Oleh: Namukigiba Douw
Peran penting Negara Kesatuan Republik Indonesia berusaha untuk tetap mempengaruhi dan menguasai segala aspek kehidupan berbangsa, masyarakat dan memperteguh propinsi-propinsi di Pulau Papua terlebih khusus DOB (daerah otonomi baru) dengan memunculkan penjajahan gaya baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan neo-kolonialisme.
Dapat kita pelajari bahwa masa kolonialisme lebih keras yang dirasakan masyarakat pada zaman kerja paksa atau abad abad sebelum abad 20 ketimbang zaman Neo-kolonialisme sehingga pada masa masyarakat modern sekarang ini sedang merasakan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia.
Neo-kolonialisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kolonialisme dengan cara baru, misalnya penjajahan secara ekonomi, atau budaya. Praktik neo-kolonialisme secara harfiah didefinisikan sebagai neo (baru), kolonial (penjajah), isme (paham). Secara umum, neo-kolonialisme berarti sistem penjajahan bentuk baru.
Sedangkan, menurut Sarrtre Neo-kolonialisme merupakan praktik kapitalisme, dan ‘pasukan kultural’ untuk mengontrol sebuah negara dan bangsa sebagai bentuk kontrol Politik Ekonomi dan Militer secara langsung dan berlebihan namun terstruktur. Kontrol tersebut bisa saja berupa ekonomi, politik, bahasa, budaya, birokrasi pemerintahan, dan lainya. Bertujuan untuk mempengaruhi atau merubah tatanan agar lebih efektif dalam menguasai.
Kini neo-kolonialisme di praktekan oleh Presiden Prabowo (Presiden Terpilih Indonesia yang Ke-8) masih menanamkan hegemoninya melalui berbagai sektor. Tentunya, dapat ditunjukkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang sangat meresahkan dan merampas HAM Orang Asli Papua, salah satunya adalah mobilisasi / transmigrasi Non-Papua dan penggarapan pertanian multi-nasional secara besar besaran.
Fungsi kontrol hegemoni pada awal kepemimpinan Prabowo Gibran merujuk pada kondisi di mana sebuah kelompok oligiarki dan kapitalis, memegang kekuasaan. Namun, kekuasaan ini tidak menggunakan kekerasan fisik melalui militerisme secara represif, melainkan dengan menggunakan kontrol hegemoni yang dimiliki oleh kelompok kelompok tersebut.
Daerah Otonomi Baru tersebut meskipun memiliki wewenang tersendiri berdasarkan undang undang otonomi khusus No 6 Tahun 2001 untuk Tanah Papua dengan membendung ke khususan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat pribumi namun praktek neo-kolonialisme terus digencangkan dengan kontrol hegemoninya tentunya untuk merampas HAM orang Asli Papua demi kepentingan kelompok tertentu.
Mempraktekan Neo-klonialisme di Tanah Papua, negara berupaya memaksimalkan beberapa agenda utama yakni membentuk ketergantungan kepada negara, pencanangan transmigrasi ke Papua, Pemekaran Daerah Otonimi Baru (DOB) dan pencanagan eksploitasi hutan serta pertanian Multi Nasional. Pencanangan transmigrasi dan pertanian adalah misi Utama Prabowo-Gibran pada awal kepemimpinan.
Transmigrasi dan Perusahan Pertanian Multi Nasional
Transmigrasi adalah program kependudukan di lndonesia yang lama sudah berlangsung perkiraan di mulai pada pemerintahan Belanda pada tahun 1905 atau kemudian disebut dengan Kolonisasi. Dengan sasaran utama Transmigrasi adalah mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa, juga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di daerah-daerah luar Jawa. Setelah kemerdekaan, tujuan transmigrasi adalah meningkatkan keamanan, kesejahteraan rakyat, serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada era Prabowo-Gibran, transmigrasi masih menjadi salah satu program utama namun penyelenggaraan transmigrasi dihadapkan pada tantangan berupa penerapan asas desentralisasi atau lebih khusus di Papua akan di harapkan dengan Otonomi Khusus untuk Tanah Papua. Sehingga dalam penyelenggarann transmigrasi juga mengharuskan dapat di sesuaikan dengan karasteristik dan kondisi daerah.
Untuk menunjang program transmigrasi Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mendukung pertanian berskala Nasional. Hal itu di tandai dengan adanya perintah tentang perwujudan mandat Presiden RI Prabowo Subianto untuk mencangkan program nasional Swasembada Pangan. Program tersebut di dukung juga oleh partai partai koalisi lainya dalam memenangkan pemilihan Presiden. Salah satunya ketua Partai Amanat Nasional (PAN) dengan menyatakan mendukung penuh terhadap program tersebut dengan menghandalkan proyek lumbung pangan yang kemudian di sebut dengan food estate dan memberikan gagasan untuk garapan perkebunan baru.
Program transmigrasi dan penggarapan 3 komoditi (Padi, Jagung dan Tebu) pangan di Papua adalah bentuk penjajahan (Neo-Kolonialisme) yang sedang di langsungkan oleh negara ( kekuasaan Prabowo Gibran ) untuk Tanah dan Manusia Papua. Program ini sangat jelas mengkolonikan manusia dan tanah Papua.
