BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Thursday, June 1, 2017

Merawat Jiwa Dewan Perwakilan Rakyat

Oleh: Yohanis Silik
Saat ini, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tengah sibuk dengan urusan kompromi pimpinan fraksi partai politik di DPR yang menyepakati penambahan jumlah kursi pimpinan MPR dari 5 kursi menjadi 11 kursi sesuai dengan jumlah fraksi. DPR berdalih bahwasannya penambahan jumlah kursi itu untuk menyelesaikan pembahasan UU MD3 yang belum menemukan kesepakatan bersama (Harian Umum Media Indonesia Rabu, 24/5/2017).

Alasan DPR ini mendapat banyak kritikan. Salah satunya, DPR dinilai gagal mentransformasi dirinya sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pembahasan UU MD3 sendiri dinilai sarat pertarungan kepentingan parpol. 

Di titik ini, DPR sebagai lembaga formal representasi rakyat gagal mewujudkan demokrasi rakyat secara substansial, namun sukses membangun sebuah rezim elitis yang kental simulasi. DPR terjerat oleh kepentingan sektoral parpol, sehingga gagal menerjemahkan suara rakyat. DPR gagal memainkan peran republik (Umbu Pariangu, 2017).

Kegagalan DPR sebagai lembaga formal representasi rakyat telah mendistorsi lembaga ini sebagai lembaga elitokrasi. Anggota DPR yang nota bene merupakan anggota parpol, akhirnya harus tunduk patuh pada kepentingan politik parpol masing-masing. Amanah parpol jauh lebih kuat dari pada mandat rakyat. 

DPR cenderung menjadi representasi elit predatorial parpol daripada menjadi perwakilan rakyat. Substansi demokrasi akhirnya dibajak oleh logika elit predatorial parpol yang kuat (bdk. A.E Priyono, 2017), sehingga demokrasi cenderung menjadi arena elitis, bukan panggung demokrasi rakyat (Hans Antlov, 2004). 

Rakyat telah didepolitisasi oleh kerja-kerja pragmatis utilitaris para anggota DPR. Pembahasan UU MD3 yang tak berujung mufakat oleh karena tarik-menarik kepentingan sektoral parpol merupakan salah satu bukti nyata bahwa DPR kita telah "tiada". 

Kasus ini menunjukkan bahwa amanah rakyat selalu kalah oleh kepentingan elitis parpol, apa lagi di tengah konstelasi politik yang bergerak begitu dinamis (mungkin "chaos") seperti sekarang ini. Perilaku internal anggota DPR tidak sesuai dengan lingkungan luar. Itulah psikopatologi wakil rakyat (Laswell, 1930). DPR berubah menjadi gedung psikopatologi yang sarat orang-orang sakit.

Ada keterputusan relasi dialogis antara tindakan DPR dengan aspirasi rakyat. Di tengah keterputusan itu, DPR gagal membangun intensionalitas politis yang mampu mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingan rakyat secara baik. 

Dengan kalimat lain, perilaku internal anggota DPR yang suka menyuarakan aspirasi sektoral elitis telah gagal membangun humas politik dengan rakyat, yakni gagalnya proses manajemen kepentingan rakyat secara substansial oleh wakil rakyat (anggota DPR) melalui komunikasi efektif dengan rakyat untuk pemenuhan aspirasi rakyat secara substansial demi tercapainya kedaulatan rakyat (bdk. Stromback dan Kiousis, 2011).

Merawat jiwa DPR

Gagalnya DPR menjadi lembaga amanah rakyat menunjukkan matinya dimensi politis DPR. Tergadainya politik republikan DPR (Umbu Pariangu, 2017) merupakan bukti nyata lenyapnya sisi politis DPR. Lembaga legislatif ini telah menjadi lembaga apolitis yang terjerat oleh kepentingan elitis parpol. Anggota DPR gagal mewujudkan fungsi politis mereka sebagai wakil rakyat.

Kegagalan politis ini bisa saja terjadi, karena gagalnya otoritas para anggota DPR. Menurut Jan Patocka kegagalan otoritas para anggota DPR ditandai oleh ketidakmampuan/ketidakberdayaan para anggota DPR dalam merawat jiwa. Dalam kaca mata Patocka, urusan politik (dimensi politik) tidak terlepas dari struktur dasar gerak jiwa manusia, yakni gerak mendua jiwa. 

Di satu sisi, jiwa manusia bergerak keatas, tapi di sisi lain, jiwa itu bisa bergerak kebawah. Gerak keatas dan gerak kebawah inilah persoalan merawat jiwa, yakni soal otoritas kita dalam memastikan stabilitas jiwa agar tetap konsisten bergerak keatas kepada keadilan atau kebaikan. Persoalan  merawat jiwa ini bagi Patocka merupakan problem politik yang sesungguhnya.

Patocka melihat bahwa gerak mendua jiwa akan mengarah pada tiga gerakan pokok. Salah satunya ialah gerakan politis. Salah satu dimensi dari tiga dimensi gerakan eksistensi manusia menurut Patocka adalah dimensi politis. Dalam dimensi ini, bagi Patocka, merawat jiwa berarti memperlihatkan relasi mendasar antara manusia dengan sesamanya di dalam ruang publik atau komunitas bersama. 

Dengan merawat jiwanya, manusia dipanggil untuk menjawab kebutuhan untuk selalu berada bersama dengan manusia yang lain. Dari sinilah muncul tanggung jawab sosial politis yang berlandaskan pada kebaikan atau keadilan bersama (Nugroho, 2013).

Sibuknya para anggota DPR dengan urusan kompromi pimpinan fraksi di DPR terkait penambahan jumlah kursi pimpinan MPR menunjukkan bahwa dimensi politis DPR telah hilang. Kuatnya tarik-menarik kepentingan politik sektoral parpol dalam pembahasan UU MD3 yang tak kunjung selesai memperlihatkan bahwa DPR telah gagal mewujudkan demokrasi secara substansial.Hal ini membuktikan bahwa lembaga perwakilan rakyat ini telah gagal menjadi lembaga rakyat, selain sebagai lembaga para psikopatologi (bdk. Laswell, 1930).

Pada titik ini, DPR gagal memperlihatkan relasi mendasar antara dirinya dengan rakyatnya di dalam ruang politik atau komunitas bersama sebagai satu bangsa dan negara Indonesia. DPR tak berhasil mewujudkan panggilan dasariahnya untuk menjawab kebutuhan rakyat Indonesia dalam sebuah wadah bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia.

Lembaga rakyat ini telah kehilangan tanggung jawab sosial politisnya yang berlandaskan pada kebaikan atau keadilan rakyat. Sebaliknya, DPR cenderung menjadi alat kepentingan politik elit predatorial parpol yang sukses mendepolitisasi rakyat. Demokrasi menjadi monopoli elit parpol (bdk. Hans Antlov, 2004).

Di sinilah pentingnya merawat jiwa bagi DPR. DPR perlu merawat jiwanya agar dimensi politisnya benar-benar terwujud. Merawat jiwa DPR berati: dalam kecenderungan gerak dasar para anggota DPR antara gerak keatas kepada kebaikan dan keadilan bersama (rakyat) atau posibilitas gerak kebawah kepada pembajakan elit predatorial parpol, para anggota DPR, terutama pimpinan-pimpinan fraksi di DPR, perlu memperlihatkan relasi politisnya sebagai lembaga sosial politik rakyat.

