Oleh: Moses Douw
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperkhususkan bagi kampung dan kampung adat yang di salurkan melalui dana transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten atau kota. Yang diimplementasikan semaksimal untuk pembiayaan dan pembelanjaan kampung, pada apalikasinya di susun melalui APBDes atau APBKam. Dana kampung yang bersumber dari APBN ini adalah bentuk penghormatan dan pengakuan kepada kampung atau desa di seluruh Indonesia, pada dasarnya dengan tujuan untuk mempermudah dan memperlancar pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung. Tidak hanya demikian dana kampung secara umum di pergunakan sebaik baiknya untuk memenuhi cita-cita kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini di sampaikan oleh Ir. Soekarno dan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tercantum “Dan pergerakan perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang 1. merdeka, 2. bersatu, 4. adil dan 5. Makmur”. Sehingga desa/kampung berkembang perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Pada dasarnya Soekarno dan team pejuang kemerdekaan Negara Indonesia hanya mengantarkan rakyat Indonesia di depan pintu gerbang kemerdekaan yang kemudian di perjuangkan oleh rakyat Indonesia, setelah kemerdekaan. Kemerdekaan harus di raih dengan implementasi undang-undang atau kebijakan sesuai prosedur guna memajukan bangsa Indonesia. Hal ini juga, di cantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 bahwa; “1. membentuk suatu pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan kesejahtraan umum / bersama. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan 4. Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.” Bentuk penghormatan dan pengakuan kampung melalui dana desa/kampung komitmen untuk melaksanakan dan mengimplementasikan isi undang undang dasar, sebagai agenda rutinitas kampung dalam membangun dan mensejahtrakan rakyat.
Dana kampung merupakan bentuk implementasi dari cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia yang kemudian di aplikasikan dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tentunya dana kampung di gunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan kampung sesuai amanat undang-undang desa ini. Dalam undang-undang desa ini, dasar logika di tetapkannya undang-undang No 6 Tahun 2014 idealnya memberi wewenang dan kesempatan kepada perangkat desa/kampung dalam melaksanakan cita cita dana kampung. Mencapai puncak cita-cita atau tujuan, berada pada sistem dan proses implementasi dana desa/kampung yang baik terlebih tertulis dalam pasal 1, UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pemegang kewenangan dalam pengelolaan dana desa. Kemudian kewenangan desa atau kampung juga lebihnya di cantumkan pada Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Pada hakikatnya Pemerintah Pusat telah memberikan kewenangan otonomi daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang berdasarkan desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini telah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa, “pemberian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.” Hal tersebut juga lebih ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pengakuan dan penghormatan melalui undang-undang desa adalah sebuah kognisi dan subsidiaritas dari pemerintah pusat.
Dengan adanya otonomi daerah ini, memberikan sebuah kesempatan yang baik bagi suatu daerah di Indonesia dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak dan kewajiban bagi daerah yang tertinggal untuk membuktikan kemampuan dan kemapanan pemerintah daerah dalam mengelola daerah berdasarkan potensi daerah dengan melihat, letak geografis, kemiskinan, pembangunan, pendidikan, kesehatan dan lainya. Setiap kampung di beri kesempatan dan wewenang berdasarkan legislasi dan pengakuan atas desa adat untuk mengimplementasikan dana desa/kampung. Namun implementasi dana kampung ini cukup banyak menjadi masalah dalam pengelolaan. Hal ini juga di tegaskan wakil presiden Jusuf Kalla, menginginkan implementasi program melalui anggaran dana desa di perbaiki agar tepat sasaran dalam upaya mempersempit kesenjangan. (Bisnis.com. edisi 9/8/17).
Sementara itu dalam Undang Undang Otonomi khusus No 21 Tahun 2001 bagi Papua dan Papua barat yang diberikan oleh Pemerintah pusat, dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Dan salah satunya untuk penguatan jati diri dan mempercepat pembangunan Papua dan Papua Barat. Kebijakan ini di dukung dan memperkuat posisi pembangunan dengan adanya undang-undang no 6 tahun 2014 tentang desa. Bahwa pembangunan, pelayanan dan penganggaran di lakukan sesuai dengan kondisi dan letak geografis serta potensi yang tersedia di Papua.
Implementasi terdapat beragam definisi sesuai dengan pendekatan implementasi yang di anut. Pendekatan top down, Mater dan Horn (1975) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan aparatur atau kelompok pemerintah dan swasta dengan cara mengoperasionalkan keputusan yang di arahkan untuk perubahan guna mencapai tujuan keputusan publik. Sedangkan, untuk meningkatkan implementasi suatu kebijakan harus dilakukan melalui: 1) Pimipinan lembaga pemerintahan menyusun kebijakan, tujuan jangka panjang dan pendek secara jernih; 2) Pelaksanaan harus mengetahui dengan jelas harus target lokasi; 3) Pimpinan lembaga pelaksaan harus memperioritaskan kegiatan sesuai kebijakan; 4) Sumber daya harus tersedia; 5) Pimpinan lembaga harus melatih aparatur tentang implementasi; 6) Pelaksanaan harus memobilisasi dan dukungan publik; 7) Pelaksanaan harus memiliki sistem monitoring. Pelaksanaan kebijaakan yang di kemukakan diatas ini sangat tepat dalam mengelola dan mengimplementasikan dana desa/kampung yang pada dasarnya menekankan pada pimpinan dan aparatur sipil negara. Berkaitan dengan ini aparatur sipil negara sangat berperan penting dalam implementasi dengan demikian pula petugas atau pendamping lebih di tepatkan dan memberdayakan kemampuan/keterampilan dari seorang aparatur demi mengola dan mengawasi dalam implementasi dana desa.
Implementasi dana desa/kampung terdiri atas hubungan efektifitas, artinya implementasi dana desa/kampung menuju hasil dari kebijakan dana desa. Namun dalam perjalanan, implementasi dana desa/kampung ini tidak di kelola dengan baik di seluruh Indonesia lebih khusus di beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Sumatra dan Nusa Tenggara Barat. Daerah ini di kategorikan sangat minim penganggaran dana desa/kampung. Perkembangant situasi implementasi di Papua lebih pada pengelolaan dana desa/kampung semakin tidak berkualitas dan tidak tepat sasaran. Dengan dana desa/kampung ini tidak membawa kebaikan dan tidak membawa perubahan berdasarkan tujuan dana desa/kampung.
Peran kepala desa dalam implementasi dana desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat. Hal ini relevan mengikuti kebijakan berdasarkan undang-undang desa dengan tujuan guna menyukseskan cita-cita dana desa. Namun kondisi implementasi dana desa/kampung di Papua, menjadi sorotan utama, sebab tidak berjalan sesuai perundangan.
Dari sekian desa/kampung di Papua mayoritas telah mendapatkan dana desa/kampung. Berdasarkan data yang di keluarkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK-Provinsi Papua) dana desa/kampung yang dialokasikan untuk Papua tahun anggaran 2017 memengalami peningkatan dari 3.3 triliun meningkat menjadi 4.3 triliun untuk 5 ribu kampung yang domisili di Provinsi Papua. Jelas bahwa dengan dana desa/kampung itu tidak membawa dampak dan pembangunan hingga kini. Hal ini di perjelas juga oleh Donatus Mote, Kepala dinas DPMK Provinsi Papua bahwa “dengan dana desa/kampung yang di alokasikan ini hingga pada pembangunan belum nampak”. Dengan demikian, optimalisasi dana desa ini di Papua sangat minim dalam implementasi.
Penelitian dari Kiki Debi Sintia (2016) menyatakan bahwa berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 desa memiliki kewenangan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan desa. Akan tetapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut pemerintah desa di Kabupaten Deiyai masih mengalami kendala, khususnya dalam hal Implementasi dana desa. Dengan itu, ketika penulis mengunjugi beberapa kampung di Kabupaten Deiyai pengelolaan dana desa sangat tidak jelas, pengunaan dan implementasi dana kampung di Deiyai sangat berbelit-belit dan pengelolaan dana desa tidak sesuai dengan dinamika implementasi dan kenyataannya pemberian dana desa masih belum maksimal karena terkendala beberapa hal. Kendala pertama adalah kesiapan dari para aparatur pemerintah baik pemerintah desa maupun pemerintah daerah. Selain dari segi kesiapan para apartur pemerintah, penggunaan dana desa juga rawan untuk diselewengkan.
Oleh karena itu, implementasi dana desa/kampung menjadi menarik untuk diteliti agar dapat mengetahui kendala dan mekanisme terhadap perkembangan desa terutama dalam pengelolaan potensi desa, mempermudah dan memperlancar pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung, yang pada intinya berasal dari pemerintah pusat tetapi pertanggungjawaban dan pengawasan ada pada pemerintah daerah. Karena pengawasan yang dilakukan bukan dari pemerintah pusat melainkan dari pemerintah daerah akan mempunyai lebih banyak peluang implementasi penggunaan dana desa/kampung menjadi melenceng dari tujuan yang seharusnya. Dengan berbagai permasalahan tersebut diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk dapat mengetahui implementasi dana desa/kampung yang terjadi di Kabupaten Deiyai, terutama hubungannya dengan pengelolaan dan implementasi untuk pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung.
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperkhususkan bagi kampung dan kampung adat yang di salurkan melalui dana transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten atau kota. Yang diimplementasikan semaksimal untuk pembiayaan dan pembelanjaan kampung, pada apalikasinya di susun melalui APBDes atau APBKam. Dana kampung yang bersumber dari APBN ini adalah bentuk penghormatan dan pengakuan kepada kampung atau desa di seluruh Indonesia, pada dasarnya dengan tujuan untuk mempermudah dan memperlancar pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung. Tidak hanya demikian dana kampung secara umum di pergunakan sebaik baiknya untuk memenuhi cita-cita kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini di sampaikan oleh Ir. Soekarno dan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tercantum “Dan pergerakan perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang 1. merdeka, 2. bersatu, 4. adil dan 5. Makmur”. Sehingga desa/kampung berkembang perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Pada dasarnya Soekarno dan team pejuang kemerdekaan Negara Indonesia hanya mengantarkan rakyat Indonesia di depan pintu gerbang kemerdekaan yang kemudian di perjuangkan oleh rakyat Indonesia, setelah kemerdekaan. Kemerdekaan harus di raih dengan implementasi undang-undang atau kebijakan sesuai prosedur guna memajukan bangsa Indonesia. Hal ini juga, di cantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 bahwa; “1. membentuk suatu pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan kesejahtraan umum / bersama. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan 4. Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.” Bentuk penghormatan dan pengakuan kampung melalui dana desa/kampung komitmen untuk melaksanakan dan mengimplementasikan isi undang undang dasar, sebagai agenda rutinitas kampung dalam membangun dan mensejahtrakan rakyat.
Dana kampung merupakan bentuk implementasi dari cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia yang kemudian di aplikasikan dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tentunya dana kampung di gunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan kampung sesuai amanat undang-undang desa ini. Dalam undang-undang desa ini, dasar logika di tetapkannya undang-undang No 6 Tahun 2014 idealnya memberi wewenang dan kesempatan kepada perangkat desa/kampung dalam melaksanakan cita cita dana kampung. Mencapai puncak cita-cita atau tujuan, berada pada sistem dan proses implementasi dana desa/kampung yang baik terlebih tertulis dalam pasal 1, UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pemegang kewenangan dalam pengelolaan dana desa. Kemudian kewenangan desa atau kampung juga lebihnya di cantumkan pada Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Pada hakikatnya Pemerintah Pusat telah memberikan kewenangan otonomi daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang berdasarkan desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini telah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa, “pemberian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.” Hal tersebut juga lebih ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pengakuan dan penghormatan melalui undang-undang desa adalah sebuah kognisi dan subsidiaritas dari pemerintah pusat.
Dengan adanya otonomi daerah ini, memberikan sebuah kesempatan yang baik bagi suatu daerah di Indonesia dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak dan kewajiban bagi daerah yang tertinggal untuk membuktikan kemampuan dan kemapanan pemerintah daerah dalam mengelola daerah berdasarkan potensi daerah dengan melihat, letak geografis, kemiskinan, pembangunan, pendidikan, kesehatan dan lainya. Setiap kampung di beri kesempatan dan wewenang berdasarkan legislasi dan pengakuan atas desa adat untuk mengimplementasikan dana desa/kampung. Namun implementasi dana kampung ini cukup banyak menjadi masalah dalam pengelolaan. Hal ini juga di tegaskan wakil presiden Jusuf Kalla, menginginkan implementasi program melalui anggaran dana desa di perbaiki agar tepat sasaran dalam upaya mempersempit kesenjangan. (Bisnis.com. edisi 9/8/17).
Sementara itu dalam Undang Undang Otonomi khusus No 21 Tahun 2001 bagi Papua dan Papua barat yang diberikan oleh Pemerintah pusat, dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Dan salah satunya untuk penguatan jati diri dan mempercepat pembangunan Papua dan Papua Barat. Kebijakan ini di dukung dan memperkuat posisi pembangunan dengan adanya undang-undang no 6 tahun 2014 tentang desa. Bahwa pembangunan, pelayanan dan penganggaran di lakukan sesuai dengan kondisi dan letak geografis serta potensi yang tersedia di Papua.
Implementasi terdapat beragam definisi sesuai dengan pendekatan implementasi yang di anut. Pendekatan top down, Mater dan Horn (1975) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan aparatur atau kelompok pemerintah dan swasta dengan cara mengoperasionalkan keputusan yang di arahkan untuk perubahan guna mencapai tujuan keputusan publik. Sedangkan, untuk meningkatkan implementasi suatu kebijakan harus dilakukan melalui: 1) Pimipinan lembaga pemerintahan menyusun kebijakan, tujuan jangka panjang dan pendek secara jernih; 2) Pelaksanaan harus mengetahui dengan jelas harus target lokasi; 3) Pimpinan lembaga pelaksaan harus memperioritaskan kegiatan sesuai kebijakan; 4) Sumber daya harus tersedia; 5) Pimpinan lembaga harus melatih aparatur tentang implementasi; 6) Pelaksanaan harus memobilisasi dan dukungan publik; 7) Pelaksanaan harus memiliki sistem monitoring. Pelaksanaan kebijaakan yang di kemukakan diatas ini sangat tepat dalam mengelola dan mengimplementasikan dana desa/kampung yang pada dasarnya menekankan pada pimpinan dan aparatur sipil negara. Berkaitan dengan ini aparatur sipil negara sangat berperan penting dalam implementasi dengan demikian pula petugas atau pendamping lebih di tepatkan dan memberdayakan kemampuan/keterampilan dari seorang aparatur demi mengola dan mengawasi dalam implementasi dana desa.
Implementasi dana desa/kampung terdiri atas hubungan efektifitas, artinya implementasi dana desa/kampung menuju hasil dari kebijakan dana desa. Namun dalam perjalanan, implementasi dana desa/kampung ini tidak di kelola dengan baik di seluruh Indonesia lebih khusus di beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Sumatra dan Nusa Tenggara Barat. Daerah ini di kategorikan sangat minim penganggaran dana desa/kampung. Perkembangant situasi implementasi di Papua lebih pada pengelolaan dana desa/kampung semakin tidak berkualitas dan tidak tepat sasaran. Dengan dana desa/kampung ini tidak membawa kebaikan dan tidak membawa perubahan berdasarkan tujuan dana desa/kampung.
Peran kepala desa dalam implementasi dana desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat. Hal ini relevan mengikuti kebijakan berdasarkan undang-undang desa dengan tujuan guna menyukseskan cita-cita dana desa. Namun kondisi implementasi dana desa/kampung di Papua, menjadi sorotan utama, sebab tidak berjalan sesuai perundangan.
Dari sekian desa/kampung di Papua mayoritas telah mendapatkan dana desa/kampung. Berdasarkan data yang di keluarkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK-Provinsi Papua) dana desa/kampung yang dialokasikan untuk Papua tahun anggaran 2017 memengalami peningkatan dari 3.3 triliun meningkat menjadi 4.3 triliun untuk 5 ribu kampung yang domisili di Provinsi Papua. Jelas bahwa dengan dana desa/kampung itu tidak membawa dampak dan pembangunan hingga kini. Hal ini di perjelas juga oleh Donatus Mote, Kepala dinas DPMK Provinsi Papua bahwa “dengan dana desa/kampung yang di alokasikan ini hingga pada pembangunan belum nampak”. Dengan demikian, optimalisasi dana desa ini di Papua sangat minim dalam implementasi.
Penelitian dari Kiki Debi Sintia (2016) menyatakan bahwa berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 desa memiliki kewenangan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan desa. Akan tetapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut pemerintah desa di Kabupaten Deiyai masih mengalami kendala, khususnya dalam hal Implementasi dana desa. Dengan itu, ketika penulis mengunjugi beberapa kampung di Kabupaten Deiyai pengelolaan dana desa sangat tidak jelas, pengunaan dan implementasi dana kampung di Deiyai sangat berbelit-belit dan pengelolaan dana desa tidak sesuai dengan dinamika implementasi dan kenyataannya pemberian dana desa masih belum maksimal karena terkendala beberapa hal. Kendala pertama adalah kesiapan dari para aparatur pemerintah baik pemerintah desa maupun pemerintah daerah. Selain dari segi kesiapan para apartur pemerintah, penggunaan dana desa juga rawan untuk diselewengkan.
Oleh karena itu, implementasi dana desa/kampung menjadi menarik untuk diteliti agar dapat mengetahui kendala dan mekanisme terhadap perkembangan desa terutama dalam pengelolaan potensi desa, mempermudah dan memperlancar pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung, yang pada intinya berasal dari pemerintah pusat tetapi pertanggungjawaban dan pengawasan ada pada pemerintah daerah. Karena pengawasan yang dilakukan bukan dari pemerintah pusat melainkan dari pemerintah daerah akan mempunyai lebih banyak peluang implementasi penggunaan dana desa/kampung menjadi melenceng dari tujuan yang seharusnya. Dengan berbagai permasalahan tersebut diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk dapat mengetahui implementasi dana desa/kampung yang terjadi di Kabupaten Deiyai, terutama hubungannya dengan pengelolaan dan implementasi untuk pembangunan, pemberdayaan, pembinaan dan penyelengggaran pemerintahan kampung.
Penulis adalah mahasiswa Papua yang sedang Kuliah di Yogyakarta