Hak orang asli Papua dalam undang-undang otonomi khusus antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP, kemudian mewujudkan pemerataan pembangunan, pemenuhan hak-hak masyarakat Papua, hingga membentuk tata kelola pemerintahan daerah yang baik.
Hak hak dalam undang-undang otsus pun menjadi kompetensi yang harus di perjuangkan lagi oleh orang Papua dalam mempertahankan hak sulungnya, meskpun itu telah di renggut oleh kepemimpinan oligiarki atau pada masa kepemimpinan Prabowo Gibran mencanangkan program Transmigrasi.
Pola transmigrasi yang dicanangkan, tetap memicu timbulnya pengaruh-pengaruh terhadap daerah transmigrsi di Papua dan Orang Asli Papua. Pengaruh tersebut bisa berupa pengaruh baik maupun pengaruh buruk bagi masyarakat asli dan pendatang yakni: 1. Berkurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat Orang Asli Papua, 2. Benturan budaya antara masyarakat asli dan pendatang, 3. konflik yang terjadi atas hak kepemilikan lahan. Hal tersebut tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi, namun juga dibidang politik.
Transmigrasi di daerah pertanian 3 Komoditi (padi, tebu dan jagung) pun memunculkan multi persoalan. Persoalan utama adalah merampas Hak Orang Asli Papua. Hak-hak tersebut itu berupa hak kepemilihan tanah adat atau tanah marga, hak untuk menjadi pegawai, hak untuk maju bupati dan wakil bupati serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), intervensi pendatang dalam pasar orang asli Papua, hak untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, hak untuk bekerja diperusahan milik Negara (BUMN), perusahan pertanian nasional, hak untuk menyampaikan pendapat (demokrasi) dan hak sulung Orang Asli Papua lainya.
Berbicara tentang persoalan Hak Asasi Manusia kaitan erat dengan pejuang kemanusian dan pejuang atas ketidakadilan negara terhadap masyarakat tentunya perampasan, penguasaan dan peningkatan sumber daya yang di miliki daerah tententu. Pejuang Hak Orang Asli Papua dijadikan sebagai kandidat utama menjalankan misi Kabinet Prabowo Gibran pada pengisian dan pergantian sususan garda terdepan Indonesia dalam pembangunan Bangsa.
Kementerian Hak Asasi Manusia dan Program Prabowo - Gibran
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. Seindahnya, hak atas tanah Papua adalah warisan nenek moyangnya secara otomatis turun temurun.
Pada dasarnya, hakikat Hak Asasi Manusia merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan kepentingan umun telebih khusus untuk persoalan persoalan Papua. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah (Aparatur Pemerintahan baik sipil maupun militer), dan negara.
Hak hak dasar orang Papua sebagaimana disumpulkan adalah hak masyarakat, hak aparatur OAP dan pemerintah dalam membentuk kebijakan kebijakan yang memproteksi penyebab terjadinya konflik dalam hak asasi manusia di Papua. Hak hak tersebut akan direbut dengan adanya program-program Nasional pada masa kepemimpinan Prabowo Gibran yakni transmigrasi dan pertanian 3 komoditi (jagung, padi dan tebu) bertaraf nasional yang sedang berlangsung.
Ditengah mengadapi persoalan perampasan hak hak sulung orang asli Papua, negara melalui kepemimpinan Prabowo Gibran telah membentuk kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) dengan menempatkan Aktivis HAM Natalius Pigai, S.IP menjadi Menteri Hak Asasi Manusia, sementara program transmigrasi ke Tanah Papua dan megaproyek pertanian tersebut sedang berjalan, tentunya tamparan keras bagi aktivis HAM dan bagi Orang Asli Papua untuk mempertahankan hak haknya dari perebutan secara halus (Neo-klonialisme) oleh masa kepemimpinan Prabowo Gibran.
Kekuasaan Prabowo dan Gibran sekarang ini, menunjukan hegemoni akan kekuasaan atas sebuah bangsa tertentu dengan memanfaatkan kekuatan dan kontrol politiknya sebagai kepemimpinan untuk pencapaian program program tertentu. Dalam konteks politik Papua Prabowo Gibran memanfaatkan sejumlah Orang Papua demi pertarungan hegemoninya.
Prabowo-Gibran pada awal kepemimpinan mempraktekan Kontrol Hegemoni kekuasan dan Neo-Kolonialisme (penjajahan secara halus dan tidak menggunakan kekuatan Negara) dengan upaya meminimalisir aktivis HAM di Papua untuk merampas hak hak orang Papua dengan melancarkan program program yang tidak menguntungkan orang asli Papua sebaliknya program program Nasional itulah dalang Pemusnahan Etnis Papua dan dalang merampas hak hak dasar (HAM) Orang Papua.
Daftar Pustaka
Neokolonialisme, diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Nezar Patria dan Andi Arief (2003) Antonio Gramsci Negara & Hegemoni, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Paul sarte, Jean, (2001) Colonialism and Neocolonialism,Taylor & Francis. London Press