BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Saturday, July 8, 2017

Uang Menghasilkan Kepala Daerah


Oleh: Moses Douw

            Berpikir secara matrialisme rasional Adam Smith bahwa “Uang Menghasilkan Uang” namun, seiring dengan perkembangan yang kurang sehat dalam birokrasi. Birokrasi terus saja di serang penyakit yang tak ada obatnya. Sehingga kini terbalik bahwa “Uang yang menghasilkan pemerintah daerah”. Hal ini khususnya terlebih selalu terjadi dalam tahapan pemilihan kepala daerah.

Pemilihan kepala daerah (PILKADA) pada dasarnya sudah diatur dalam Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yang jelas bahwa undang-undang ini sangat baik dalam pengaturan untuk melaksanakan proses Pilkadda yang aman dan damai, berasaskan Jujur, Adil dan langgsung, umum, bebas dan rahasia. Pilkada membawa makna yang sangat luar biasa dalam proses pembangunan daerah. Walaupun demikian negara Indonesia khususnya Papua sangat miskin dalam pemaknaanya sehingga orang Papua menjadi korban.

Realita dalam pemilihan kepala daerah di Papua kini mementingkan, kekuasaan, feodal dan Name Up. Penyakit dalam organisasi perangkat daerah enta demikian dari fungsional dan struktur di daerah kini hanya menumbuhkan benih penyakit dalam birokrasi. Hal ini di tegaskan oleh Komisi II DPR menyoroti sikap KPU RI yang dinilai membiarkan sejumlah permasalahan dalam pikada serentak pada 2017, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II dengan KPU dan Bawaslu soal evaluasi Pilkada serentak. Wakil Ketua Komisi II Arteria Dahlan, mempertanyakan sikap KPU yang tidak melakukan rekomendasi dari Panwaslu atas permasalahan rekapitulasi suara khususnya di Papua.

Sorotan dari Komisi II DPR ini sangat menggkore penyakit yang selalu di biarkan oleh pihak yang bertanggung jawab. Penyakit ini kini di praktikan dalam pemilihan kepala daerah di Papua. Tentunya persoalan demikian trend di Media dengan mempertanyakan ada apa dibalik semua ini? Penggelapan atau pembiaraan permasalahan dalam Pilkada merupakan adanya aktor yang memfasilitasi hal demikian dengan komunikasi politik, money politics dan masa politik.

Dengan permasalahan diatas ini, dalam suatu pertempuran pemilihan kepala daerah pasti akan terpilih dan menjadi kepala daerah dari kubu tertentu. Lebih spesifik di Papua kini sangat di pertanyakan dengan semua kepala daerah di Papua, khususnya kepala daerah yang terpilih selama gelombang I dan Gelombang II PILKADA serentak di Indonesia.

Mengapa harus mempertanyakan latar belakang mereka pada umumnya? Tentunya mereka merupakan latar belakang yang sangat licik dan tidak bermartabat dengan cara yang demokratis dalam negara demokrasi. Hak pilih dan memilih di sogok, hak untuk protes di palang pedang, hak untuk berbicara di todong uang dan peluru dan lainya.

Dengan demkian, pertandingan dan pertarungan Pilkada ini di jadikan sebagai pertandingan bola di Lapangan Hijau. Mengapa? Tentunya Kapten yang merupakan hak untuk protes wasit pun di bayar habis! Wasit pun di bayar habis? Pemilih di Lapangan pun di bayar habis! Kecewa Pembangunan tidak berjalan di daerah! Sangat kecewa persoalan seperti ini karena membuat tanah Papua tidak berideologi. Hal ini membuat dampak yang besar bagi masyarakat Papua. Seperti apa penyebab dan masalah-masalahnya?

Uang menghasilkan Kepala Daerah

Perilaku baru yang muncul dalam pemilihan kepala daerah kini semakin meningkat dan kemudian perilaku itu sangat meraja lela dalam sebuah proses pemilihan kepala daerah di Indonesia khususnya di Papua. Perilaku itu sejak lama membudaya dalam sebuah kebiasaan dimana Negara Indonesia melakukan pesta demokrasi.

Yang wajar dalam proses pesta demokrasi menghasilkan pemimpin daerah yang berintelektual demi meningkatkan daerah yang Sehat, Aman, Pintar dan Kenyang. Artinya dengan adanya pemimpin yang baru memberikan kegembiaraan dalam pemerintahan dan masyarakat. Perwujudan pemimpin seperti demikian lahir dari tak adanya intervensi politik dalam pemilihan di tingkat local hingga pusat.

Namun dengan perkembangan dan system ekonomi politik dalam kekuasaan mengubah pola pikir elit politik dalam kekuasaan. Hal ini mendorong keinginan untuk melakukan komunikasi politik bersama masa (pihak ketiga) untuk melakukan money Politics.

Money politics merupakan dimana (yang dimaksud masa) diatas ini melakukan transaksi uang dalam proses demokrasi atau pemilihan kepala daerah kepada pihak yang berwewenang penting dalam pesta demokrasi tersebut. Uang (money) membuka jalan bagi bakal calon menuju bupati atau gubernur terpilih. Tidak menutup kemungkinan, hal ini sudah sejak Gelombang I PILKADA (sebelum juga) hingga kini pada tahun 2017 sudah banyak muncul praktek-praktek di Lapangan.

Money Politics ini secara rasional telah menutup suara rakyat yang di pilih langsung dari setiap kampung. Pilihan masyarakat ini telah di abaikan dan demikian muncullah “Pemilihan Kepala daerah oleh Uang”. Sehngga pada sebelumnya “Masyarakat menghasilkan Kepala Daerah” tapi kini muncul “ Uang menghasilkan Kepala Daerah”.

Uang membayar Pegurus Pilkada

Masih bertahan dengan uang. Pada bagian “uang menghasilkan kepala daerah” mengungkapkan bahwa “masa”. Masa menggerakan sebuah sistem dalam kepengurusan demi kejayaan dan masa. Masa yang di maksudkan adalah partai politik, KPU, Panwas, TPS dan lainya. Kemudian hal ini menjadi sebuah komponen yang harus menjujung tinggi kemenanganya.

Perjungan dan teknik permainan mencapai sebuah kemenangan sangat menonjol dalam sebuah masa atau juga dalam sebuah kubu tertentu. Dari sini ada sebuah game politics yang harus berlawanan demi keberasilan dalam politik. Sedemikian pula memainkan sebuah permainan dengan uang dalam beberapa “masa”.

Leo Agustino (2009), dalam bukunya menjelaskan anonim dari penjelasan diatas bahwa “bagi pemilih dan pegurus memberikan kepercayaan kepada kandidat tertentu dalam sebuah kontrak politik yang kemudian berlaku ketika sang kandidat menjadi pejabat politik di daerah”. Memberikan sebuah kontrak politik untuk kepentingan ekonomi politik

Praktek kontrak politik serta money politics dalam pengurus merupakan usaha kandidat demi membeli hak masyarakat dalam berdemokrasi. Walaupun demikian, hal demikian ini memperburuk proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia ini khususnya Papua yang kini di kenal dengan demokrasi Noken ini. Dengan demikian, perilaku perlawanan politik dalam proses pesta demokrasi membawa nama buruk sistem noken di Papua khususnya di Pegunungan Tengah Papua. Dan demikian, uang memberikan sebuah panah untuk perang.

Uang memberi Panah

Dalam Political Marketing menjelaskan bahwa “barang yang tak berguna dan barang yang tak berharga mampu menyulap berharga. Kandidiat yang (tak berkualitas dan tak kompeten) menjadi barang yang sangat berharga. Secara cerdas perlu di jaga otonomi daerah tidak di rampas dan rampok oleh political marketing yang semata-mata mengejar kekuasaan demi kebutuhan kebutuhan pribadi.

Secara emosional dalam pilkada terdiri kubu yang sering disebut dengan  supporters dan Voters kedua ini akan berpengaruh dalam sebuah pesta demokrasi, sering kali persoalan dari kubu demikian, di ajukan ke Mahkama Kontitusi di Jakarta.

Secara rasional ketika peroalan dalam PILKADA di ajukan ke MK pasti merupakan penuh euphoria atau masalah. Masalah-masalah dalam pemilihan kepala daerah sangat kompleks. Masalah yang sering muncul dalam pemilihan kepala daerah sebagai berikut: Tidak akurat data pemilih, persyaratan calon yang tidak lengkap, pengusulan calon dari Parpol, KPUD yang tidak netral, panwas Pilkada terlambat di bentuk, money politics atau kost Politics dan lainya.

Cost Politics dan money politics di Papua sudah menjadi kebiasaan yang membudaya dalam sebuah game Politics dan pemilihan kepala daerah. Namun, game money politics ini sangat transparan di mainkan oleh kandidat tertentu, dalam pemilihan sehingga memunculkan persoalan fundamental.