Anggota DPR harus mampu mengendalikan jiwanya ("conversio"), agar tetap terarah pada kebaikan bersama sebagai landasan kerja DPR, sehingga tanggung jawab politiknya sebagai wakil rakyat benar-benar terwujud. Dalam konteks ini, suara rakyat tetap menjadi yang utama. 

Seperti yang dikemukakan oleh Stromback dan Kiousis (2011) tentang humas politik, perilaku internal anggota DPR seharusnya sanggup memainkan proses manajemen kepentingan rakyat (konstituen) lewat komunikasi efektif dengan rakyat. 

Senada dengan itu, merawat jiwa DPR menuntut adanya metanoia para wakil rakyat, agar senantiasa mampu melakukan manajemen jiwa di tengah gerak mendua jiwa, yakni antara kehendak menyuarakan aspirasi rakyat atau nafsu kekuasaan sektoral elitis semata.

Di titik ini, kita berharap agar DPR tetap menjadi lembaga perwakilan rakyat bukan lembaga penggilas rakyat. Mari merawat jiwa.

Penulis: Yohanis Silik
Editor: Moses Douw


Penulis Mahasiswa Nusa Tenggara Timur yang kuliah di STPMD “APMD” Yogyakarta

Thursday, May 18, 2017

Kesejahtraan Guru tak Terjamin, Kelas di Sekolah Kosong


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai guru dan Sekolah!

Oleh: Moses Douw

Guru secara umum merupakan tenaga mengajar dalam pendidikan formal dan non-formal. Namun, sementara itu banyak orang mengklaim bahwa guru adalah orang tua dan tempat kita berada serta waktu. Dalam tafsiran demikian Guru mendapat banyak istilah dan makna  berdasarkan ide individual secara akan dan budi.

Sebab itu, dalam tulisan ini Penulis akan mengulas tetang Guru di Sekolah dan upahnya sebagai pengajar Pfofesional pada zaman modern atau berkembang. Kesetiaan guru di sekolah memang sudah berubah dengan berkembangnya sistem ekonomi sosial yang sangat pesat pada masa kini. Sehingga guru-gurupun semaki teralienasi kedalam perkembangan ekonomi sosial di daerah.

Guru secara harafiah adalah seorang pengajar. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 4 dikatakan: “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memrlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”.

Berdasarkan standar Nasional kemendikbud Guru dapat kita bedakan menjadi beberapa yakni: guru tetap dan guru honor. Guru adalah guru ber-NIP yang bertugas sebagai pengajar tetep berdasarkan profesinya dengan batas pensiun. Sedangkan guru Honor adalah guru yang mengajar berdasarkan kontrak waktu, kesepakatan dan tanpa ber-NIP dengan mempersiapkan sebagai calon Guru tetap.

Pada sebelumnya guru mengabdi dengan setulus hidupmu menuangkan untuk mengajar di sebuah sekolah, meskipun tanpa NIP dan pula tanpa upah atau gaji oleh pihak tertentu. Kesetiaan mereka hanya untuk kapur tulis dan papan tulis. Dengan mengorbankan waktu dan tenaga mereka sebagai pengajar yang berkeluarga dan merupakan multipekerjaan.

Seiring dengan perkembangan sosial ekonomi menimbulkan seseorang akan hidup bahagia ketika ekonomi masyarakat terpenuhi untuk individu dan keluarga. Hal ini dengan berkembangnya pemekaran daerah dan perputaran uang semakin meraja lela di kalangan masyarakat sehingga menumbulkan adanya berfoya-foya.

Di tengah berfoya-foya ini, guru atau tenaga pengajar minim diperhatikan oleh pemerintah daerah kabupaten di daerah Papua, khususnya daerah Meuwodide yang kian hari semakin tertinggal dari sisi pendidikan. Diantara kegiatan berfoya-foya ini, pandangan guru yang tiap harinya ngjar di kelas, sekalian mengubah pandangan dan mereka diberlakukan sebagai pekerja kasar oleh majikan dalam kelas. Sehingga semakin buruk lagi, kesejahtraan guru pada umumnya dengan perkembangan itu.

Pada zaman modern ini tak sama pula dengan zaman penjajahan belanda sejak tahun 1960-an. Ketika zaman Belanda di tanah Papua, semua guru di jamin sejahtera. Sebab ketika itu semua kesejahtraan guru ditanggung oleh masyarakat sekitarnya dan pemerintah Belanda. Hal ini kebiasaan dahulu yang sagat baik, sebab dengan sejahteranya guru akan sejahtera dalam proses belajar mengajar di sekolah. Baca ini

Namun, ketika perhatikan dan mengamati berdasarkan konsep Marx tentang kaum borjuis dan kaum proletar akan adanya penindasan besar-besaran oleh pemerintah dan masyarakat terhadap Guru di sekolah. Sehingga penulis dengan berani mengatakan “zaman penjajahan Indonesia tak seperti dahulu.” Sebab itu, seorang guru harus berusaha membangun kesejahteran keluarganya. Apalagi tak ada Jaminan Kesejahtraan dari  Pemerintah Kabupaten di Meuwodide.
Guru yang masa kini saya sayangkan sebab, kesejahtraan mereka sudah gelap, artinya bahwa mereka kurang diperhatikan oleh pemerintah terkait seluruh Kabupaten di Papua khususnya di Meuwodide. Ungkap  Amboros Mote (Guru Senior di Papua), saat di wawancarai di Diyai

Lanjutnya. “Kini  saya lihat beberapa sekolah di sekitar kampung ini , tak seperti dahulu. Guru saja masuk jam 9 apalagi siswa, guru yang mengajar ini mereka selalu membantu keluarga untuk buat kebun, dan pekerjaan lainya sehingga mereka akhirnya terlambat di sekolah  dan sampai tak masuk mengajar”.

Penulis pun membuktikan secara langsung di Papua khususnya di Meuwodide bahwa “apa yang menjadi Upah atau gaji bulanan itupun di Potong oleh pemerintah daerah apalagi dana Bos. Tak hanya demikian, saranan prasarana sekolah saja belum terpenuhi apalagi gedung sekolah pun mengajar di lantai tanah. Kita berpikir secara rasional,  ketika di potong gaji guru apa yang guru lakukan? Tentunya malas megajar di sekolah serta kelas kososng di sekolah?

Kami guru-guru memang selalu saja mencari kerja sampingan sehingga kadang kami lupa sekolah dan mengajar murid-murid kami bahkan kami kasih tugas saja. Kami tak salah juga karena kami harapkan honorpun juga tak terjamin keluarga kami sehingga kami harus kosongkan 1 atau 2 jam di sekolah untuk keluarga. Kata, Pak guru Ander Pekei

            Kesejahtraan guru ini tak terjamin sehingga, banyak hal yang guru lakukan untuk jaminan kesejahtraan keluarganya. Hal itu pula yang mengakibatkan guru tak hadir dikelas sehingga siswa terlantar di sekolah. Dengan keadaan seperti itu, Siswa siswi selalu saja terlantar menjadi pemabuk, pencuri, dan selalu ke kota serta pasar.

Secara khusus di beberapa kabupaten daerah Meuwodide, kebanyakan Guru  terjamin hidup dengan permainan Togel . Banyak guru terdampar di Kota Waghete, Nabire, Enaro dan  Moanemani hanya untuk main Togel, demi kesejahtraan keluarga dan dirinya. Hal ini diakibatkan karena sangat minimnya kesejahtraan guru di sekolah dari pemerintah Kabupaten di Meuwodide.

Kami selalu datang ke Waghete biasanya tak lain, hanya main togel saja. Karena honor tidak cukup untuk memungkinkan kesejahtraan keluarga saya.  Karena begini, kami hidup ini tak hanya biaya makan minum, kami biasanya biaya anak sekolah, biaya utang, biaya transportasi dan biaya yang lain yang membutuhkan ongkos yang  mahal. Ungkap Vitalis Badii
Selama ini penulis pun membuktikan di daerah Meuwodide bahwa penempatan guru berprofesi belum tertata. Artinya bahwa guruTransportasi juga sangat minim untuk guru di sekolah, banyak guru yang bertugas jauh dari sekolah sehingga keterlambatan dalam mengajar di kelas. Sehingga hal ini juga merupakan hambatan dalam sekolah.

Adanya pemekaran dan daerah yang ridak diperhatikan oleh intansi terkaiit maka munculah berbagai masalah di bidang pendidikan secara umum di Papua, namun ini hanya sebuah ungkapan hati dari guru-guru di Papua yang kian hari tak di perhatikan oleh atasanya tersebut. Ketika kita bahas secara umum masalah Pendidikan sangalah kompleks sehingga Penulis juga menyarankan agar pembaca bisa baca buku yang berjudul “Pembaharuan Mahasiswa Papua (mengungkapkan masalah-masalah Pendidikan di Papua).

Sangat kompleks persoalan yang terjadi di kalangan Guru dan Sekolah sebab itu, kesejahtraan guru tak terjamin, bahkan menyebabkan beberapa sekolah di daerah Papua khusunya Meuwodide di ancam untuk tutup karena kurangnya Guru atau tenaga pengajar. Sebab demikian, tak hanya itu kami sangat menghimbau kepada Pemerintah Provinsi Papua dan khususnya Kabupaten Nabire, Dogiyai, Paniai dan Deiyai serta Dinas Pendidikan dan Pengajaran untuk segera memenuhi kesejahtraan Guru di sekolah, agar sekolah dan Guru di kabupaten tetap Jaya.


Yogyakarta, 18 Mei 2017

Tuesday, May 16, 2017

Kekejaman Negara dalam Agama di Indonesia

Kekejaman Negara dalam agama pada tahun 2017, Pasca Vonis Ahok 2 tahun penjara dan pengaruh hingga di Papua


Oleh: Moses Douw

Tulisan ini berawal dari Isu kekiniaan atau HOAX tentang Ahok di Indonesia dan berdasarkan Kata Ali Moertopo bahwa “ Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan Tanah dan sumber daya alam yang terdapat dalam pulau Papua.” Yang kemudian ditafsirkan kedalam perbedaan dan keberagamaan yang hanya memanfaatkan potensinya untuk keuntungan sebesar-besarnya untuk negara atau etnis dan agama tertentu yang domisili di Indonesia.

Berdasarkan KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia Kekejaman merupakan perihal (perbuatan, sifat) yang kejam; kebengsian. Arti kejam menunjukan tidak menaruh kasih, ketika dia berkuasa sangat kejam terhadap rakyatnya. Dalam arti, pekerjaan majikan sangat di Kejam oleh majikan dengan tidak menaikan upah kerja dengan sifat keras. Kemudian Negara berdasarkan KBBI Kamus Besar Bahasa Indoesia adalah organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan kekuasan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat.

Indikasi dalam pandangan kekejaman Negara di intern Agama tercipta dalam sebuah Negara berkembang.  Mengapa? Negara Maju tidak sama banding dalam kemajuan Negara. Hal ini, berkembangan kemajuan dalam Citizen Charter.  Negara berkembaang seperti Indonesia sangat diprihatinkan dengan kekejaman Negara dalam  Agama, dengan kematangan citizen dalam negara berkembang.

Berdasarkan teori Citizen Charter, masyarakat Indonesia tidak bertingkat untuk menerapkan hight level Citizen, sebab secara umum tidak mampu bersaing dengan negara maju. Hal ini kita bersaksi di Negara Indonesia bahwa masyarakat sangat mampu untuk mengadudomba oleh sebuah negara atau sebuah organisasi untuk mengacaukan masyarakat dan mengikiskan adanya keberagaman dalam Negara Indonesia.

Sedangkan Agama menurut filsuf sosial Karl Marx, memaparkan berdasarkan pandangan materialis dengan disiplin ilmu bahwa “Agama adalah sebuah sumber kebahagiaan setidaknya adalah sumber penghiburan.” Hal ini agama diartikan sebagai sebuah instrumen atau sebuah kebahagiaan yang mempersatukan masyarakat primodial dengan adanya ideologi yang sangat di percaya. Secara umum “agama adalah pecandu masyarakat.”

Maka dengan demikian sangat jelas bahwa “kekejaman sangat berpengaruh dalam sebuah Negara. Negara mempunyai pusat kekuasaan tertinggi dalam suatu organisasi pemerintah maupun suasta. Sehingga kekejaman negara tercipta dalam sebuah Ideologi karena Negara merupakan pusat kekuasaan yang tertinggi. Maka dengan demikian muncul berbagai macam masalah yang akibatnya dari kekejaman negara dalam masyarakat mayoritas demi kepentingan negara tanpa meninjau pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Kekejaman Negara dalam Ideologi perjuangan
Kejamnya negara sangat jelas dalam politik kekinian khususnya dalam perbedaan dalam agama, etnis, Suku, Bangsa dan Ras. Hal ini di tinjau dari pada alinea pertama dalam tulisan ini, dengan memperjuangkan ideologi yang hanya menguras bangsa dan suku lain. Hal ini sangat juga berpengaruh dalam spirit of Fihgt atau perjuangan. Perjungan merebut kekuasaan dan membentuk negara Indonesia adalah sebuah peristiwa sejarah yang terbuai dalam suku, budaya dan ideologi manusia melayu di Jawa. Ideologi ini sangat kental dan tak bisa di pungkiri dengan ideologi lianya.

Kejamnya negara Indonesia terlihat dalam peristiwa pasca Vonis Ahok 2 Tahun penjara di Jakarta. Indonesia dengan jelas mempermainkan FPI sebagai ideologi yang sangat menantang ideologi yang lain selain agama islam seperti agama Kristen dan lainya. Mengapa demikian? Pasti punya alas an yang jelas bahwa dalam ideologi perjuangan menuju kemerdekaan Orang jawa tak pernah dilibatkan suku dan bangsa lain sehingga hal ini menjadi tolak ukur bagi Negara untuk memvonis Ahok dengan 2 Tahun Penjara.
Ideologi perjuangan pada masa perjuangan kemerdekaan sangat dan masih dominan di Indonesia dapi pada menghirmati ideologi negara sebagai dasar untuk negara berkembang.

Ahok,  Ideologi, Organisasi Agama
Pasca kekalahan Ahok dalam politik mata dua di Jakarta pada bulan April lalu sangat kentara adanya ideologi dalam pertempuran . Dan kemudian, sebagai umat beragama harus patut dengan hakim negara Indonesia yang memvonis Ahok 2 Tahun penjara. Meski dalam negara ini terjadi polemik yang tidak bertanggung jawab dalam sebuah organisasi agama dan ideologi.

Salah satunya ideologi agama dan organisasi agama yang melatarbelakangi kepentingan meski menjadi tolak ukur hancurnya Pancasila dan Keberagaman Indonesia sebagai negara multicultural. Tak berhasil dan kemudian memperpecah belah wilayah dan daerah berdasarkan ideologi agama yang ada di negara ini.

Organisasi islam kemudian disebut dengan FPI berhak untuk berdiri di Indonesia berdasarkan hak demokratis (berserikat, berintraksi, bersuara dan berpendapat) di negara Indonesia, namun FPI sangat antusias dengan adanya perbedaan agama yang menonjol dalam suatu negara berdasarkan ideologi perjuangan kemerdekaan bahwa “karena Indonesia diperjuangkan oleh agama islam maka pusat kota harus di pimpin oleh agama Islam.”

Tak salah juga, dengan adanya Vonis 2 Tahun penjara Ahok di Jakarta, beralasan “ Adanya penistaan terhadap Agama Islam” disinilah terjadi organisasi agama bergabung memperjuangakan ideologi perjuangan tanpa melihat apa itu Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dari toleransi agama di Indonesia. Namun dengan demikian Ahok dengan pengikutnya pun tak kala dengan aktifitas FPI ini. Sehingga Pengikut Ahok Atau Ideologi agama Kristen Radikal berperan untuk melakukan demo dengan bebaskan Ahok anpa syarat, di Indonesia dan Berbagai  Negara di planet ini.

Posisi Negara dalam Bhineka Tunggal Ika
       Negara dalam hal ini sangat kejam, dengan mempermainkan Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Pasca kekalahan Ahok sebagai Gubernur Jakarta pusat, terjadi gumpalan yang menggunjang adanya perpecahan di Negeri ini. Namun itu sebagai akar persolan yang di munculkan oleh Negara dalam keberpihakan dengan dengan orgnisasi agama untu menyelamatkan ideologi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dimana posisi negara sebagai organisasi yang berkuasa untuk melindungi, menjaga  dan melayani? Dalam hal ini negara tak harus campur tangan dalam ideologi Agama tertentu, Sebab adanya penodaan terhadap kebhinekahan. Tak berhaga Pancasila dan undang-undang yang di rancang oleh Soekarno dan teman temannya, sebab banyak terjadi ketidakseimbangan negara ini berdasarkan dasar negara. Ataukah dasar negara itu sebagai pencitraan dan kopian dari Belanda???

Negara semakin hari semakin hilang nalar, Indonesia ini sebab mereka tak kenal Organisasi Agama yang sedang mempengaruh negara dan merusak negara dengan virus ciptaan Agama yang radikal di Negara ini, seperti orgnisasi agama Islam (FPI) dan Kristen di Indonesia yang kini hampir menodai ideologi negara.
    Berikut ini adalah sebuah konspirasi kekejaman negara dalam Agama, dengan menubuhkan intoleransi, dan penistaan ideologi Pancasila.

Kekejaman Negara dan Ancaman Bhineka Tunggal Ika di Indonesia
        Keheboaan berita Ahok yang di vonis 2 tahun penjara di Jakarta Pusat, tak asing bagi warga negara Indonesia bahkan manca negara. Mengapa Ahok di Tahan? Dan Harus di bebaskan? Dua hal demikian, ide sangat bertolak belakang, dengan adanya ideologi yang melatarbelakangi. Sudah Trend bahwa Ahok di Tahan karena “adanya penistaan terhadap Agama islam” dan kemudian di latar belakangi ideologi perjuangan dan perampasan yang pernah di katakana juga oleh Ali Murtopo “Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan Tanah dan sumber daya alam yang terdapat dalam pulau Papua.” Ideologi seperti demikian sangat berpengaruh terhadap Agama Islam mengakibatkan adanya pencitraan terhadap Binekha Tunggal Ika.

Peta pergerakan kekejaman Negara dalam Oganisasi agama, Pasca Vonis Ahok 2 Tahun penjara, mengakibatkan adanya aksi seribu Lilin untuk Ahok. Dalam demo yang dilaksanakan oleh masa pendukung Ahok atas Vonis 2 Tahun penjara. Jelas bahwa masa Ahok membawa poster bertulisan “Bhineka Tinggal Duka”. Hal ini memperlihatkan bahwa Tergabungnya negara dalam Organisasi Agama sangat jelas, dengan arti bahwa negara Berpihak dengan Agama yang menjadi Ideologi perjuangan Negara Indonesia.

Hal demikian sangat jelas, dan pada pertengahan Pasca Vonis Ahok sebagai dimana-mana (bahkan luar negeri) terjadi aksi 1000 lilin untuk Ahok, bahwa secara tak langsung muncul perbedaan dan matinya Bhineka Tunggal Ika di Indonesia. Pada prosesnya ini aksi Negara dan organisasi islam  dalam 1000 lilin untuk Ahok.

MengUpdate Perbedaan antar Agama, Ras dan Suku oleh Indonesia di Papua
        Pasca Vonis Ahok, tak hanya di Indonesia (Papua, Sulawesi, NTT, Jawa/Bali, Sumatra dan Kalimantan) bahkan luar negeri pun terjadi aksi 10001 lilin untuk menggenang seorang sosok Ahok yang di penjarakan, dimana disitulah memunculkan sikap brutal Indonesia yang dimainkan di Papua adalah masalah kompleks yang sangat memperhatinkan masa depan Negara Indonesia berdasarkan Kebhinekahan. Tak hanya demikian beberapa provinsi di Indonesia ancam referendum.
         Sudah sangat jelas bahwa “adanya kekejaman Negara dalam perjalanan politik Indonesia di akhir-akhir ini.  Salah satu hal yang sangat terlihat di kalangan masyarakat Papua adalah bagaimana peran Negara dan Organisasi dalam membatalkan aksi seribu lilin untuk Ahok.

Beberapa kota di Papua, mengadakan aksi 1000 lilin untuk Ahok namun yang terjadi di lapangan masih saja terjadi penyimpangan dan kekejaman negara dalam Agama di Papua. Mengapa? Karena beberapa kota mereka membawakan poster tentang “Hidup NKRI” “Nabire Untuk NKRI” dan lainya. Siapa di balik permainan ini?   Karena tak ada hubungan  NKRI dengan Aksi 1000 lilin untuk Ahok. Waw hal inikan sangat aneh?

PGGP Menumbuhkan sifat radikalisme Agama di Papua
      Berdasakan berita undangan yang dikeluarkan oleh Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar, OFM pada hari senin memimpin umat Kristen dengan aksi demo damai di depan Kantor DPRP Papua di Jayapura. 
Yang dilansir Jubi Online edisi senin (14/05/17), Uskup Leo menyampaikan delapan poin peryataan di Hadapan anggota DPRD, 8 poin diataranya adalah dukungan pada pancasila; NKRI dan Bhineka  Tunggal Ika serta pembubaran HTI, FPI dan membebaskan Ahok.

Aksi untuk Ahok sangat berbeda dengan aksi yang dilaksanakan di beberapa tempat di dalam negeri dan luar negeri dan salah satunya di Papua. Aksi 1000 lilin sangat kejam wajah negara dalam aksi Pasca Ahok di Vonis. Begitupun juga aksi yang dilaksanakan di Jayapura dibawa pimpinan Leo Laba Ladjar di Jayapura sangat kental adanya intervensi negara dalam aksi, yang kemudian meumbuhkan radikalisme.
        Aksi demontransi ini Penulis menilai adanya sifat sara atau menumbuhkan radikalisme umat kristen dan islam di Papua. Tentunya, kita berpikir jauh bahwa Negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan undang-undang 1945 dan pancasila (Bhineka Tunggal Ika). Ketika tinjau Aksi di Jayapura dengan 8 pernyataan itu bahwa masalah Ahok tak ada pengaruh dalam Agama (masalah Ahok adalah simpati keadilan dan toleransi).

Anehnya Aksi PGGP di Jayapura, mengeluarkan pernyataan bahwa “dukungan pada pancasila; NKRI dan Bhineka Tunggal Ika serta pembubaran HTI, FPI. Ketika kita berpikir secara rasional akan muncul ide, masalah Ahok dengan dukungan terhadap Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sangatlah jauh. Dan pembubaran FPI, HTI adalah sifat melawan terhadap negara yang mana menganut negara demokrasi dan ruang dimana organisasi tersebut bersatu untuk menyurakan secara berimbang dan berkeadilan.

Kemudian situasi perubahan orang Papua yang semakin tertinggal dan semakin di kejam oleh Negara ini Gereja penting untuk beraksi dalam bentuk apapun, sebab pada akal yang sehat orang Papua adalah umat pengikut setia dalam Agama. Meskipun agama sebagai candu msyarakat demi mencari nafkah atau sesuatu melalui 3G berdasarkan sejarah penyebaran agama dari Eropa.
       Oleh karena itu, aksi demo di Jayapura penulis menilai adanya kekejaman negara di dalam Otak aksi dan sangat jelas menumbuhkan Radikalisme dalam Ideologi yang ada. Sehingga akan adanya perpecahan dan adanya ketidak teraturan dalam negara ini. Makan adanya ketidakadilan dalam negeri ini khusunya Rumah tertutup dari hukum seperti di Papua
Masalah AHOK bukanlah sebuah masalah besar yang kemudian terinfeksi kedalam Ideologi Agama, Ideologi Organisasi, Ideologi Perjuangan kemerdekaan Indonesia tetapi masalah ahok adalah keadilan dalam pengambilan keputusan dan simpatisan Ahoker untuk keadilan di Negara Indonesia.


Yogyakarta, 15 Mei 2017 

Sunday, May 14, 2017

Green Deen (Islam Hijau)


Bumi adalah Masjid, selian di masjid kita bias shalat di mana pun yang bersih dan suci, agar dekat dengan Tuhan, ramah dengan Lingkungan dan saling menjaga satu sama yang lain di Planet ini.

Oleh: Moses Douw
Tulisan ini berawal dari kumpulan cerita, diskusi di beberapa tempat di Kota Study Yogyakarta. Salah satunya diskusi buku yang saya ikut yakni: Green Deen “ Dimana tanggung jawab umat beragama dalam melestarkan alam semesta?” di Kampus hijau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bumi adalah dimana tempat kita tinggal dan menjalani aktivits sehari hari. Untuk memandang bumi ini kita selalu mengalami kesalahpahaman bahwa Bumi ini di Huni oleh makhluk hidup dan mati. Sehingga manusia selalu berpikir pada arah bangunan untuk melaksanakan shalat maupun ibadah dalam makhluk mati atau bangunan masjid.

Seiring dengan perkembangan pemikiran baru dan pemikiran tentang tempat ibadah yang mega dan mewah adalah sikap manusia yang hanya penyelewengan manusia dalam menjaga alam. Mengapa? Tentunya kini kita akan kenal Green Deen dalam mengingatkan kepada kita untuk bagaimana memanfaatkan alam, lingkungan dan tempat yang diciptakan Tuhan dengan gunakan sebaik baiknya untuk beribadah dan bagaimana dengan sikap baik manusia untuk melestarikan alam sebaik seperti Masjid. Sebab, mencintai bumi ini adalah mencintai pencipta-Nya.

Green deen adalah Islam hijau, atau agama hijau. Dalam Green Deen Abdul Matin menggambarkan bahwa “Deen Adalah sebuah Ideologi atau agama. Dengan artian bahwa “islam adalah deen. Kristen adalah Deen dan hinddu adalah deen; dll.

Konsep tentang Agama hijau menuntun kita untuk menerapkan islam seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan manusia dengan lingkungan alam. Hal ini Green Shabia juga mengatakan “Apa yang kita miliki muslim bersifat komprehensif. Islam adalah jalan hidup yang secara spiritual bergizi dan secara intelektual koheren.” Sederajatnya manusia hidup diatas bumi ini sebagai nurani yang merupakan akal budi. Artinya bahwa manusia, Tuhan dan alam. Tiga dimensi yang tak kalah pisahkan oleh siapapun di bumi ini. Setiap orang harus menghormati Tuhan dan menjadi pelindung  atau penjaga Alam.

Dalam diskusi buku Green Deen, membahas enam pokok pembahasaan dengan prinsip Agama Hijau dan ini merupakan Himpun pemikiran Faraz Khan untuk Abdul Matin seperti yang dalam bukunya sebagai berikut: 1) Memahami Kesatuan Tuhan dan Ciptaan-Nya; 2) Melihat tanda-tanda Tuhan dimana saja; 3) Menjadi Penjaga di Bumi ini; 4) Menjaga kepercayaan Tuhan; 5) Berjuang menegakan Keadilan; 6) Menjalani kehidupan yang seimbang dengan alam.

Selain itu, dalam diskusi itu juga pemateri memaparkan Dampak Manusia Terhadap lingkungan sepertI limbah, Penggunaan Energi Seperti minyak dan sejenisnya, Air sebagai Sumber Kehidupan serta Makanan sebagai penyeimbang kehidupan.

Dengan ilmu disiplin terhadap lingkungan lebih menekankan apa yang umat Green Deen rusak terhadap bumi ini, Plestarian terhadap lingkungan dan bagaimana upaya yang Green Deen lakukan untuk Lingkungan Alam. Mengapa harus perhatihan terhadap Lingkungan? Tentunya mudah jawaban untuk itu, sebab Allah Ciptakan Semua pada pasanganya dan sempurnya. Dengan istilah bahwa “ Tuhan, Alam dan Manusia adalah suatu yang tidak di pastikan untuk berpisah. Tanpa Lingkungan yang Indah akan berpengaruh Kehidupan, begitupun Manusia tanpa Tuhan hanya mimpi belaka.

Tulisan ini hanya sebuah catatan, dan untuk Resensi Buku  “Green Deen” akan saya shere maka jangan lupa selalu ikuti tulisan-tulisan di: http://mosesdouw.blogspot.co.id/


Yogyakarta, 14 Mei 2017

Sunday, April 23, 2017

Ahok Kalah PILGUB! Pendidikan Politik Masyarakat Jakarta Lemah


Oleh: Moses Douw

Berdasarkan peraturan, hanya partai politik yang memiliki 22 kursi atau lebih di DPRD Jakarta yang dapat mengajukan kandidat. Partai politik yang memiliki kursi kurang dapat mengajukan calon hanya jika mereka telah memperoleh dukungan dari partai politik lainnya. 

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (dikenal sebagai "Ahok") mencalonkan diri sebagai petahanan bersama dengan Djarot Saiful Hidayat. Selain itu, mantan perwira TNI Agus Harimurti Yudhoyono bersama dengan Sylviana Murni, serta akademisi dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Anies Baswedan juga mencalonkan diri bersama dengan Sandiaga Uno. 

Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 2015 Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tahun 2017 DKI Jakarta melaksanakan Pilgub secara serentak. Sesuai jadwal KPU Pilgub dilaksanakan pada 15 Februari 2017 dan Ahok-Djorat menang atas Pilgub Jakarta, namun munculnya opsesi untuk melaksanakan Pilgub ulang atau menghasilkan Pilgub gelombang kedua pada tanggal 19 April 2017 akhirnya Anies-Sandi menang.

Pemenang resmi Pilgub DKI Jakarta  Ahok-Djarot telah dinyatakan unggul oleh seluruh lembaga survei melalui proses hitung cepat di Jakarta.  Berdasarkan analisis suara pada Pilgub pertama tanggal 15 Februari 2017, data juga menunjukkan bahwa, suara Agus turun hampir 4% dan posisinya jatuh ke posisi terbawah. Suara Anies terus mengalami kenaikan hingga posisi kedua dan hanya berselisih 2% dari suara Ahok. 

Sedangkan Pilgub DKI Jakarta putaran kedua tanggal 19 April 2017 Anies-Sandi menang dengan suara terbanyak 57, 53 %  dan Ahok-Dijorat 42,47%. Kemenangan Anies-Sandi sudah sah namun, ada rekasi, pendapat dan tanggapan terhadap kemenangannya, enta dari luar negeri maupun dalam Negeri.

Pendapat Publik Atas Kekalahan Ahok

Pasca Pilgub DKI Jakarta 2017 Anies menang pertempuran dengan Ahok, sehingga ini menjadi perhatian Publik secara Nassional dan Internasional. Mengapa? Tentunya Ahok memiliki kepemimpinan dan juga sebagai tokoh yang tak kenal adanya korupsi di negeri ini.

Dari kebanyakan media dan Masyarakat sangat meinyinggung adanya sentimen politik yang dimainkan oleh Anies dalam agama, sehingga beberapa media asing menyinggung juga bagaimana Anies sebagaimana telah merangkul seluruh warga Jakarta untuk memilih berdasarkan Agama dominan di Jakarta. Hal ini juga, di publikasi lewat media di Negara Islam di Al Jazeera bahwa  Ahok kalah sebab penistaan terhadap Agama dan Anies menang dengan Kampanye Agama terhadap Ahok. 

Kekalahan Ahok dan Kemenangan Anies Baswedan, masyarakat, NGO dan media asing itu di kategorikan dalam sebuah perminan yang dikaitkan dengan permasalahan Agama, Ras dan suku. Seperti Ideologi Politik vs Ideologi Sembako yang di lansir di Media Republika

Dimana Kematangan Pendidikan Politik masyarakat Jakarta.

Dalam hal ini, saya sangat prihatin dengan proses demokratisasi yang sangat buruk di Indonesia ini, khususnya di Jakarta. Jakarta merupakan pusat dari Negara Indonesia dan Jakartalah yang memberi pemahaman negatif kepada seluruh Indonesia. Mengapa? Tentunya kita pelajari selama ini dalam proses PILGUB Jakarta bahwa kemandirian dalam memilih tak ada dan sangat lemah.

Dalam proses Demokratisasi di Indonesia yang sangat benar adalah dimana masyarakat bebas untuk memilih dan di Pilih, berdasarkan asas JURDIL dan LUBER. Itulah yang mana dasar untuk membentuk tulisan ini. Mengapa? Dalam pesta demokrasi yang terjadi di Jakarta sangat di arahkan secara feodal dan secara paksaan. Dan secara umum dikatakan bahwa adanya pemaksaan pemilih dalam sebuah ideologi.

Tergabung dan digabungkanya masyarakat kedalam Ideologi sangat disayangkan sebab, memperlambat terjadinya proses demokrasi yang demokratis. Dan hal ini, membuat masyarakat Jakarta menjadi penumpang yang di dayung 1 orang.

Dalam keadaan yang terguyung-guyug dalam berbagai Ideologi ini masyarakat merupakan ide secara demokratis untuk mandiri dalam pemilihan. Maksudnya bahwa mempelajari dengan saksama pemimpin yang baik dalam Debat politik, Kewibawaan, Pengalaman, dan kriterianya.  Bukan kita pilih berdasarkan Ideologi apapun. Inilah yang kemudian di sebut Penyebab dari Lemahnya Kematangan Pendidikan Politik di Jakarta.

Yogyakarta-Kaliurang, 23 April 2017

Monday, April 3, 2017

Ini 5 Patologi Sosial Membuat Masyarakat Papua menjadi Ketergantungan


Oleh: Moses Douw

Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh. Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada fungsi yang nyata pada fisiologi tubuh. Patologi secara umum, kajian terhadap masalah, merupakan luas dan kompleks lapangan ilmiah yang berusaha untuk memahami mekanisme, dan penalaran berdasarkan teori patologi berlandaskan masalah yang akan di kaji. Wikipedia.com

Berdasarkan Wikipedia Masyarakat merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.

Pada dasarnya masyarakat pada umumnya pun merupakan individu-individu yang terbentuk dalam sebuah wadah yang terstruktur sebagai mestinya, berlandaskan pada kebiasaan dan adat yang sudah ada. Kemudian   sebuah , istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat Papua yang terkelompok dan terstruktur secara kredibel berdasarkan adat dan budaya setempat ini, dengan perkembangan modernisasi, dan struktur sosial di Indonesia khususnya di Papua, terjadilah masyarakat Papua sebagai pengidap patologi sosial.

Penyakit yang sedang menyerang masyarakat Papua, pada halnya penyakit modern istilahnya bahwa penyakit yang dikembangkan oleh luar. Proses perkembangan masyarakat Papua pada sebelumnya, bersatu padu dengan adat isti adat dan kebiasaan masyarakat serta ekonomi politik, ekonomi budaya yang secara sederhana telah terstruktur.

Namun pada proses perkembangan dengan keadaan sosial budaya, ekonomi politik berlangsung di Papua selama ini. Kebudayaan baru dan modernitas yang terstruktur ini sangat bertentangan dan juga menghancurkan kebiasaan masyarakat Papua yang sebenarnya. Misalnya masyarakat Papua sebelum di aneksasi dengan Indonesia sangat menyatu dengan kebiasaan yang ada seperti: budaya kerja, budaya berpikir dan budaya mengadaptasi. Budaya dan kebiasaan masyarakat Papua dikembangkan sebagai filosofi hidup, yang sebagaimana dasar hidup mereka. Pada masa kini hanya menjadi catatan bagi generasi penerus bangsa Papua. Kebiasaan masyarakat ini sangat dipertanyakan dan disayangkan, tak seperti yang sebelumnya.

Oleh karena itu, masyarakat Papua terjangkit dengan beberapa patologi (penyakit sosial). Patologi yang dihadapi ini sangatlah kompleks sehingga penulis ingin memijit patologi sosial, lebih pada patologi yang mengubah masyarakat Papua menjadi masyarakat ketergantungan yakni, sebagai berikut:

1. Togel dan Penjudian

Togel adalah salah satunya permainan yang sangat mendarah daging dan di idamankan oleh masyarakat Papua adalah Togel. Situs permainan togel dari beberapa negara yakni, Syedney, Kamboja, Singapure, Hongkong. Beberapa negara ini, mengeluarkan anggka berdasarkan nomor sebagai tebakan. Pelanggang selalu mengeluarkan uang untuk memasang nomor yang akan di keluarkkan dari situs tersebut.

 Lagi pula masyarakat Papua mereka selalu memasang nomor untuk menebak, tak lupa juga untuk memasang nomor di kenakan uang. Khususnya untuk nomor sering memasang 1 nomor dengan harga minimal Rp:  5.000 (lima ribu), sedangkan angka di pasang dengan minimal 5 pula.

Tak hanya togel, masyarakat Papua pun selalu melaksanakan kegiatan perjudian antaranya Dadu, Kartu Remi dan Gaple. Permainan dadu, remi dan gaple ini sering dimainkan oleh masyarakat dengan memasang uang yang lebih dari Rp: 50.000 ribu.

Permainan ini sangat membuktikan bahwa penulis pun ikut melihat langsung ke beberapa daerah yakni: Jayapura, Nabire, Timika, Dogiyai, Deiyai dan Manokwari. Dan saya yakin bahwa pasti di setiap daerah di Papua terjadi seperti demikian. Keadaan masyarakat sangat terjerumus dengan jenis permainan ini. Masyarakat Papua pada umumnya tak ada kegitan lain, di setiap harinya selain bermain Togel dan judi kartu, khususnya yang sudah radikal dengan permainan ini. Perempuan pun ikut bermain. Waktu sehari pun berani berkorban hanya demi Togel dan Judi.

 Pekerjaan yang sebenarnya masyarakat lakukan telah tertinggal dan tak bisa masyarakat Papua menanggulagi. Kebiasaan masyarakat Papua seharunya bekerja untuk kebutuhan dasar dalam keluarga pun kemudian bertambah bergantung ke manusia lainya. Dilapisan masyarakat Papua sedang bermunculan dengan ketergatungan pada pegawai di sekitarnya dan kepada Togel dan Judi.
Sistem peredaran uang pun meraja dalam kalangan masyarakat Papua, sehingga permainan ini benar-benar telah mengubah masyarakat Papua dalam dunia instan.

2.   Pemilukada Pesta Uang

Demokrasi secara umum menggambarkan bahwa bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi membuka warga negara berpartisipasi dalam proses demokratiasi, secara langsung dan melalui perwakilan. Demokrasi memberi ruang untuk setiap warga negara berkreatif, berintraksi, bersuara, berpendapat, dan berhak untuk memilih dan dipilih. Dalam pemilihan umum dan daerah setiap orang bebas untuk memilih serta di pilih, tanpa ada larangan.
Namun pada, prosesnya tak berjalan sesuai dengan apa yang sebenarnya atau tak berjalan berdasarkan hukum serta tata aruran yang mengacu pada pemilihan yang berlandaskan Luber dan Jurdil. Mengapa? Tentunya kita kenal bahwa dalam Pemilukada selalu saja terjadi Politik Uang.
Pesta uang dikembangkan dari patologi pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum tingkat pusat. Penyakit yang tercipta dalam pemilukada merupakan money politik atau berpesta pora dengan uang. Pesta uang adalah dimana kandidat yang sedang dicalonkan sering melakukan money politic secara besar-besaran dalam wilayah pemilihanya. Sering saja menimbulkan sifat pembangunan daerah yang buruk, dengan perilaku money politic.

Oleh karena adanya, politik uang atau pembagian uang kepada masyarakat dimana adanya pemilukada, menimbulkan masyarakat Papua tergantung kepada pemerintah dan pejabat. Akhirnya banyak terjadi permohonan-permohonan yang masuk di kantor pemerintahan.

3.   Pilih Kasih

Dalam kehidupan berbangsa, setiap suku dan bangsa di Papua memiliki cara hidup dan sistem kehidupan yang sangat unik. Hal ini, disebabkan dengan adanya keadaan daerah Papua yang sangat sulit untuk di jangkau antar kampung. Lagi pula tak lepas juga dari suku dan filosofi hidup yang telah mendasari hidup suku-suku di Papua.

Dan pula masyarakat Papua secara umum merupkan kulit hitam manis dan fisik masyarakat Papua sangat kuat sebab tiap hari hanya bekerja, itupun juga pada sebelumnya. Salah satu sumber kekuatan masyarakat Papua adalah kerja untuk kebutuhan primer dalam keluarganya. Istilahnya bahwa masyarakat Papua akan hidup apabila berusaha dan bekerja keras.

Dengan perbedaan dari seluruh suku itu hanya sebuah sikap yang sangat idetik antaranya, perasaan kasih. Kasih telah mendarah daging dalam masyarakat Papua. Pesaraan kasih terhadap keluarga dan seseorang paling mendalam. Namun dalam perasaan itu, terdapat tipologi yang di kemukakan Penulis yakni kasih itu memberi, kasih itu sabar, kasih itu perasaan yang merasakan kehidupan orang lain, kasih itu murah hati dan lainya. Dalam hal ini, masyarakat Papua memiliki sikap dan penyakit  perasaan murah hati, istilah dalam prakteknya adalah memberi, menolong, penyayang, pengasih, baik hati, dan  lainya.

Oleh karena itu, dalam prakteknya sering saja kita lihat bahwa adanya perasaan kasih dan baik hati terhadap sesama di masyrakat Papua. Secara khusus dalam berbagai kegiatan pemerintahan di Papua selalu salurkan uang kepada masyarakat Papua. Uang yang disalurkan pun juga sangat besar jumlahnya. Enta dari mana uang itu di dapat?

Kemudian bantuan sosial dalam hal ini juga dari Dinas Sosial  dari seluruh kabupaten di Papua sering melakukan pembagian secara pilih muka atau pilih kasih. Sangat jelas bahwa dalam pembagian dana bansos tidak berdasarkan asas efisiensi. Dengan demikian, hal ini dipandang sangat kecil namun sangat mengubah kebiasaan masyarakat Papua pada umumnya.

4.   Bantuan Sosial Berupa Makanan

Bantuan sosial adalah bantuan prioritas atau kewajiban pemerintah daerah di Indonesia, khususnya di Papua. Papua memiliki daerah yang sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan publik yang sangat demokratis. Hal ini di sebabkan dengan keadaan wilayah yang sangat sulit untuk di jangkau masyarakat Papua. Disinilah masyarakat Papua mempertahankan keberadaan meraka sebagai orang asli Papua yang memiliki makanan, minuman, obat obatan, serta kebutuhan lainya dari alam Tanah Papua itu sendiri.

Namun pada proses perkembanganya, Papua tanah yang indah itu di petak petakkan oleh pemerintah Indonesia dan para elit politik. Sehingga pada saat ini Papua yang dahulunya merupakan satu provinsi dan beberapa kabupaten, kini telah dimekarkan beberapa daerah yakni: Provinsi Papua memiliki 26 kabupaten dan Papua Barat 13 kabupaten. Maka jumlah keseluruhan kabupaten di Papua dan Papua Barat adalah 42 Kabupaten.

Dari gambaran diatas ini, membuktikan bahwa jumlah bantuan sosial pun semakin meningkat di setiap daerah, enta itu di perkotaan atau di pedalaman. Bantuan sosial yang dimaksudkan adalah bantuan berupa makanan, minuman, pakaian, dan uang. Bantuan sosial dengan hal seperti demikian akan berakibat kepada masyarakat Papua. Dampak negatif  yang sangat luar bisa dibandingkan denga dampak posifif. Mengapa? Tentunya masyarakat Papua akan merasa puas dengan bantuan sehingga akan muncul konsumen tanpa produktif atau konsumen instan. Pada dasarnya masyarakat Papua merupakan dasar hidup yang mendasar seperti masyarakat produktif.

Sikap dan bantuan ini sangat disayangkan sebab pemerntah daerah telah mengubah masyarakat Papua menjadi masyarakat penikmat instan. Bantuan sosial ini masuk akal apabila bersifat membagun atau melesatarikan budaya setempat. Dan pada dasarnya, salurkan bantuan sosial berupa budidaya, ternak atau bantuan lain yang bersifat masyarakat Papua menjadi masyarakat produktif.

5.   Dana Desa dan Uang Gelap

Pada akhir Tahun 2013 pemerintah pusat berusaha memperhatikan kembali desa, dengan hadirnya ideologi tentang Desa Membangun Indonesia. Atinya bahwa membangun Indonesia dari luar ke dalam atau membangun Indonesia dari desa ke kota.

Tak hanya itu, sisi gelap yang selama ini di sembunyikan dari UU Desa No 6 Tahun 2014 adalah bagaimana menjamin desa berdasarkan pengkuan (bukan desentralisasi) demi mempertahankan NKRI. Sehingga menyalurkan dana desa sebesar 1 miliar untuk satu desa.  Hal ini berkecimpung untuk membangun desa. Namun, pada prosesnya tak berjalan sesuai apa yang diharapkan oleh pemerintah pusat. Enta itu, salahnya pendamping atau siapa?

Masyarakat Papua dan perangkat desa di Papua sering berpikir bahwa uang itu di bagi untuk bagi setiap KK (kepala keluarga) dan setia orang. Tak hanya itu, dana milayaran ini di boros juga dari BPMK kabupaten dengan alasan kelancaran adminitrasi. Sehingga apa yang di harapkan dari Pemeritah Pusat ini sering di bantai dari peringkat desa dan daerah. Mengapa? Karena uang Milyaran ini untuk pembagian berasarkan KK dan Individu tanpa memikirkan pembangunan dan pemberdayaan masayarakat Papua itu sendiri.

Penulis pernah membuktikan di Lapangan bahwa adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa itu. Dana desa diolah untuk berfoya foya dengan masyarakatnya itu sediri, tanpa membuat kegiatan yang sangat memproduktifkan masyarakat desa. Sehingga ketergantunggan masyarakat terhadap Dana desa semakin meningkat secara pelan, sehingga dengan sendirinya akan terkikis budaya dan kebiasaan mereka.

Tak hanya demikian, selain dari dana desa masyarakat Papua menerima dana tak terduga. Uang  yang dibagikan itu sangat  tidak jelas, bahwa uang itu bersumber dari dari Dinas apa dan dari intansi apa? Ada beberapa masyarkat di Desa Diyai Kabupaten, Deiyai bercerita bahwa adanya pembagian uang di Ibukota Deiyai di Waghete secara diam-diam. Untuk menerima itu harus berdasarkan tanda tangan, janji dan sumpah bagi penerima uang itu. Penulis yakin bahwa, pembagian uang itu sangat membunuh kebiasaan masyarakat serta tak memberdayakan masyarakat melalui kegiatan bermanfaat yang lainya.

Oleh karena itu, penulis juga sangat terharu dengan keadaan seperti demikian sehingga penulis pun memetak-metakan kedalam beberapa poin demikian. Kebiasaan suatu bangsa akan tetap teguh apabila kebiasaan itu terus untuk melestarikan dan juga mempunyai jiwa untuk selalu mengubah masyarakap Papua demi mempertahankan apa yang kita miliki pada sebelumnya khusunya dalam budaya, ekonomi dan politik.

Tak hanya rasa cinta terhadap tanah air tetapi jiwa bertindak benar untuk masyarakat Papua adalah orang yang membentuk masyarakat Papua untuk mempertahankan kebiaasaan masyarakatnya.
Sebab itu, seiring dengan perkembangan Tanah Papua dalam bingkai NKRI, maka penulis pun menyarankan dan memberi solusi kepada pihak yang berwenang dalam penaganan yakni: 1) Membangun masyarakat  Papua dengan koperasi; 2) Memberdayakan masyarakat Papua yang tak mampu; 3) Memberdayakan Kepala Keluarga dengan bantuan produktif; 4) Membuka BUMDes untuk desa kurang mampu; 5) Memberayakan mama Papua dengan Pasar mama Papua yang layak; 6) Menggantikan bantuan berupa makanan dengan ternak atau bantuan alat kerja; 7) memberdayakan Keluarga di Papua dengan budidaya; 8) Membangun desa dengan potensi yang ada; 9) Kepolisian stop bandar Togel dan harus tutup togel; 10) Stop memberikan berdasarkan kasih tetapi memberi dengan hal yang membangun; 11) Pemerintah dan Intelpol harus hentikan pembagian uang secara gelap-gelap; 12) Pendamping dana desa harus kerja berdasarkan aturan dan harus mendampingi kepala desa atas tugas Negara  dan; 13)  Panwas pemilihan kepala daerah dan KPU harus bekerja keras untuk memberi sosialisasi pemilihan kepala daerah yang bersih berdasarkan asas JURDIL dan LUBER kepada masyarakat Papua.

Persoalan ini sangat muda untuk diatasi sebab dana pun sudah ada di daerah dan tak ada hambatan untuk mengatasi beberapa masalah yang membuat masyarakat Papua menjadi kertergantungan ini.

Penulis adalah mahasiswa Papua kuliah di Yogyakarta
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW