BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Thursday, October 19, 2023

Yuwo dan Kingmi di Meepago Papua

 


Oleh: Yanpit Kotouki

Tulisan ini agak panjang. Tapi saya harap luangkan waktu sedikit untuk membacanya sampai selesai. Lebih khusus, tulisan ini memang dialamatkan untuk umat Kingmi:

 

Ada sebuah acara meriah dulu. Acara yg dilakukan Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, khusunya Wilayah Meepago (apabila tidak salah), yaitu acara Pesta Kingmi, atau yang biasa disebut pasar Kingmi. Acara ini, sejak saya kecil dulu di Deiyai, Wakeitei, diadakan, kalau tidak salah setiap tahun--pra perayaan HUT Kingmi di Tanah Papua, 6 April.

 

Acara ini sangat meriah: umat Kingmi akan berkumpul dari berbagai penjuru untuk memeriahkan kegiatan ini dengan menciptakan pasar sederhana. Mereka akan menjual berbagai macam makanan dan hasil ternak seperti bebek, ayam, kelinci, dll, bahkan hasil kebun. Juga kadang dijual buku2 rohani, Alkitab, dan buku-buku nyanyian rohani. Yang terakhir ini biasanya dari lembaga Gereja.

 

Mereka (umat), akan berkumpul disebuah tempat yg luas yang telah ditentukan Badan Pengurus Klasis. Biasanya dipusatkan di tempat kalsis. Acara ini dilakukan, biasanya, beberapa hari sebelum Hari Ulang Tahun Kingmi di Tanah Papua.

 

Lalu, apa hubungannya dengan Yuwo? Adalah pertanyaan yang akan menjawab/'menenangkan' pernyataan-pernyataan yang mengganggu saya belakang ini: "Yuwo daa" atau "Yuwo itu dosa", "Yuwo itu pesta duniawi" dan lain, dan lain. Kegelisahan ini mendorong saya untuk menulis ini. Kegelisahan ini juga, sebenarnya menghinggapi diri saya, sejak saya berada di bangku kuliah, kira-kira, semester 4, 5, atau 6. Yah, cukup lama, setelah dari kecil, SD, SMP, dan SMA sempat mengamini ungkapan-ungkapan, yg menurut saya agak subyektif itu.

 

Karena pernyataan ini berasal, dan sering dikeluarkan oleh umat Kingmi, maka saya berusaha untuk mencari tahu, asal usul ungkapan itu. Setidaknya yg berkaitan dengan Kingmi. (tentu hanya dengan asumsi. Atau, setidaknya, berandai-andai.

 

Namun sebelumnya, kita ketahui dulu, apa itu Yuwo? Banyak yang mungkin sudah tahu pengertian Yuwo. Tapi karena saya tahu, banyak juga pembaca yg belum tahu apa itu Yuwo, maka saya akan jelaskan, setidaknya yang saya paham.

 

Saya juga belum paham pengertian Yuwo secara etimologis dalam bahasa Mee. Tapi Yuwo, umumnya, sering diartikan sebagai Pasar Adat, atau pesta adat.

 

Yuwo itu Pasar. Konsep pasar orang Mee. Manusia Mee akan memproduksi ternak (Babi) banyak-banyak dan menciptakan pasar untuk menjual hasil produksi tersebut. Tentunya dalam harga yang murah. Harga murah, dalam arti penyerataan harga untuk semua, agar status sosial setiap individu atau keluarga yang berbeda-beda mendapatkan kepuasan yang sama.

 

Seperti praktek pasar pada umumnya, proses transaksi (jual beli) akan terjadi di sana. Orang dari berbagai penjuru akan datang. Akan berbondong-bondong menghadiri kegiatan yg dilakukan dalam beberapa tahun sekali itu.

 

Penyelenggara Yuwo adalah daerah di mana produksi Babi dilakukan dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya, di daerah itu, harus ada individu-individu yang kaya secara ekonomi: Ternak yang banyak dan kebun yang luas. Orang orang seperti ini, dalam bahasa Mee disebut "Tonawi". Sampai sekarang, daerah-daerah di meepago, yang dahulu diadakan yuwo, masih mempraktekkannya.