Permainan ini di pandangan Supporters dan voters dari setiap kubu, menjadi persolan yang sangat tidak beretika dalam bersaing secara adil dan jujur dalam Pemilihan kepala daerah. Sehingga, hal ini memberi supporters dan Voters panah untuk berperang. Enta perang nyata maupun perang dingin yang mengakibatkan korban nyawa orang Papua. Hal ini, kita bisa lihat di pemilihan kepala daerah di Papua.

Uang menghambat pembangunan

Berpikir secara rasional uang adalah pundank utama dalam pembangunan fisik dan nonfisik di daerah. Uang yang menjadi tuan pembangunan daerah selama 5 tahun kepemimpinan, sehingga tolak ukur pembangunan di nilai melalui berapa banyak uang yang di realisasika. Logika pembangunan baik terlihat di beberapa daerah khususnya jawa dan beberapa lainya.

Pembangunan daerah sangat kompleks, pembangunan fisik (sekolah, jalan, jembatan dan lainya) pembangunan non-Fisik (kesehatan, kebahagiaan, pendidikan dan lainya. Untuk mengukur berhasil dan tidaknya pembangunan adalah sejauh mana keberasilan dalam pembangunan fisik dan non fisik. Tidak hanya demikian, daerah yang baru di mekarkan merupakan tujuan utama agar kesejahteraan dan kebahagian masyarakat terpenuhi.

Pembangunan bisa di dukung dengan keungan Negara dan daerah di tingkat daerah melalui dana APBD dan APBN serta saluran dana daerah lainya. Setiap tahun selalu saja mengalir atau di cairkan dana sesuai; Tipe daerah, potensi daerah dan luas wilayah. Tiga tipe ini merupakan tolak ukur dalam besar keuangan daerah. Tiga tipe pemerintah daerah ini lebih di Papua menyebabkan daerah ini mendapatkan pendapatan daerah sangat tinggi di bandingkan dengan daerah lain. Tetapi sayang, mana pembangunannya?

Kembali pada pemikiran money politics dan Cost politics, pemimpin yang terpilih dari uang (bukan suara rakyat) akan mementingkan uang dari pada daerah. Jelas karena terpilih kepala daerah dari uang. Seandainya saja, ketika kepala daerah terpilih dari masyarakat akan mementingkan masyarakat. Cara berpikir secara ideal akan seperti demikian.

Lowel development berpengaruh ketika kepala daerah itu di hadirkan, dilahirkan dan di ciptkan oleh oleh uang. Mengapa? Seringkali money politics meng(kurus) ketika pemilihan kepala daerah namun akan meng(gedut) ketika berkuasa. Sehingga orang akan berpikir dimana sumber dari mengendut itu? Tentunya keungan daerah yang mngakibatkan lambatnya pembangunan itu.

Sedangkan, Cost Politics merupakan suatu janji ketika yang harus di penuhi ketika menjadi kepala daerah. Hal ini banyak terjadi di daerah Papua. Banyak janji yang sering memunculkan dalam Cost Politics adalah membagi kekuasan, melunasi utang, meberikan proyek dan membagi rekrutmen jabatan. Hal ini juga jelasnya akan berpengaruh dalam dualisme pembangunan daerah sehingga tertunda dan selalu lambat dalam pembangunan.


Oleh karena itu, dana penyelenggaraan yang di alokasikan dalam pemilihan kepala daerah sangat tidak relevan, efisien dan akuntabel dari setiap kandidat. Peredaraan uang di masyarakat dengan mengakibatkan ketergantungan. Tidak hanya itu, game politics dalam money politics dan cost politics dengan demikian akan terpilihnya kepala daerah. Sehingga permainan uang mengasilkan kepala daerah. Dan juga hal yang sama, di katakan ketua dewan adat Mee-pago Okto marko Pekei bahwa “orang yang tidak betah di daerah ketika menjadi pemimpin daerah pun tetap tidak akan betah di daerah, karena menjadi betah seolah- olah suatu penyakit yang harus di obati.” Hal ini merujuk juga pada, sejak mana dia bersama masyarakat di daerah, sehingga dari pengalaman sebelumnya di Indonesia maka akan adanya pegusapan dalam keuangan daerah dan akan membentuk kepemimpinan feodal di daerah.


Penulis adalah mahasiswa Papua kuliah di Jawa Tengah


TENTANG ""

Mosesdouw.blogspot.com adalah website privat Moses Douw yang memuat berbagai tulisan. Apabila perbanyak atau copas tulisan dalam website ini, tolong sertakan alamat lengkap. Terima Kasih

Post Comment

Post a Comment

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW