Oleh: Moses Douw
Berharap tak akan mungkin datang, Bertindak akan terkabul
Halnya, berdoa tanpa perbuatan mimipi di siang hari
Pada zaman sekarang, semakin berkembang
yang namanya pemikiran-pemikiran baru, ide-ide baru dan juga konsep-konsepannya
yang berpengaruh demikian juga larangan dari Agama untuk membatasi pertentangan
di bumi. Larangan semakin kuat di dunia dan nilai-nilai hidup berkebudayan
semakin menghilang. Yang berkembang hanya pemikiran-pemikiran baru. Jika kita
bandingkan dengan perjuangan masa sekarang, sangat disayangkan dengan
pemikira-pemikiran baru yang kini sedang berkembang. Khususnya dalam memikirkan
perjungan yang begitu besar dan tidak bisa menyelesaikan secara cepat, maka
mulai dari yang ada yaitu budaya. Perjuangan tanpa pondasi akan hancur. Karena
budaya merupakan pondasi untuk mengawali kehidupan atau perjuangan yang lebih
jauh lagi.
Kebanyakan orang berpikir bahwa
pemikiran primitif, adalah orang yang tidak berpendidikan, sehingga pemikiran
budaya disangka sebagai pemikiran-pemikiran zaman kuno. Tetapi dibalik itu
sangat di pertanyakan pula. Apa yang kamu mengasilkan dengan pemikiran-pemikiran baru tersebut?
Zaman sekarang di Indonesia, dibilang
menyelesaikan masalah dengan cara pemikiran, perkataan, secara manusiawi, damai
dan tentram namun, itu hanya sepatah kata yang dikeluarkan oleh pemikir-pemikir
modern (kini) sedangkan pelaksanaan di lapangan tidak nampak sedemikian
ucapanya Masalah yang terjadi disetiap
tahun, bulan, minggu akan terjadi itu terus dan akan terjadi, serta tak adanya
penyelesaian pula.
Tak hadir pula penyelesaian kasus yang
di percayakan negara seperti pihak Kepolisian, yudikatif (Mahkamah Agung (MA)
dan Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak masalah di Indonesia terus terjadi karena
penyelesaian dengan pemikiran-pemikiran baru, atau penyelesaian berdasarkan
budaya, apalagi negara Indonesia adalah negara yang berdiri diatas Multikultur.
Bila kita pikirkan di negara ini sangat sulit untuk menyelesaikan masalah,
akibat dari demikian.
Bila kita bandingkan dengan kebudayaan
yang ada khususnya di Papua. Dalam hal ini, membahas secara umum budaya
penyelesaian masalah di Papua (tidak mewaliki budaya di setiap suku di Papua).
Cara penyelesaiaan masalah yang sangat dilarang oleh negara, dan agama adalah
penyelesaian secara perang. Apalagi kemudian diakhiri dengan upacara perdamaian
antara kedua pihak yaitu jabatangan. Namun kini, hal tersebut diambil ahli oleh
pihak aktor, khususnya di Papua aktornya adalah TNI/POLRI dalam penyelesaian
secara adat di Papua secara umum (sepeti di Timika aktornya adalah TNI/PORI).
Sementara sekelompok orang dari Papua
tinggal di luar Papua maka apa yang di buat dalam menyelesaikan persoalan
yang terjadi. Bila kita kaitkan dengan
persoalan mahasiswa dengan kejadian misterius yang terjadi Jawa maka apa boleh
buat kita harus angkat “panah” sebagai mengangkat eksistensi budaya perang dan
penyelesaian secara adat. Pasti setelah perang ada perundingan antara kedua
pihak untuk mengambil keputusan disitulah akan ada peyelesaian masalah. Tak
akan ada peyelesaian masalah apa bila tak ada Perang. Banyak pihak yang
berargumen bahwa perang adalah kuno memang kuno, tetapi sampai dimana
peyelesainya dengan pemeikiran dan peyelesaian modern itu? Persoalan akan
terjadi ketika dibiarkan begitu saja, tanpa dituntaskan persoalan yang ada.
Kita pikir ini sederhana namun, menyelesaikan masalah yang sangat tepat yang
tidak bisa terulang kembali lagi masalah itu.
Dalam hal ini, merefleksi kembali bahwa
mahasiswa di Jawa yang banyak berperasaan bahwa kita harus memikirkan dimasa
akan datang pula ketiaka kita perang maka apa yang akan terjadi? Dampaknya apa?
Seperti apa keadaan kedepan? Hal demikian menjadi pertimbangan besar dalam
suatu masalah di tanah perantahuan. Kita boleh perang tapi bagaimana keadaan
kedepan, dengan melihat sikap orang luar Papua
yang sangat halus dan strategis
itu, Kata “minoritas suku di Papua”
Ada sepatah kata berkata “Mati tertindas
atau Mati karena lawan” kata ini menjadi dasar pokok dalam tulisan ini. Dengan
maksud bahwa ketika kita lawan dan perang maka ada harapan dalam peyelesaian
maka disitulah kita menang dalam peperangan. Apabila kita tidak perang dan kita
menunggu negoisasi dari pihak kepentingan maka kita kalah dalam peperangan,
sehingga masalah tersebut akan terjadi kembali.
Kemudian kita Bandingkan dengan masalah
perjuagan kemerdekaan Papua. Penyelesaian masalah, pemisahan wilayah sangat sulit!
Lawan pemikiran dengan pemikiran, sangat sulit. Bila kita beri kata-kata yang
baru, mereka juga mempunyai kata-kata yang kita ungkapkan. Bila kita, lawan
sejarah perjuangan dengan sejarah perjuangan. Mereka juga mempunyai sejarah
perjuangan. Begitulah masalah yang sedang terjadi antara Indonesia-Papua.
Tetapi perjuangan yang sangat kita tempu adalah perang. Perang adalah cara
penyelesaian masalah secara singkat tetapi memakan korban yang begitu banyak.
Dari pada manusia Papua habis tanpa perlawanan yang sangat kuat (perang), lebih
baik lagi manusia Papua habis melawan sistem dengan Perang atau mati sia-sia
tanpa perlawanan, lebih baik mati karena perang.
Banyak orang berpikir perjuangan dengan
perang adalah pemikiran orang yang tidak sekolah, pemikiran orang yang zaman
kuno, orang yang pemikiranya pendek. Tetapi sebaliknya dipertanyakan juga, apa
yang kamu buat, dengan menggunakan pemikiran yang baru tersebut. (parafgraf 2).
Saya sangat setujuh dengan perjuangan Bapak pejuang bangsa Goliath Tabuni.
Oleh karena itu, perjuangan membutuhkan
tumpah darah diatas tanah air. Jangan jadi
pengemis. Bila kita jadi pengemis sama saja yang kasih adalah
sebagian mungkin berupa uang atau benda–benda lain. Seperti MSG yang di
manjakan dengan uang oleh Indonesia.
Yogyakarta,
5 Mei 2015
Penulis
adalah Mahasiswa Papua Kuliah di Yogyakarta
Post Comment
Post a Comment