 

Yuwo itu unik, karena pasar ini diciptakan untuk semua kalangan. Semua merasakan kepuasan yang sama. Tidak ada batas antara orang kaya dan miskin. Dalam hal transaksi, semua rata, semua rasa. Orang yang berkemampuan akan memborong dan membagikan kepada orang yang miskin. Bahkan penyelenggara akan memantau dengan diam-diam, orang-orang yang tidak mampu, seperti janda, duda, anak yatim piatu untuk sebentar memanggilnya dan memberikan sebagian hasil produksi itu.

 

Yuwo, sebagai pasar, sangat bertolak belakang dengan praktek pasar modern, kapitalisme: Yang kaya untung banyak, dan yang miskin tetap miskin.

 

Sebagai pasar, moment ini, mungkin, menurut saya, adalah moment dalam suku Mee yang mempertemukan banyak kalangan, banyak unsur dengan skala yang sangat luas. Moment yang langka ini, sering dimanfaatkan keluarga-keluarga dalam suku Mee untuk mencari tahu hubungan keluarga secara utuh, mendengar sejarah-sejarah dalam bentuk dongeng di rumah-rumah yang telah disiapkan penyelenggara. Bahkan moment ini juga, adalah moment di mana para jomblo mencari jodoh. Jadi, yuwo, adalah moment yg nilai sosialnya lebih dominan ketimbang kepentingan pasar itu sendiri.

 

Yuwo, sekarang, dan dahulu, tentunya saja sudah sangat berbeda. Mungkin praktek pasarnya sudah tidak relevan lagi. meski nilai sosialnya masih saja relevan. Untuk konsep dan praktek Yuwo dahulu dan sekarang kita bisa perdebatkan nanti. Atau teman-teman bisa menyanggahnya di kolom komentar. Tapi saya tidak mau mempersoalkan itu di dalam tulisan ini. Nanti panjang. Saya mau kembali kepada topik saya sebelumnya: Kingmi dan Yuwo:

 

Tradisi turun temurun yang dilakukan dari sejak dahulu kala ini tiba-tiba saja ingin diruntuhkan dengan dalil teologi, dengan perkataan-perkataan seperti Kafir, dosa, "nanti masuk neraka" oleh sebagaian orang (umat). Termasuk saya sebelum 'gelisah'. Orang Mee (umat Kingmi) sekarang, yang baru mengenal gereja langsung men-cap praktek yuwo dengan narasi-narasi yg subjektif. Apa sih, yang melatarbelakangi narasi-narasi ini?

 

Saya baru sadar, bahwa, pasar Kingmi, yang sangat dinanti-nantikan oleh umat Kingmi, yang sejak saya kecil, bersama teman-teman menganggap acara paling meriah itu, ternyata adalah kegiatan tandingan Yuwo, yang dibuat oleh para pemberita kabar 'baik'. Atau kegiatan alternatif yang dibuat, karena, meski sudah masuk gereja, para umat ini masi saja mempunyai keingin untuk ke Yuwo.

 

"Yuwo itu dosa" adalah ajaran misionaris (Kingmi). Bukan Alkitab! Atau mungkin saya yg kurang jelih membaca Alkitab.

 

Kenapa para misionaris atau pemberita injil itu bisa men-cap Yuwo sebagai aktivitas yang melawan ajaran gereja? Adalah trik misionaris untuk 'menangkan' jiwa-jiwa masuk ke dalam gereja. Trik trik penginjilan yang mengkerdilkan budaya (baik) inilah yang saya persoalkan. Yang semistinya kita, umat Kingmi sekarang kritik.

 

Kita harus kritik trik-trik penginjilan missionaris yang sangat tidak historis-kontekstual itu. Melarang aktivitas manusia Mee yang baik dengan menakut-nakuti "Yuwo itu dosa", "kalau ke Yuwo nanti masuk neraka" adalah trik penginjilan yang menurut saya menyimpang. Menciptakan narasi subjektif lantaran 'cemburu' dengan kegiatan Yuwo ini musti kita kritik.

 

Jadi, narasi-narasi tidak baik yang dialamatkan kepada Yuwo adalah narasi-narasi, yang menurut saya sangat tidak Alkitabiah. Karena selama saya tanyakan hal ini kepada beberapa orang tua dalam gereja, semua alasan kelihatan 'rohani' tapi tidak Alkitabiah.

 

Narasi-narasi subjektif seperti ini, pernah juga dirasakan oleh Zakeus Pakage dan komunitasnya di tahun 1950an, tahun di mana masa-masa penyebaran ajaran Injil semakin subur. Ke'cemburu'an para misionaris ini lahir karena banyak umat yang mulai bergabung dalam komunitasnya. Komunitas Zakheus Pakage, pada akhirnya dilabel sebagai kelompok pengacau, dalam bahasa Mee disebut "Wege Bage". Zakeus juga, oleh misionaris (ogai), pernah difonis gangguan jiwa (gila). Apa yang membuat 'ogai' takut? Bisa baca Gerakan dan Komunitas Zakeus Pakage dalam Disertasi Pdt. Dr. Benny Giay.

 

Kasus Yuwo dan Gerakan Zakheus Pakage mendapatkan tuduhan yg sama. Tuduhan yang sangat Politis-Teologis. Tentu saja, tidak ada hubungan antara Zakeus Pakage dan Yuwo. Karena, kalau tidak salah, Zakeus juga pernah mengritik Yuwo, tapi, tentu saja kritik dari perspektif yang lain. Saya hanya menyinggung ini lantaran dua kasus ini mendapat label yang sama.

 

Saya pikir, sekarang saatnya kita buang jauh-jauh narasi buruk itu. Atau setidaknya kita bisa kritik ulang praktek/trik penginjilan para misionaris itu. Kritik ini lebih pada Agama Protestan (Kingmi), ketimbang Katolik yang sudah inkulturasikan budaya ke dalam Gereja.

 

Saya menulis ini, karena kemarin, 6 Juni 2022, Aiyatei, salah satu kampung di Deiyai, yang sering saya sebut dengan kata "Tanah 'BESAR' Ibo Makiida  ini melakukan pesta Yuwo. Terdorong menulis ini juga, karena, masih banyak sekali keluarga saya dan teman-teman Kingmi, yang masih 'alergi' makan babi Yuwo. Jangankan makan, ke tempat Yuwo, dan menjamahnya saja tidak. Dengan alasan: BERDOSA

 

Yuwo juga bisa dikritik, tapi tentunya bukan dengan argumen Teologis. Kita bisa kritik di sisi sosial dan ekonomi. Tapi seperti penjelasan saya sebelumnya, bahwa kita akan bahas hal itu di lain kesempatan.

 

Saya yakin, masih banyak teman2 dari Kingmi yang tidak menerima, atau tidak sependapat dengan saya. Tapi selalu saja kesempurnaan itu dilewati melalui proses komunikasi dan perdebatan. Mari berdiskusi, dengan harapan agar pihak gereja (institusi) bisa melihat dan mempertimbangkan hal ini. Sekian.

 

Yanpit Kotouki

Toko Pemuda Kingmi Jemaat Antiokhia Wakeitei.



TENTANG ""

Mosesdouw.blogspot.com adalah website privat Moses Douw yang memuat berbagai tulisan. Apabila perbanyak atau copas tulisan dalam website ini, tolong sertakan alamat lengkap. Terima Kasih

4 comments:

  1. Yah..
    Pencerahan yang sahat bagus

    ReplyDelete
  2. Luar biasa adik, Kita adalah Suku Mee, dan Yuwo adalah suatu Pesta adat suku Mee yang sudah ada sejak sebelum misionaris Belanda masuk membawa agama Katolik dan Amerika masuk membawa agama Kingmi, dan semua itu terjadi karena ajaran dari para misionaris bukan karena ada karangan dari TUHAN.Daya secara Pribadi saya salut dengan tulisan adikku 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks for comment add your mean. Silahkan Bagikan

      Delete

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW