BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Sunday, November 8, 2015

Membangun Green Politik di Papua

Oleh: Moses Douw

Papua merupakan pulau yang di temukan oleh misioner dari Eropa. Penguasan Eropa melalui misi misionaris di Papua lebih memperluas dan memperkenalkan kepada dunia bahwa diujung timur terdapat pulau Irian Jaya (Nugini) sekarang Papua. Seiring dengan perkembangan dunia yang begitu pesat kemudian Netherland dan Jepang menguasai Papua hingga tahun 1963 dan kemudian Tanah Papua di aneksasi dalam Indonesia.

Dari pangkuan ke pangkuan, secara tak langsung setiap kali penjajah masuk ke tanah Papua sangat perbeda, pembagunan dan perkembangannya pun. Sepata demikian banyak ditekankan oleh orang Papua sendiri sebagai pelakunya.

Sejak Belanda menguasai Papua ketika itu melakukan pembangunan yang manusiawi sebab, pembangunan saat itu tak berpengaruh dengan ekosistem disekitarnya atau di sekitar wilayah pembangunan. Tetapi ketika Papua setalah menginjak kaki ke Pangkuan Indonesia sangat di kuras oleh Kapitalis Indonesia dan asing atau biasa di sebut dengan kapitalisme guncang bumi Papua. Namun tak hanya ekosistem yang hilang musnah tetapi juga manusia Papua juga mulai di musahkan dengan berbagai cara oleh Indonesia, lebih sering disebut dengan Pemusnahan Etnis Melanesia di Tanah Papua (Baca Buku: Pemusnahan Etnis Melanesia).

Ketika kita lebih merenungkan tentang pembangunan di Papua, anehnya sementara membangun Papua, namun sementara itu beberapa mekanisme yang di praktekkan dengan jalur lain dengan tujuan mengancurkan berbagai isi bumi dari Tanah Suci Papua. Praktek kolonial yang kini kita kenal antara lain diantaranya menguasai Tanah, mengeksplorsi, mengintimidasi dan terjadi pencemaran ekosistem, sosial, politik, ekonomi dan lainya di Papua sehingga kita merenungkan pembangunan di Papua adalah Pembangunan dualisme.

Pembangunan dualisme terjadi ketika pembangunan di Papua dengan dua tujuan yang berbeda, yang kini di praktekan ini. Misalnya berbagai media di Indonesia mengabarkan bahwa Papua itu dalam Pembangunan (Pembangunan Pendidikan, Politik, Ekonomi, sosial budaya, dan Pembangunan fisik dan non fisik). Itu pandangan baik yang mereka kabarkan melalui kabar berita di Indonesia. Tetapi ada sisi yang negatifnya bagi orang Papua dan alam Papua. Contoh di Bidang Pendidikan Pemerintah kirim Guru Kontrak banyak ke Papua, tapi kenyataannya di ajarkan hanya pendidikan Politik Indonesia, lalu pelajaran yang lain? Di Bidang Pembangunan fisik, membuat jalan. PT yang masuk membangun daerah dengan tujuan sebagai berikut: 1) Membangun daerah yang belum terisolasi. 2) Mencari lahan kosong bagi mereka untuk menempati. 3) Membuat rumah di lahan-lahan kosong dan datangkan berbaga masyarakat dari luar Papua. 4) Mencari dan Mengambil rempah-rempah dari Hutan Papua. 5) Mencari dan mengambil Emas Papua. 6) Mengeksploitasi hutan Papua secara bertahapan. 7) Membangun dengan sewenang. 8) Membunuh orang Papua yang melawan akan pembangunan sewenang atau melawan PT.

Hal diatas ini merupakan bagaimana Praktek pembangunan yang dualisme di Papua. Orang Papua yang tertindas selalu berfikir bahwa “kalo mau bangun harus sesuai dengan suara rakyat dan tak harus menggagu hutan dan berbagai isi dari Pulau Papua itu”. Karena sesuai dengan kesepakatan bersama Birokrasi dan militer hal demikian tak terungkap dari mulut orang Papua.

            Hal demikian sangat tak berhukum bila di Negara lain, sebab karena di Indonesia semua itu benar, yang salah juga benar. Dengan itu bagaimana peran pemerinah dalam hal ini, dengan adanya otonomi seharusnya pemerintah lebih mengembalikan seluruh kewenangan dari pusat ke daerah, seperti hak ulayat. Seluruh tanah di kuasai oleh ketua atau kepala suku setiap daerah namun semuanya di kuasai negara mulai tanah hingga pemerintahan. Sebab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia tak seimbang. Misalkan di Kalimantan “seseorang memiliki tanah ketika mendapatkan ijin dari kepala suku, Yogyakarta dan sekitarnya tanah di miliki oleh pemerintah daerah tak ada hak milik, dan sebagainya. Ini menjadi contoh ketidakseimbang dalam mengurus pertanahan di Indonesia”. Hal demikian kita merenungkan terlebih dahulu bahwa sebenarnya ada apa Indonesia di Papua. Apakah ingin membangun atau mau eksploitasi?

Ekosistem yang ada habis di ancam Kapitalis atas dasar sikap Politik Indonesia diatas Tanah Papua mulai dari kota hingga hutan. Daerah perkotaan di Papua secara umum secara merata di kuasai dengan pembangunan toko-toko dan rumah. Tak ada ruang bagi penghijauan apalagi hutan Papua dalam proses penghabisan oleh kapitalis Indonesia guna menanam kelapa sawit yang sebelumnya masyarakat Papua tak kenal itu. Sehingga tempat untuk menghasilkan air pun susah dan juga semua ekosistem, Hewan, Manusia menjadi tujuan utama bagi kapitalis Indonesia dalam tujuan buruan Indonesia.

Oleh sebab Papua masih belum seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya maka seharusnya apa yang harus membangun atau apa pentingnya membangun Green Politik di Papua? Green merupakan kata Bahasa Inggris dalam artinya bahwa hijau. Sedangkan Politik dalam hal ini adalah bagaimana kita sebagai penjaga bumi untuk membangun relasi yang menyelamatkan antar manusia dan bumi ini. Secara umum bahwa Green Politik adalah bagaimana sikap dan peran manusia atau Pemerintah dalam menangani kehijauan kota demi mengatasi pemanasan Global. Ini merupakan politik globaisasi yang peranaan pentingnya bercabang kepada kita di manasaja kita berhabitat.

Dengan menyimaknya pentingnya Membangun Green Politik di Papua seharusya Pemerintah atau suatu Intasi harus mempertimbangkan beberapa pertimbangan berikut ini:

1.    Pemerintah Papua harus menata kota.
Penataan kota merupakan keharusan dalam pemerintahan untuk menciptakan kota yang tata letak atau pola kota yang baik. Kota akan mendapatkan nama baik ketika tata kota tertib dan baik. Tata kota yang baik adalah bagian dari Good Governance atau pemerintahan yang baik. Sangat baik dipraktekkan oleh beberapa pemekara kabupaten baru di Tanah Papua. Seperti Kabupaten Dogiai yang lembahnya yang sangat baik untuk membentuk tata Kota yang baik dan beberapa kabupaten yang lain. Memang sangat terlambat bagi kota atau kabupaten yang lama ini. Seperti kabupaten Merauke, Jayapura, Wamena, Timika, Paniai, Nabire, Biak, Manokwari dan Sorong.  Menata kota biasanya mempelajari bagaimana kita menetapkan Pasar, Terminal, Rawah, Hutan, Sawah, Selokan, Kali, Rumah sakit, Hotel, Alun-alun dan Pusat Kota.  Jadi menata kota berdasarkan hierarki di Pusat Kota seharusnya apa yang harus Bangun? Lalu lapisan yang setelah kota seharunya apa? Permukian harus Bangun di Lapisan Berapa? Dan begitu sampai di Hutan. Ini adalah tata kota yang baik dari Kota hingga di Hutan.

2.    Pemerintah Papua harus mendirikan beberapa Alun-alun Kota.
Alun-alun  merupakan tempat umum yang disedikan oleh pemerintah untuk masyarakatnya atau warga negaranya. Alun-alun ini memiliki multifungsi, salah satu fungsi adalah menyediakan kepada masyarakat atau Warga untuk bagaimana mereka memanfaatkan untuk mengambil Hiburan. Tempat seperti ini perlunya meyiapkan berbagai prasarana ataupun tidak. Tujuannya agar menghibur masyarakat dari Penyedian tersebut. Bisa kita ambil contoh kota-kota yang menyediakan Alun-alun seperti : Yogyakarta, Malang dan  Jember dan lainya. Menyediakan alun-alun bukan lagi hanya itu namun bagaimana kita menanam beberapa Pohon diantara Alun-alun. Agar terjaga dari berbagai Oksigen yang kotor serta menjaga Kehijauan Kota.

3.    Pemerintah harus Menyisakan Hutan di Tengah Kota
Perkembangan kota di dunia ini sangat di perhatinkan, kota-kota yang kini berkembang ini memiliki pertumbuhan kota yang sangat signifikan dalam hal ini pembangunan hotel dan toko yang begitu mewah meskipun itu tak memikirkan dampak terhadap kita manusia dan Bumi ini. Ketika kita memperhatikan kota-kota di Bumi ini  manakalah pemerintah menyediakan Hutan kota dalam hal ini menyimpan oksigen sebagai pengganti karbon dioksida. Kita bisa saksikan karena tak ada Hutan dan penghijauan maka terjadi Polusi Udara dimana saja. Seperti Jakarta yang selalu meyelimuti polusi udara, polusinya bagaikan embun di Pagi hari. Ini merupakan kota yang belum terarah dan teratur baik sehingga hal ini bisa berdampak juga kepada manusian dan lainya.

4.    Pemerintah harus Tanam Pohon di Seberang Jalan.
Sekilas penjelasan dari atas ini sangat berkaitan dengan bagaiamana kita menanam pohon di ruas jalan yang kosong. Banyak kita bisa manfaatkan sebaigai tempat untuk menempatkan untuk menanam Pohon. Salah satunya adalah kita bisa memanfatkan ruas jalan. Misalnya sebuah jalan merupakan dua jalur. Garis tengah kita bisa manfaatkan untuk menanam pohon sesuai dengan ukuran jalan. Hal ini mendapatkan dua manfaat bagi kita, yakni bisa mendapatkan nama terbaik sebagai kota hijau dan sebagai menangani persoalan global atau pemanasan dan banyak lagi manfaat bagi kita.
5.    Pemerintah Perhatikan pembangunan Hotel
Untuk menciptkan kota salah satunya membangun hotel, home stay, Apartement dan lainya. Kota akan berkembang dan banyak pengunjung apa bila banyak hotel, pariwisata dan lainya. Karena pengunjung kota akan memanfaat kota dengan potensi yang dimiliki kota itu sendiri. Selain dari itu, tempat tinggal merupakan tujuan utama bagi penunjung kota. Maka itu, untuk membangun Hotel apa yang seharusnya atau langkah apa yang kita lakukan untuk mengurgi masalah lingkungan yang kini polemik Dunia. Dari tulisan ini saya memberikan pandangan  dalam membangun Hotel dan Rumah Penginapan lainya. Hotel atau tempat tinggal lainya harus bangun di Arah barat dari kota Anda. Mengapa demikian? Hal ini sangat mudah untuk di jawab. Karena, bila kita membangun Hotel atau penginapn yang berskala tinggi di bagian timur kota maka akan terganggu metabolisme tubuh manusia karena matahari yang sebenarnya meneragi para masyarakat atau warga akan di pele dengan berbagai Hotel berskala tinggi. Dan banyak lagi dampak negatif yang lingkungan masyarakat politik mendapatkan dari pembangunan hotel di Bagian timur Kota.

6.    Hijaukan kota
Masalah lingkungan politik merupakan teori baaru yang beberapa negara telah dipraktekannya. Desain kota yang baik oleh pemrintah akan memberi efektif dalam membangun Infrastruktur sebagai tanggung jawab negara dalam kota di setiap daaerah sebaba negara tidak hanya ibu kota. Maka, perlunya negra dalam menangani berbaga kepeluan politik lingkungan sebagai campur tangan dalam pembangunan berkelanjutan yang kepentinganya kebanyakan rakyat. Pembangunaan sangat diperluhkan pula dengan kebijakan yang mengkaitkan itu agar pembangunan berkelanjutan. Kebijakan pemerintah selalu terbagi dua jalur yakni kebijakan yang menyelmatkan dan tidak menyelamatkan. Kebijkan yang meyelamatkan tidak dominan dari pada kebijakan tidak meyelamatkan. Kebijakan meyelamatkan yang dimaksudkan disini adalah bagaimana kebijakan pemerintah tak melayani kapitalis atau memberdayakan ekonomi lokal serta membangun lingkungan politik yang hijau. Sedangkan kebijakan tidak menyelamatkan adalah kebijakan yang menghancurkan lingkungan, mengeksploitasi, dan melayani kapitalis untuk mengeksplorasi untuk SDM dan lainya. Maka seperlunya kota sebagai tempat pemusatan berbagai kegitan masyarakat akan membuat kota polusi apalagi ketika ada pabrik, akan membawa polusi yang berskala besar. Sehingga kota bisa jadi kota polusi. Maka perlunya, kebijakan yang jelas dan membuat kota jadi hijau di tengah perhotelan yang tinggi. Kita tahu bahwa kota hijau akan memberi dampak yang baik. Itulah yang di perlu dalam pembangunan kota.

Hal ini pernah juga tekankan oleh Anthony Giddens bahwa globalisasi mampu menghadirkan demokrasi yang sebenarnya menghendaki adanya perhatian pemerintah terhadap ekologi serta dalam kebijakan pemerintah. Demokrasi hijau yang disebut sebagai ekodemokrasi atau biokrasi. Green Politik kemudian menjadi isu politik yang krusial dengan pembekalan kesadaran bahwa membiarkan kerusakan ekologis. Sebagai manusia pelanggaran terhadap lingkungan sangat diperhatinkan karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.


Oleh sebab itu, pandangan lingkungan politik sangat berperan penting, sesunghuhnya dalam berbagai regulasi politik yang berkaitan dengan kebijakan yang menyelamatkan lingkungan dan berbagai ekologi yang terdapat di bumi ini. Salahsatunya melihat menipisnya lapisan ozon yang lingkungan hidup yang berefek global memerlukan perhatian terutama dalam hal pembangunan berkelanjutan yang seharusnya dimulai dari jajaran terkecil yakni individu, keluarga, RT, Desa, Kabupten, Provinsi dan Negara. Untuk mengatasi berbagai masalah lebih baik lagi apablia mengadakan partai yang memperjuangkan Politik Hijau sebagai jembatan dari masyarakat dan negara dalam menangani persoalan Lingkungan Politik atau untuk mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat di bidang lingkungan hidup.

Tuesday, November 3, 2015

Orang Papua: Mau jadi Presiden dan Menteri Harus Ciptakan Negara

 Oleh: Moses Douw

Kami tak ingin Membagun Indonesia dari Desa
Tetapi kami Ingin Indonesia yang harus Bangun Desa di Papua   

Moses Douw
Indonesia merupakan bentuk negaranya kesatuan atau presidential. Presidential  adalah negara yang di selenggarakan oleh pemerintah pusat adalah yang tertinggi. Negeri yang beribu Pulau ini, setiap daerah harus di atur oleh pemerintah pusat. Indonesia tidak seperti negara federal yang pemerintahannya diatur secara mandiri.

    Beberapa waktu yang lalu Indonesia telah menyaksikan pesta demokrasi atau pemilihan presiden yang ke-7. Namun, pesta demokrasi ini dipermalukan dengan berbagai masalah yang sangat menglobal, seperti berbagai gugatan pemilihan presiden meskipin itu di pilih langsung oleh rakyat dan dari rakyat secara demokrasi. Pada akhirnya dalam proses demokrasi ini di menangkan oleh kubu Jokowi-JK. Sebelum presiden indonesia yang ke-7 di lantik, ada beberapa kegiatan yang harus dan patut di selesaikan sebelumnya. Melalui terpilihnya Jokowi-JK sebagai presiden republik Indonesia ke-7, masa periode 2014-2019. Sebelum dari pada itu Presiden terpilih Jokowi-JK melakukan penyiapkan atau melengkapi struktur pemerintahan seperti yang saat ini adalah menteri-menteri.

    Dalam badan formatur seleksi menteri atau program seleksi menteri yang sementara ini di usulkan kepada presiden terpilih Program Seleksi Menteri diluncurkan sebagai respons atas terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2014-2019. Melalui program mencoba menyeleksi figur-figur yang layak duduk di kabinet, dan memberikan usulan lembaga-lembaga kementerian yang perlu ada.

    Tetapi pada prosesnya pulau Papua yang besar itu mendapat 1 porsi kursi di Menteri yakni menteri Yohana Susana Yembise adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Ia menjadi sangat dikenal karena menjadi menteri dan guru besar perempuan pertama dari Papua. Ini yang pertama kali perempuan Papua dan menjadi pertanyaan adalah apakah orang Papua bisa menjadi Presiden?

    Saya bertanya banyak kapan negara ini adil dan demokrasi akan berjalan seimbang? Tidak adil berarti tidak seimbang dalam merekrut, mencalonkan dan mengkaderisasi menjadi orang yang cinta kepada bangsa dan negara. Orang Papua sangat di larang oleh Pempusat dalam mencalonkan diri menjadi pesiden Indonesia! Ada apa di balik semua ini? Negara tak akan lari hilang dari tangan Papua. Sebab tak ada pemberian kepercayaan kepada Orang pinggiran akan menciptakan masalah diatas masalah. Masalah demikian orang Non-Papua bisa calonkan diri di suatu bidang di Papua lalu kenapa sebaliknya?

    Susahnya negara setengah demokrasi ini, tata negara pun tak terara dan tertata. Kian Orang Jawa membuat negara ini menjadi negara Monarki yang bisa calonkan presiden hanya orang jawa itu sendiri. Wah!!!!!!!!. Jawa!!! Aku pikir kamu itu baik hati namun engkau yang galak dalam kehidupan kami bagi orang Papua.

    Mucul 2 kubu yang radikal mempertahankan ideologi masing-masing tak akan ada persatuan antara kita: Indonesia dan  Papua. Indonesia mempertahanka ideologi yang dalamnya memuat mempertahankan  integrasi daerah di Indonesia. Dan Papua juga kuat dalam memepertahankan Ideolgi Papua sebagai bangsa Papua yang di Jajah  Oleh Negara Indonesia lewat berbagai macam cara dan Operasi di Papua.

    Sebagai mempertahankan Ideologi masing-masing Indonesia Juga tak Ingin memberikan Negara ini di pimpin oleh Orang Papua. Dan juga Papua tidak ingin di biarkan  sebab dini hari di birkan oleh Indonesia.  Menganalisa berbagai persoalan Ideologi masing masing kedua Kubu ini. Apa jalan tengah yang harus ambil?

    Jalan tengah yang harus ambil oleh Orang Papua adalah MENCIPTAKAN Negara demi membagun bangsa dan negara Papua tersebut. Sebab semua yang seharusnya tuan rumah miliki diambil oleh Indonesia sebagi Pencuri Liar di malam hari. Termasuk hak untuk hidup di Bumi juga serta mempertahankan Budayanya.

    Ataukah?  Indonesia ingin berikan wewenang yang sepenuhnya untuk mengelola apa yang menjadi hasil bumi dan warisan nenek Moyang mereka atau bentuk negara Indonesia menjadi Federal. Sebab seluruh permasalahan di Mata Indonesia mucul dari masalahketidakadilan dan penindasan oleh penjajah Indonesia.

    Tetapi salah sau hal yang kita ketahui bersama adalah Papua Ingin Merdeka bukan karena meminta keadilan dan damai tetapi karena ideologi orang Papua dan filosofi Orang Papua itu sendiri. Maka, saya bersuara untuk kebaikan Negara dan bangsa kita yang beberapa hari lagi akan berkeping ini.

    Oleh sebab itu, dari pada muncul berbagai masalah yang berkaitan diatas ini atau budak bangsa lain seharusnya harus berpisah. Untuk apa bersatu apabila kedua pihak selalu masalah yang tak ada ujung penyelesaian ini. Sebab mereka juga mempunyai jabatan sebagai Presiden Menteri dan lainya di Tanah yang di wariskan oleh Nenek Moyang mereka  (PAPUA).


Yogyakarta, 28 Oktober 2015

Monday, October 5, 2015

SELALU ADA PAGI (Di Ulang Tahunku)


Sejak aku lahir di atas Bumi Papua ini, peristiwa malam dan siang yang dahulu aku kenal. Seketika malam aku tidur demi kesehatan tubuhku, sementara demikian bulan terang menemani tidur malamku dan ketika siang aku membuka biji mataku untuk memandang si terang yang terbit dari timur. Matahari memberikanku kekuatan dan kehangatan dengan teriknya. Namun, dimalam hari ada bulan yang menggantikan untuk menerangi seluruh muka bumi.

Sayangnya, bulan tak mungkin menerangi seluruh malam tetapi bulan selalu memberi kegelapn pada setiap bulan. Hal ini yang saya tak harapkan. Kehidupan yang aku lalui di 20 tahun yang lalu ini merupakan malam hari tanpa bulan yang menerangi kehidupan saya.

Oleh sebab itu, selamat datang kehidupan pagi dengan Embun Keniapa, Agadide, Diyai dan Puyai dengan terik sinar matahari untuk memberi kehangatan, hidup baru, perilaku baru, dan sifat yang baru. Karena saya ingin kehidupanku ke depan berjalan dengan baik, kesehatan juga saya berharap baik, mendapatkan pendidikan dengan baik.

Namun kehidupan tak selalu demikian, pasti ada masalah, sakit, putus asa, galau dan lainya itu adalah masa kegelapan atau malam yang tak di terangi oleh bulan terang yang aku tak sukai dan yang aku tak harapkan.

Oleh sebab demikian, dengan senang hatiku mengambil sebuah solusi bahwa selamat datang embun pagi, matahari pagi bersama ULANG TAHUNKU  untuk memberi aku harapan baru serta menghapuskan paket malam, kegelapan serta keburukan. Terimah kasih Allah (UGATAME) atas embun pagi, matahari pagi, harapan baru dan PENAMBAHAN SATU TAHUN untuk Moses Douw.

Selalu, selalu, selalu, selalu, dan selalu ada Pagi dalam Hidupku.
Renungan Hari Ulang Tahunku
Yogyakarta, 5 Oktober 2015

Tuesday, June 9, 2015

Kebijakan Otonomi Khusus dan Pengaruh Terhadap Berbagai Bidang

Oleh: Moses Douw


         Papua adalah pulau yang paling timur dari Indonesia dan paling barat dari Negara Ras Melanesia (Melanesian Spearhead Group). Sejarah mencacat  bahwa setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 Papua masih dalam genggaman Belanda karena saat itu yang merdeka 100% hanya Aceh hingga Ambon. Berdasarkan sejarah bahwa pada tahun 1961 Papua menaikan lambang daerah yakni bendera Bintang Kejora dan lambang Burung Mambruk, dengan pergerakan ini Indonesia ingin mengkalaim secara paksa kedalam Indonesia pada akhirnya sekarang ini. Secara resmi Belanda menyerahkan atau aneksasi Papua  ke tangan Indonesia pada tahun 1 Mei 1963 atas kerja sama dengan Amerika  Serikat bersama Jhon F Kenedy dengan kepentingan Ekonomi Politik di atas Tanah Papua. Berjalan hingga tahun 1967 saat dimana kapitalisme besar berdiri di Tanah Papua yakni PT  Freeport.

        Berdasarkan sejarah Indonesia, pada tahun 2001 awal pemberlakuan UU No 21/2001 tentang otonomi khusus (otsus) dan pemekaran daerah yang tiada henti berimplikasi serius dalam dinamika kehidupan sosial politik di Tanah Papua. Wacana otsus serta pemekaran daerah memungkinkan adanya guliran dana puluhan triliun rupiah, posisi-posisi baru dalam pemerintahan dan kekuasaan serta peluang investasi di bumi cenderawasih ini. Momentum ini menjadi peluang bagi elit-elit lokal Papua.

       Dengan adanya otsus di Papua seharusnya Pemerintah Indonesia dalam menciptakan kondisi ini sangatlah serius dalam mengawasi otsus tersebut khususnya di bagian keuangan yang mengalir di Papua dengan artian bahwa berani berbuat berani bertanggung jawab. Inkonsistensi aturan, diskriminasi dalam cara berpikir dan pelaksanaan pembangunan, serta stigmatisasi separatis bagi rakyat Papua yang kritis terhadap kebijakan masih sangat dominan dalam cara penanganan Pemerintah Indonesia terhadap Tanah Papua.

      Dengan  melihat, konflik horizontal ini diciptakan oleh Pemerintah Indonesia melalui lingkaran elit lokal yang tidak lain adalah perpanjangan tangan dari kebijakan Pemerintah Indonesia di Tanah Papua. Argumentasinya adalah untuk memecah belah eksistensi rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Resistensi yang tumbuh dari rentetan panjang kekerasan kemanusiaan dan pengingkaran identitas budaya serta harkat dan martabat rakyat Papua.

Oleh sebab itu, menjadi penting untuk mengelaborasi bagaimana peranan elit lokal dan lingkaran kekuasaan dalam memanfaatkan situasi otsus ini menjadi peluang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu, pemerintah Indonesia yang masih trauma dan curiga dengan label “gerakan separatis” untuk menamaigerakan-gerakan radikal untuk mem-perjuangkan kemerdekaan di Papua. Dalam perspektif teoritik, elit-elit lokal Papua yang tumbuh pesat pasca otonomi khusus dan pemekaran daerah menjadi raja-raja kecil yang berebut akses untuk penguasaan ekonomi politik. Pemekaran sebagai proses “pemecahan kekuasaan” akhirnya mengarah kepada kontestasi para pejabat-pejabat lokal untuk mengakui tuntutan-tuntutan lokal untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.

Sosial Politik era Otonomi Khusus di Papua
        Papua merupakan pulau yang di sebut dengan kaya akan alam atau sumber daya yang melimpah. Mulai dari hutan, laut, batu dan lainya. Dengan melihat kekayaan tersebut banyak yang merindukan atau eksplorasi berbagai macam Kekayaan Alam di Papua sedangkan Orang aslinnya miskin di atas tanah Itu. Berbagai eksplorasi yang di lakukan oleh Pemerintah Indonesia dari Rezim ke Rezim.

        Hal eksplorasi ini mengakibatkan orang Papua tak ingin diam dengan hal tersebut, keinginan muncul bahwa mereka hadir untuk memusnahkan seluruh alam dan segala isisnya. Dampak dari eksplorasi di Tanah Papua selalu meningkat.

         Dampak yang selama ini di rasakan oleh masyarakat Papua adalah Hasil limbah yang diproduksi oleh PT Perusahan besar seperti PT Freeport dan pengambilan tanah adat oleh berbagai manusia dari Indonesia (bukan orang asli Papua) sehingga muncul ketidakterimaan dari warga setempat sehingga orang luar Papua datang di tanah ini untuk apa dan hal positif yang mereka bawa seperti apa? Tak ada nilai yang mereka dapat akibat dari transmigrasi dari pulau lain sehingga terjadi kesenjangan sosial dengan pemilik Tanah di Papua. 

Eksplorasi juga tak seimbang  dengan pembangunan di daerah Papua. Misalkan saja Timika, kota ini sangat buruk dari kota yang lain di Papua. Pada hal kota ini sudah ada berbagai Perusahan milik daerah dan pusat, salah satunya PT Freeport dan Palm. Pembangunan dari akibat eksplorasi tidak kentara di Papua.

         Orang asli Papua percaya bahwa dengan adanya Eksplorasi adalah sikap Pemerintah pusat yang tidak bertanggung jawab dan sikap Aneksasi Papua ke Indonesia merupakan sia-sia serta aneksasi di lakukan untuk sementara, hanya untuk mencuri berbagai kegiatan Sumber Daya Alam di Papua.

       Akibat dari eksplorasi secara sembarangan dan ilegal atau tidak berdasarkan keinginan rakyat sehingga dimana muncul pikiran pemisahan dari NKRI. Muncul separatisme di Papua ulahnya adalah Pmerintah Pusat yang kurang bertanggung jawab seperti demikian.
Dengan berbagai penjelasan di atas ini pasti dan berdasarkan hukum yang ada yakni berdasakan hukum UU otonomi Khusus yang dalamnya berbicara tentang:
1.    Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, transparan, dan bertanggungjawab, dilakukan pengawasan hukum, pengawasan politik, dan pengawasan sosial.
2.    Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah berkewajiban memfasilitasi melalui pemberian pedoman, pelatihan, dan supervisi.
3.    Dan UUD 45 Pembukaan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Sosial Ekonomi era Otonomi Khusus di Papua.
Persoalan ekonomi pada saat orde Baru Pertumbuhan ekonomi berkembang di Papua dengan kepemimpinan yang otoritarian oleh Bung Harto sehingga Papua tidak di katakan sebagai Pulau yang tidak gagal di bidang ekonomi yang mana mengembalikan fungsi ekonomi Kerakyatan. Tetapi pada perjalanannya pada tahun 2001 memberi UU no 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua hingga saat ini.

          Setelah Papua diikat dengan UU otsus banyak masalah yang di hadapai oleh seluruh masyarakat Papua yakni masalah birokrasi yang korup, kurang memberdayakan masyarakat dan lainya. Sehingga pada akhirnya ini, yang di perlukan di Papua merupakan Pendidikan yang layak,  ekonomi yang layak dan reformasi birokrasi di Papua. Jika persoalan ini, tidak di atasi maka disitulah kegagalan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membangun Papua yang maju dan berkembang.

Salah satu persolan yang hingga sampai saat ini menjadi pertanyaan adalah dengan adanya otonomi khusus, masalah Papua atau masalah kemiskinan akan selesai ataukah tidak?
Dana otonomi khusus hingga saat ini selalu mengalir ke Papua, namun kemiskinan di Papua selalu meningkat. Dimanakah kepergian uang negara? Apakah mereka sendiri tarik kembali oleh Pemerintah pusat ataukah elit politik lokal?  Selama ini uang otonomi khusus tidak pernah dis entuh oleh masyarakat Papua. bila mereka sentuh uang tersebut berarti orang Papua sejahterah dan kemiskinan pun berkurang diatas tanahnya sendiri. Sehingga masyarakat Papua percaya bahwa dana otsus adalah almarhum atau sudah meninggal karena tidak beredar uang otonomi khusus tersebut.

Pemerintah pusat tak bertanggung jawab dengan kepercayaan tersebut, tidak bertanggung jawab dalam artian bahwa seharusnya mengawasi peredaraan dana otsus. Karena kemiskinan di Papua sudah mencapai 60% tetapi pada perjalananya kemiskinan berkurang  dan pengganguran bertambah sekitar 30%. Sehingga dengan itu, perlunya ada pengawasan dana otsus  dari semua intansi dan agar menghilangkan ketidak percayaan orang Papua terhadap Indonesia.

Sosial Ekonomi di Papua tak juga lepas dari undang –undang Otonomi Khusus yang dalamnya berbunyi tentang:
  1. 1.      Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global, diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan.
  2. 2.      Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus
  3. 3.      Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat.
  4. 4.      Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat
  5. 5.      Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat.

Sosial Budaya era Otonomi Khusus di Papua
Papua juga terdiridari berbagai suku dan berbeda pula budaya yang di miliki oleh setiap suku  itu sendiri. Suku yang terkenal hingga kini adalah sebagai berikut Dani, Moni, Mee, Amungme, Wate, Arfak, Asmat dan lain sebagainya.  Sehingga Papua disebut dengan kaya akan budaya. secara umum Papua di bulatkan menjadi 7 suku adat dengan memperhatikan sikap dan partisipasi masyarakat yang sama.

Budaya Papua sangat kaya serta berbagai bahasa yang dimiliki oleh setiap suku di Papua. Budaya Papua sangat primitif di mata  orang lain atau di mata orang luar dari Papua tetapi di mata kami budaya kami sangat kaya karena manusia hidup di atas kekayaan budaya.
Eksplorasi Budaya sangat terlihat ketika Otonomi khusus berlaku di Papua seperti yang kita tahu bahwa Koteka adalah Pakaiaan adat Suku di pengunungan Papua. tetapi bagaimana dengan tanggapan dari luar seperti stigmasisasi Koteka sebagai Pornografi. Berarti bahwa Indonesia tidak menghargai keanekaragaman budaya di Indonesia. Dan banyak lagi stigmasiasi seperti di Wamena bahwa orang yang pake koteka dilarang  masuk ke kota Wamena , pada hal semuanya sudah di atur dalam UU otonomi khusus untuk selalu mempertahankan budaya.

Khususnya persoalan yang di perdepatkan di Pemilu 2014 lalu bahwa sistem noken di Papua di tolak oleh sebagian banyak orang yang di tolak dengan adanya pemilihan mengunakan Noken dengan alasan bahwa  sistem noken adalah menghambat proses demokratisasi di indonesia tetapi Noken perlu harus digunakan sebagai mengangkat harkat dan martabat manusia Papua sesuai dengan regulasi yang ada dalam UU otonomi khusus untuk Papua yang dalamnya mengatakan bahwa perlunya mengangkat budaya orang papua di publik agar budaya tetap di pertahankan oleh orang Papua.

Oleh karena itu, dengan adanya stigma orang papua tak akan percaya dengan danya Indonesia karena memang  suku di Papua hidup berlandaskan budaya setempat. Selayaknya seperti budaya jawa. Agar terjadi Papuanisasi di Papua itu sendiri bukan hanya jawanisasi di seluruh Indonesia. Maka mau dan tidak mau perlunya mengangkat budaya orang Papua di publik secara adil agar tidak terjadi perpecahan dan masalah diantara kita.
Semua ini sangat berkaitan dengan UU otonomi khusus Papua seperti yang berbunyi demikian.
  1. 1.      Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku
  2. 2.      Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua.
  3. 3.      Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua

Apakah Otsus Peluang atau Jurang?
Terdapat beberapa hal diluar masalah teknis mengapa kebijakan otonomi khusus belum berhasil sebagai mendorong pembangunan di Provinsi Papua Pertama, adanya ketidaksamaan dalam pemahaman dan persepsi tentang otonomi khusus antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan adanya benturan kepentingan diantara ketiga pihak tersebut dimana pemerintah pusat menggunakan otonomi khusus sebaggai jalan untuk meredam aksi separatisme, pemerintah daerah hanya mengharapkan dana otonomi khusus sehingga lalai dengan kewajibannya, sementara masyarakat yang mengharapkan adanya perbaikan kesejahteraan dengan adanya otonomi khusus justru tidak diperhatikan. Kedua, gagalnya/terlambatnya proses penyusunan peraturan pelaksana baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) maupun Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). Hal tersebut tentu saja menghambat pelaksanaan program yang telah menjadi tujuan awal diimplementasikannya kebijakan otonomi khusus, terutama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua. Ketiga, adanya pemekaran justru menyebabkan berbagai masalah dalam pengimplementasian kebijakan otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Pada prakteknya, kebijakan pemekaran tidak didukung oleh infrastruktur pemerintah yang memadai. Hampir seluruh wilayah pemekaran tidak siap dan belum memiliki pusat pelayanan yang memadai. Pendelegasian wewenang hingga ke distrik dan kampung juga belum tuntas. Dukungan sumber daya manusia dan pembiayaan yang tidak memadai berakibat pada banyaknya sumber daya manusia yang tidak kompeten yang ditunjuk untuk menempati pos-pos jabatan di kabupaten yang baru. Keempat, kebijakan otonomi khusus justru membuka peluang bagi beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan korupsi dan pemborosan dana otonomi khusus. Dana otonomi khusus yang seharusnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru hanya dinikmati oleh beberapa pihak saja. Sementara itu, program yang menjadi prioritas pengimplementasian kebijakan otonomi khusus menjadi terabaikan atau hanya dilaksanakan seadanya saja. Oleh karena itu, harus ada komutmen dari para aparat untuk menggunakan dana otonomi khusus sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Kesimpulan
Kebijakan otonomi khusus memang dapat dikatakan berhasil meningkatkan keuangan daerah Provinsi Papua secara signifikan, namun kebijakan tersebut belum berhasil meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Provinsi Papua. Data yang ada menunjukkan bahwa kegagalan kebijakan otonomi khusus dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) Adanya ketidaksamaan dalam pemahaman dan persepsi tentang otonomi khusus antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga masyarakat; (2) Terlambatnya proses penyusunan peraturan pelaksana baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) maupun Peraturan Daerah Khusus (Perdasus); (3) Pada kenyataannya, kebijakan pemekaran tidak didukung oleh infrastruktur pemerintah yang memadai; (4) Kebijakan otonomi khusus justru membuka peluang bagi beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan korupsi dan pemborosan dana otonomi khusus. Melihat dari berbagai permasalahan diatas, maka pelaksanaan kebijakan otonomi khusus seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Papua, serta masyarakat di Provinsi Papua. Pemerintah pusat harus memiliki konsistensi dalam melaksanakan tujuan dari pengimplementasian kebijakan otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Selain itu, pemerintah pusat juga harus ikut serta dalam mengawasi penggunaan dana otonomi khusus yang jumlahnya sangat besar.


Referensi
Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Undang-undang dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Suryawan, I Ngurah. 2011. Elit Lokal dan Dinamika Otonomi Khusus dan Pemekaran Daerah di Papua. Manokwari. Artikel.

Wulandari,Sinta;  Sulistio Eko Budi. 2013. Otonomi Khusus Dan Dinamika Perekonomian Di Papua. Lampung. Hasil Penelitian

Sunday, June 7, 2015

Desa Membangun Indonesia (Resensi Buku: GG di Desa)

Judul: Membangun Good Governance di Desa.
Editor: AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko
Penerbit: IRE Press Yogyakarta
Tahun Terbit: 2003
Halaman: 199+xxxii+Cover, hlm 14 x 21 cm
Judul Resensi: Desa Membangun Indonesia
Resensator:  Moses Douw

Berbicara tentang perencanaan dan pembangunan tak juga luput dari sejarah, khusus sejarah Indonesia. Sejak Indonesia merdeka hanya mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, berarti bahwa tidak sepenuhnya teratur dan sejahterah. Dengan demikian, jaman orde baru sangat dikuasai oleh pusat atau pemerintahan otoriter. Negara Indonesia bagaikan negara yang dipimpin oleh kerajaan yang mana semuanya diatur dari raja. Dengan itu, tak ingin kalah dengan sifat pemerintah yang bersifat sentral maka pada tahun 1998 terjadi perlawanan dengan kaum desentralisasi atau kaum yang terjajah oleh rezim otoriter. Maka dengan itu, terjadi pertukaran sentral menjadi desentral. Dalam buku ini, secara umum mengambarkan tentang pemberian kewenangan atau desentralisasi menjadi tujuan utama di setiap daerah. Dengan tujuan untuk menjamin kebebasan bersuara dan berekspresi secara demokrasi dalam pembangunan mejuju Indonesia yang berintegritas.

Oleh sebab demikian, dalam buku ini menjelaskan tentang bagaimana merebut dan mengambil peluang dari desentralisasi di Indonesia. Dengan mempertimbangkan proses manfaat  yang bisa diperoleh serta dalam asas dan tujuan untuk memperjuangkan good governance di desa. Dengan desentralisasi atau pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah akan membaik sebab disanalah yang akan terjadi perubahan serta bagaimana  terjadinya berjalanya pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik akan terwujud dari desa melalui good governance dan didorong dengan kemampuan yang baik serta kinerja yang selanjutnya di sebut transparansi, akuntabilitas dan responsivitas pemerintah lokal. Hal ini akan terwujud adanya desentralisasi dan otonomi daerah di setiap daerah.

       Melalui buku ini, memberi suatu pengetahuan dasar bagi pembaca agar, di waktu pembaca menjadi sorang pejabat maka apa yang kita lakukan. Misalnya, bagaimana memimpin desa atau pemerintah daerah berdasarkan Adat dan lokat sebagai mengangkat harkat dan martabat masyarakat adat; melaksanakan pembuatan kebijakan berdasarkan adat; suatu daerah bisa berbasis daerah berdasarkan kearifan lokal dalam proses demokratisasi dalam dunia politik dan melaksanakan proses demokrasi  berdasarkan lokal atau sesuai dengan budaya daerah itu sendiri. Seperti di Papua (sistem noken).

Namun, pastinya buku atau isi dari buku ini juga merupakan kelemahan dan kelebihan. Tetapi dalam hal ini hanya memeriksa kelemahan dari desentralisasi itu sendiri. Pemahaman terhadap otonomi desa atau desentralisasi sangat kurang sehingga sistem kedaerahan terpakai hingga nasional; kadang lahirlah bos-bos kecil dalam suatu daerah dengan atas namakan adat dan budaya dan persoalan semacamnya. Kelebihan adalah menungkapkan berbagai persoalan atau ketiakwajaran dalam pemerintah desa dan memberikan solusi serta jalan alternatif bagi pemerintah desa.

Dengan banyak persoalan ditingkat lokal, seperti ketidakberjalannya pelayanan, pembangunan tidak merata, kurang jelas dalam sistem pengunaan uang (transparansi) sebagai dasar pembangunan, dan persoalan lain yang mengakibatkan sehingga masalah dalam suatu pemerintahan atau intansi. Maka perlunya, organ lain (luar pemerintahan) sebagai menangapi persoalan yang terjadi sebagai rekomendasi dari rakyat, misalnya seperti adanya LSM, DPR dan lainya.

Masyarakat sipil merupakan kekuatan politik yang sangat kuat dalam suatu, persatuan, biasanya masyarakat sipil juga merupakan sebuah organisasi yang kuat diluar pemerintah (ornop). Organisasi lokal juga merupakan sebagai modal partisipasi atau akses dari kekuatan masyarakat. Partisipasi masyarakat tersebut akan terlihat ketiga 3 aspek yakni  akses, kontrol dan voice. Berbagai persoalan akan muncul apabila ketiga ini tidak terpenuhi di dalam masyarakat sipil. 

Oleh karena itu, good governance yang di maksud dalam buku ini bahwa sebagai sebuah pendukung atau sebuah alat yang bisa mengerakan daerah dalam hal ini mendekatkan daerah dengan Jakarta. Dengan berbagai daerah upaya yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi daerah sebagai bawaan dari pusat berdasarkan legislasi. Maka dalam buku ini, mengutipkian kata bahwa apabila mengalami perkembangan daerah harus penuhi pertama, berkembangnya kemandirian warga dalam mengola, mengelola energi yang ada, mengangkat kearifa lokal, mengorganisir kekuatan sosial, dan juga menjaga dominasi negara di pedesaan. Maka dengan demikian dalam buku ini memeberikan kita bagaimana menghidupakan desa dengan beberapa karakteristik ood governane yakni Partisipasif, transparasi, efisiensi, efektif, dan lainya demi membangun desa yang manuju desa membangun Indonesia.


Yogyakarta 8,  Juni 2015
Penulis mahasiswa Ilmu Pemerintahan kuliah di Yogyakarta

Friday, June 5, 2015

Perebutan Hak Yang Tidak di Percaya


Oleh: Moses Douw

Berharap tak akan mungkin datang, Bertindak akan terkabul
Halnya, berdoa tanpa perbuatan mimipi di siang hari


Pada zaman sekarang, semakin berkembang yang namanya pemikiran-pemikiran baru, ide-ide baru dan juga konsep-konsepannya yang berpengaruh demikian juga larangan dari Agama untuk membatasi pertentangan di bumi. Larangan semakin kuat di dunia dan nilai-nilai hidup berkebudayan semakin menghilang. Yang berkembang hanya pemikiran-pemikiran baru. Jika kita bandingkan dengan perjuangan masa sekarang, sangat disayangkan dengan pemikira-pemikiran baru yang kini sedang berkembang. Khususnya dalam memikirkan perjungan yang begitu besar dan tidak bisa menyelesaikan secara cepat, maka mulai dari yang ada yaitu budaya. Perjuangan tanpa pondasi akan hancur. Karena budaya merupakan pondasi untuk mengawali kehidupan atau perjuangan yang lebih jauh lagi.

Kebanyakan orang berpikir bahwa pemikiran primitif, adalah orang yang tidak berpendidikan, sehingga pemikiran budaya disangka sebagai pemikiran-pemikiran zaman kuno. Tetapi dibalik itu sangat di pertanyakan pula. Apa yang kamu mengasilkan dengan  pemikiran-pemikiran baru tersebut?

Zaman sekarang di Indonesia, dibilang menyelesaikan masalah dengan cara pemikiran, perkataan, secara manusiawi, damai dan tentram namun, itu hanya sepatah kata yang dikeluarkan oleh pemikir-pemikir modern (kini) sedangkan pelaksanaan di lapangan tidak nampak sedemikian ucapanya  Masalah yang terjadi disetiap tahun, bulan, minggu akan terjadi itu terus dan akan terjadi, serta tak adanya penyelesaian pula.

Tak hadir pula penyelesaian kasus yang di percayakan negara seperti pihak Kepolisian, yudikatif (Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak masalah di Indonesia terus terjadi karena penyelesaian dengan pemikiran-pemikiran baru, atau penyelesaian berdasarkan budaya, apalagi negara Indonesia adalah negara yang berdiri diatas Multikultur. Bila kita pikirkan di negara ini sangat sulit untuk menyelesaikan masalah, akibat dari demikian.

Bila kita bandingkan dengan kebudayaan yang ada khususnya di Papua. Dalam hal ini, membahas secara umum budaya penyelesaian masalah di Papua (tidak mewaliki budaya di setiap suku di Papua). Cara penyelesaiaan masalah yang sangat dilarang oleh negara, dan agama adalah penyelesaian secara perang. Apalagi kemudian diakhiri dengan upacara perdamaian antara kedua pihak yaitu jabatangan. Namun kini, hal tersebut diambil ahli oleh pihak aktor, khususnya di Papua aktornya adalah TNI/POLRI dalam penyelesaian secara adat di Papua secara umum (sepeti di Timika aktornya adalah TNI/PORI).

Sementara sekelompok orang dari Papua tinggal di luar Papua maka apa yang di buat dalam menyelesaikan persoalan yang  terjadi. Bila kita kaitkan dengan persoalan mahasiswa dengan kejadian misterius yang terjadi Jawa maka apa boleh buat kita harus angkat “panah” sebagai mengangkat eksistensi budaya perang dan penyelesaian secara adat. Pasti setelah perang ada perundingan antara kedua pihak untuk mengambil keputusan disitulah akan ada peyelesaian masalah. Tak akan ada peyelesaian masalah apa bila tak ada Perang. Banyak pihak yang berargumen bahwa perang adalah kuno memang kuno, tetapi sampai dimana peyelesainya dengan pemeikiran dan peyelesaian modern itu? Persoalan akan terjadi ketika dibiarkan begitu saja, tanpa dituntaskan persoalan yang ada. Kita pikir ini sederhana namun, menyelesaikan masalah yang sangat tepat yang tidak bisa terulang kembali lagi masalah itu.

Dalam hal ini, merefleksi kembali bahwa mahasiswa di Jawa yang banyak berperasaan bahwa kita harus memikirkan dimasa akan datang pula ketiaka kita perang maka apa yang akan terjadi? Dampaknya apa? Seperti apa keadaan kedepan? Hal demikian menjadi pertimbangan besar dalam suatu masalah di tanah perantahuan. Kita boleh perang tapi bagaimana keadaan kedepan, dengan melihat sikap orang luar Papua  yang sangat halus  dan strategis itu, Kata “minoritas suku di Papua”

Ada sepatah kata berkata “Mati tertindas atau Mati karena lawan” kata ini menjadi dasar pokok dalam tulisan ini. Dengan maksud bahwa ketika kita lawan dan perang maka ada harapan dalam peyelesaian maka disitulah kita menang dalam peperangan. Apabila kita tidak perang dan kita menunggu negoisasi dari pihak kepentingan maka kita kalah dalam peperangan, sehingga masalah tersebut akan terjadi kembali.

Kemudian kita Bandingkan dengan masalah perjuagan kemerdekaan Papua. Penyelesaian masalah, pemisahan wilayah sangat sulit! Lawan pemikiran dengan pemikiran, sangat sulit. Bila kita beri kata-kata yang baru, mereka juga mempunyai kata-kata yang kita ungkapkan. Bila kita, lawan sejarah perjuangan dengan sejarah perjuangan. Mereka juga mempunyai sejarah perjuangan. Begitulah masalah yang sedang terjadi antara Indonesia-Papua. Tetapi perjuangan yang sangat kita tempu adalah perang. Perang adalah cara penyelesaian masalah secara singkat tetapi memakan korban yang begitu banyak. Dari pada manusia Papua habis tanpa perlawanan yang sangat kuat (perang), lebih baik lagi manusia Papua habis melawan sistem dengan Perang atau mati sia-sia tanpa perlawanan,  lebih baik  mati karena perang.

Banyak orang berpikir perjuangan dengan perang adalah pemikiran orang yang tidak sekolah, pemikiran orang yang zaman kuno, orang yang pemikiranya pendek. Tetapi sebaliknya dipertanyakan juga, apa yang kamu buat, dengan menggunakan pemikiran yang baru tersebut. (parafgraf 2). Saya sangat setujuh dengan perjuangan Bapak pejuang bangsa Goliath Tabuni.

Oleh karena itu, perjuangan membutuhkan tumpah darah diatas tanah air. Jangan jadi pengemis. Bila kita jadi pengemis sama saja yang kasih adalah sebagian mungkin berupa uang atau benda–benda lain. Seperti MSG yang di manjakan dengan uang oleh Indonesia.




Yogyakarta, 5 Mei 2015

Penulis adalah Mahasiswa Papua Kuliah di Yogyakarta





 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW