Oleh:
Moses Douw
Guru
secara umum merupakan tenaga mengajar dalam pendidikan formal dan non-formal.
Namun, sementara itu banyak orang mengklaim bahwa guru adalah orang tua dan
tempat kita berada serta waktu. Dalam tafsiran demikian Guru mendapat banyak
istilah dan makna berdasarkan ide
individual secara akan dan budi.
Sebab
itu, dalam tulisan ini Penulis akan mengulas tetang Guru di Sekolah dan upahnya
sebagai pengajar Pfofesional pada zaman modern atau berkembang. Kesetiaan guru
di sekolah memang sudah berubah dengan berkembangnya sistem ekonomi sosial yang
sangat pesat pada masa kini. Sehingga guru-gurupun semaki teralienasi kedalam
perkembangan ekonomi sosial di daerah.
Guru secara harafiah adalah seorang pengajar. Dalam bahasa
Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 4 dikatakan: “Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memrlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”.
Berdasarkan standar Nasional kemendikbud Guru dapat kita
bedakan menjadi beberapa yakni: guru tetap dan guru honor. Guru adalah guru
ber-NIP yang bertugas sebagai pengajar tetep berdasarkan profesinya dengan
batas pensiun. Sedangkan guru Honor adalah guru yang mengajar berdasarkan
kontrak waktu, kesepakatan dan tanpa ber-NIP dengan mempersiapkan sebagai calon
Guru tetap.
Pada sebelumnya guru mengabdi dengan setulus hidupmu
menuangkan untuk mengajar di sebuah sekolah, meskipun tanpa NIP dan pula tanpa
upah atau gaji oleh pihak tertentu. Kesetiaan mereka hanya untuk kapur tulis
dan papan tulis. Dengan mengorbankan waktu dan tenaga mereka sebagai pengajar
yang berkeluarga dan merupakan multipekerjaan.
Seiring
dengan perkembangan sosial ekonomi menimbulkan seseorang akan hidup bahagia
ketika ekonomi masyarakat terpenuhi untuk individu dan keluarga. Hal ini dengan
berkembangnya pemekaran daerah dan perputaran uang semakin meraja lela di
kalangan masyarakat sehingga menumbulkan adanya berfoya-foya.
Di
tengah berfoya-foya ini, guru atau tenaga pengajar minim diperhatikan oleh pemerintah
daerah kabupaten di daerah Papua, khususnya daerah Meuwodide yang kian hari
semakin tertinggal dari sisi pendidikan. Diantara kegiatan berfoya-foya ini, pandangan
guru yang tiap harinya ngjar di kelas, sekalian mengubah pandangan dan mereka diberlakukan
sebagai pekerja kasar oleh majikan dalam kelas. Sehingga semakin buruk lagi,
kesejahtraan guru pada umumnya dengan perkembangan itu.
Pada
zaman modern ini tak sama pula dengan zaman penjajahan belanda sejak tahun
1960-an. Ketika zaman Belanda di tanah Papua, semua guru di jamin sejahtera.
Sebab ketika itu semua kesejahtraan guru ditanggung oleh masyarakat sekitarnya
dan pemerintah Belanda. Hal ini kebiasaan dahulu yang sagat baik, sebab dengan
sejahteranya guru akan sejahtera dalam proses belajar mengajar di sekolah. Baca
ini
Namun,
ketika perhatikan dan mengamati berdasarkan konsep Marx tentang kaum borjuis
dan kaum proletar akan adanya penindasan besar-besaran oleh pemerintah dan
masyarakat terhadap Guru di sekolah. Sehingga penulis dengan berani mengatakan
“zaman penjajahan Indonesia tak seperti dahulu.” Sebab itu, seorang guru harus
berusaha membangun kesejahteran keluarganya. Apalagi tak ada Jaminan
Kesejahtraan dari Pemerintah Kabupaten di
Meuwodide.
Guru
yang masa kini saya sayangkan sebab, kesejahtraan mereka sudah gelap, artinya
bahwa mereka kurang diperhatikan oleh pemerintah terkait seluruh Kabupaten di
Papua khususnya di Meuwodide. Ungkap Amboros
Mote (Guru Senior di Papua), saat di wawancarai di Diyai
Lanjutnya.
“Kini saya lihat beberapa sekolah di
sekitar kampung ini , tak seperti dahulu. Guru saja masuk jam 9 apalagi siswa,
guru yang mengajar ini mereka selalu membantu keluarga untuk buat kebun, dan
pekerjaan lainya sehingga mereka akhirnya terlambat di sekolah dan sampai tak masuk mengajar”.
Penulis
pun membuktikan secara langsung di Papua khususnya di Meuwodide bahwa “apa yang
menjadi Upah atau gaji bulanan itupun di Potong oleh pemerintah daerah apalagi
dana Bos. Tak hanya demikian, saranan prasarana sekolah saja belum terpenuhi apalagi
gedung sekolah pun mengajar di lantai tanah. Kita berpikir secara rasional, ketika di potong gaji guru apa yang guru
lakukan? Tentunya malas megajar di sekolah serta kelas kososng di sekolah?
Kami
guru-guru memang selalu saja mencari kerja sampingan sehingga kadang kami lupa
sekolah dan mengajar murid-murid kami bahkan kami kasih tugas saja. Kami tak
salah juga karena kami harapkan honorpun juga tak terjamin keluarga kami
sehingga kami harus kosongkan 1 atau 2 jam di sekolah untuk keluarga. Kata, Pak
guru Ander Pekei
Kesejahtraan
guru ini tak terjamin sehingga, banyak hal yang guru lakukan untuk jaminan
kesejahtraan keluarganya. Hal itu pula yang mengakibatkan guru tak hadir
dikelas sehingga siswa terlantar di sekolah. Dengan keadaan seperti itu, Siswa
siswi selalu saja terlantar menjadi pemabuk, pencuri, dan selalu ke kota serta
pasar.
Secara
khusus di beberapa kabupaten daerah Meuwodide, kebanyakan Guru terjamin hidup dengan permainan Togel .
Banyak guru terdampar di Kota Waghete, Nabire, Enaro dan Moanemani hanya untuk main Togel, demi
kesejahtraan keluarga dan dirinya. Hal ini diakibatkan karena sangat minimnya
kesejahtraan guru di sekolah dari pemerintah Kabupaten di Meuwodide.
Kami
selalu datang ke Waghete biasanya tak lain, hanya main togel saja. Karena honor
tidak cukup untuk memungkinkan kesejahtraan keluarga saya. Karena begini, kami hidup ini tak hanya biaya
makan minum, kami biasanya biaya anak sekolah, biaya utang, biaya transportasi
dan biaya yang lain yang membutuhkan ongkos yang mahal. Ungkap Vitalis Badii
Selama
ini penulis pun membuktikan di daerah Meuwodide bahwa penempatan guru
berprofesi belum tertata. Artinya bahwa guruTransportasi juga sangat minim
untuk guru di sekolah, banyak guru yang bertugas jauh dari sekolah sehingga
keterlambatan dalam mengajar di kelas. Sehingga hal ini juga merupakan hambatan
dalam sekolah.
Adanya
pemekaran dan daerah yang ridak diperhatikan oleh intansi terkaiit maka
munculah berbagai masalah di bidang pendidikan secara umum di Papua, namun ini
hanya sebuah ungkapan hati dari guru-guru di Papua yang kian hari tak di
perhatikan oleh atasanya tersebut. Ketika kita bahas secara umum masalah
Pendidikan sangalah kompleks sehingga Penulis juga menyarankan agar pembaca
bisa baca buku yang berjudul “Pembaharuan Mahasiswa Papua (mengungkapkan
masalah-masalah Pendidikan di Papua).
Sangat
kompleks persoalan yang terjadi di kalangan Guru dan Sekolah sebab itu,
kesejahtraan guru tak terjamin, bahkan menyebabkan beberapa sekolah di daerah
Papua khusunya Meuwodide di ancam untuk tutup karena kurangnya Guru atau tenaga
pengajar. Sebab demikian, tak hanya itu kami sangat menghimbau kepada
Pemerintah Provinsi Papua dan khususnya Kabupaten Nabire, Dogiyai, Paniai dan
Deiyai serta Dinas Pendidikan dan Pengajaran untuk segera memenuhi kesejahtraan
Guru di sekolah, agar sekolah dan Guru di kabupaten tetap Jaya.
Yogyakarta, 18 Mei 2017