimpinan dan juga sebagai tokoh yang tak kenal adanya korupsi di negeri ini.
Dari kebanyakan media dan Masyarakat sangat meinyinggung adanya sentimen politik yang dimainkan oleh Anies dalam agama, sehingga beberapa media asing menyinggung juga bagaimana Anies sebagaimana telah merangkul seluruh warga Jakarta untuk memilih berdasarkan Agama dominan di Jakarta. Hal ini juga, di publikasi lewat media di Negara Islam di Al Jazeera bahwa Ahok kalah sebab penistaan terhadap Agama dan Anies menang dengan Kampanye Agama terhadap Ahok.
Kekalahan Ahok dan Kemenangan Anies Baswedan, masyarakat, NGO dan media asing itu di kategorikan dalam sebuah perminan yang dikaitkan dengan permasalahan Agama, Ras dan suku. Seperti Ideologi Politik vs Ideologi Sembako yang di lansir di Media Republika
Dimana Kematangan Pendidikan Politik masyarakat Jakarta.
Dalam hal ini, saya sangat prihatin dengan proses demokratisasi yang sangat buruk di Indonesia ini, khususnya di Jakarta. Jakarta merupakan pusat dari Negara Indonesia dan Jakartalah yang memberi pemahaman negatif kepada seluruh Indonesia. Mengapa? Tentunya kita pelajari selama ini dalam proses PILGUB Jakarta bahwa kemandirian dalam memilih tak ada dan sangat lemah.
Dalam proses Demokratisasi di Indonesia yang sangat benar adalah dimana masyarakat bebas untuk memilih dan di Pilih, berdasarkan asas JURDIL dan LUBER. Itulah yang mana dasar untuk membentuk tulisan ini. Mengapa? Dalam pesta demokrasi yang terjadi di Jakarta sangat di arahkan secara feodal dan secara paksaan. Dan secara umum dikatakan bahwa adanya pemaksaan pemilih dalam sebuah ideologi.
Tergabung dan digabungkanya masyarakat kedalam Ideologi sangat disayangkan sebab, memperlambat terjadinya proses demokrasi yang demokratis. Dan hal ini, membuat masyarakat Jakarta menjadi penumpang yang di dayung 1 orang.
Dalam keadaan yang terguyung-guyug dalam berbagai Ideologi ini masyarakat merupakan ide secara demokratis untuk mandiri dalam pemilihan. Maksudnya bahwa mempelajari dengan saksama pemimpin yang baik dalam Debat politik, Kewibawaan, Pengalaman, dan kriterianya. Bukan kita pilih berdasarkan Ideologi apapun. Inilah yang kemudian di sebut Penyebab dari Lemahnya Kematangan Pendidikan Politik di Jakarta.
Yogyakarta-Kaliurang, 23 April 2017
Post Comment
Post a Comment