Oleh:
Moses Douw
Negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi,
dalam pembangunannya berdasar hukum untuk mengejar tujuan negara Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea ke-Empat, Pancasila,
Bineka Tunggal Ika serta NKRI. Dengan itu, walaupun negara Indonesia membentuk pemimpin negara sehebatpun, alias
pemimpin demokratis dan berazaskan hukum negara, namun sampai kapanpun negara
Indonesia tidak pernah sekalipun mewujudkan negara yang adil dan sejahtera
dalam proses pembangunan dan perubahan zaman.
Pada sebelum adanya perundangan dana desa, Negara Indonesia
terus merekrut dan menjadi actor terus berada dalam kemiskinan, penindasan,
pembunuhan, dan marginalisasi serta konsumtif dan lebih khusus dalam ambil
mengikuti negara-negara lain yang cepat berkembang dan maju dalam arus
perubahan jaman walaupun kekayaan alam nergaranya sedikit tetapi mereka
berpatuh pada sistem negaranya entah sistem negaranya komunis, otoriter,
kapitalis sekalipun, alias mudah mengatur
dan beberapa hal yang menjadi penentunya.
Suprihadi Kepala Dusun di salah satu Pedukuhan di
Gunung KiduL, dalam pertemuan dengan penulis menyatakan bahwa “Negara belum
pernah ada dalam pembangunan desa khususnya di sektor pertanian, infrastrktur,
perikanan secara umumnya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini,
yang terus kita rasakan di Jawa, sehingga pandangan saya tidak menyamakan
dengan daerah lain di Indonesia. Namun adanya dana desa dari Negara merupakan
hal yang baru yang patut kita kelola hingga bermanfaat selebihnya untuk tujuan Negara”.
Pengelolaan dana desa di Indonesia telah digunakan
untuk sebesar besarnya pada tujuan dari dana desa yang di amanatkan dalam UUDes.
Menurut UU Desa, dana desa digunakan untuk membiayai
pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti
pasar), sarana sosial (seperti klinik), serta untuk meningkatkan kemampuan
berusaha masyarakat desa. Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk
miskin, mengurangi kesenjangan kota-desa dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan.
Namun, pengelolaan dana desa di Papua telah mengalami
kegagalan sangat tajam dan tidak tepat sasaran. Hal-hal mendasar yang menjadi
faktor penghambat, alasan dan sulitnya pengunaan dana desa di Papua dalam
mencapai tujuan undang undang desa No 06 Tahun 2014 adalah pertama: Papua adalah
wilayah terlalu luas dan lebih parahnya sulit di jangkau sebab gunung dan
lembah; kedua: Papua adalah
daerah yang rata rata belum mengetahui cara pengelolaan dana desa dan
jumlah penduduk yang tersebar di Papua belum berpendidikan sehingga masyarakat
belum bisa mengelola dana desa sesuai dengan asas asas pengelolaan dana desa. Dan
lebih sayangnya Kepala Kampung dan aparatur Kampung di Papua belum mengenal
sistem pengelolaan dana desa; ketiga: Lemahnya kontrol pihak pengawas
jalanya pengelolaan dana desa di Papua sehingga mempermudah tindakan KKN bagi
lembaga pemerintahan desa dan supra desa serta lemahnya peneggakan hukum dari
masyarakat dalam menjaga adanya penyelewengan dana desa; keempat: Lemahnya
pendamping dana desa dan Dinas DPMK dalam mengawal dan menjadi tulang punggung
pengeolaan dana desa di Papua; kelima: adanya pemotongan dana desa
dari DPMK di Kabupaten/Kota dengan berbagai alasan.
Hal-hal seperti ini perlu dipertimbangkan bagi pemerintah daerah dan negara karena undang
undang desa dibuat untuk sebesar besarnya pembangunan kampung di Papua.
Bukannya pengawas dan pendamping hadir dalam penyelewengan dana desa di Papua
serta pemerintah desa di Papua seenaknya mengunakan uang tanpa adanya RKPDes
dan APBDes karena Undang-undang desa dibuat untuk benar-benar membangun
masyarakat yang sejahtera dan masyarakat mampu bersaing dengan orang Non-Papua
dari sisi pembangunan ekonomi industri dan produksi.
Maka dari itu, pengeolaan dana desa merupakan proses penggunaan
dana desa dengan program yang direncanakan dalam RKPDes dan APBDes melalui
musdus (apabila di Papua musyawarah RT) dan musdes (musyawarah desa) yang
merupakan forum tertinggi dalam pengamilan keputusan di tingkat RT dan desa
yang musti di dampingi oleh pendamping dana desa di Papua.
Pendamping Desa
dan Masa Depan Kampung di Papua
Tidak menutupi kemungkinan bahwa
Pendamping desa di Papua selalu hadir mendampingi kepala desa dalam upaya
menyelesaikan proses proses pengelolaan dana desa sesuai dengan undang undang
desa yang mana telah di atur dalam undang undang desa bahwa “Program Pendampingan Desa merupakan
amanat UU. Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Untuk menjalankannya, Pemerintahan
Pusat menggunakan asas dekonsentrasi, yaitu satu dari tiga asas Pemerintahan
Daerah. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat. Dekonsentrasi juga bisa diberikan kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu, dan atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung
jawab urusan pemerintahan umum. Dalam rangka dekonsetrasi, Presiden Jokowi
telah mengeluarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2015, sebagai dasar Kementerian Desa
menjalankan program Pendampingan Desa.
Berdasarkan itu, pendamping
desa mampu memberikan yang terbaik untuk Tanah Papua dalam pengelolaan dana
desa di Papua. Penggunaan
Dana Desa Harus dikawal dan didampingi dengan ketat, agar tujuan pencairannya,
yaitu dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan kampung dalam rangka
mengatasi berbagai persoalan diatas tadi, agar dapat tercapai dengan sukses.
Sebab, pendamping desa yang di amanatkan dalam Pepres No 12 Tahun 2015 tentang
pendamping desa seharusnya mampu menjadi, “fasilitator penetapan dan
pengelolaan kewenangan, penyusunan dan
penetapan peraturan, pengembangan kapasitas bagi aparatur kampung,
demokratisasi kampung, kaderisasi kampung, pembentukan dan pengembangan lembaga
kemasyarakatan kampung, ketahanan masyarakat desa melalui penguatan atau pelatihan
dan menjadi asiitator dalam mendampingi proses perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembangunan desa.
Didasarkan perkembangan perkampungan di Papua memang sangat
tertinggal di bandingkan dengan daerah lain di Indonesia sebab banyak
kekurangan serta masalah yang menjadi pengahambat serta budaya dan karakter
hidup orang Papua yang sangat bermacam macam. Hal ini juga di ungkapkan juga
oleh Intelektual muda Deiyai Donatus
Mote bahwa “kampung-kampung banyak tersimpan masalah karena
karakter hidup masyarakat sangat beragam”. Sehingga berdasarkan tugas pokok
yang di lakukan pendamping dan DPMK adalah menjalankan amanah Pepres No 12
Tahun 2015.
Pendamping Kampung di Papua
seharusnya menjadi solusi atas masalah pembangunan sebab itulah pengabdian yang
sangat mulia yang di limpahkan berdasarkan talenta yang di miliki. Oleh Karen itu, ketika kita bandingkan dengan
beberapa daerah di Indonesia maka Papua
sangat secara langsung pengelolaan dana desa hanya 5 % sehingga Dana desa hanya
sekedar dana yang tak ada manfaatnya. Secara umum, pengelolaan dana desa di
Papua sukses di bidang pembangunan (Kantor desa, bangun Gereja, Bangun Jalan ,
Jembatan dan pengadaan barang). Pada hal dana desa di kucurkan untuk
Pembangunan dan pemberdayaan.
Masih menjadi kendala dalam
pengelolaan dana desa di Papua adalah pemberdayaan masyarakat kampung. Ketika
Penulis mengabdi di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul-Yogyakarta,
penulis membentuk dan sosialisasi sistem dan cara baru dalam pengelolaan dana
desa dalam pemberdayaan masyarakat kampung
adalah membentuk masyarakat desa di Songbanyu dalam beberapa kelompok
yakni kelompok tani, kelompok Ternak, Keompok
Perikanan, kelompok Kerajinan dan lainya. Hal ini upaya yang Penulis lakukan
untuk pemberdayaan masyarakat dan masih banyak cara yang kita lakukan
berdasarkan potensi desa atau kampung yang di miliki.
Maka dengan demikian, berdasarkan
pengabdian Penulis di Desa Pagerharjo dan Songbanyu di Yogyakarta sehingga
Penulis merupakan beberapa masukan untuk pengelolaan dana desa di Papua untuk
masa depan yang lebih baik adalah sebagai berikut: Pertama: DPMK dan
pemerintah daerah di Papua memberikan pemahaman dan pelatihan khusus untuk
pengelolaan dana desa; kedua: Pengawasan
Dana desa dari Inspektorat dan pihak bertanggungjawab harus fokus memberikan
pelatihan penggunaan dana desa dengan proses perencanaan hingga pemanfaatan
hasil. Ketiga: Pendamping desa harus menjadi fasilitator dalam
pengelolaan dana desa di Papua, keempat:
Pendamping desa harus menjadi Agen perubahan dalam pengelolaan untuk mengayomi
kepala kampung dalam perencanan hingga pemanfaatan hasil; Kelima: Perangkat desa
harus menjadi aktor dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kampung di
Papua. Keenam: Pendamping Desa harus membentuk masyarakat dalam
berbagai kelompok atau di bentuk Kaur kaur untuk pengerak pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat kampung.
Oleh karena itu, hal diatas ini
menjadi solusi dalam semua persoalan dan penyelewengan dana desa di Papua. Sebab
penentu dalam pengunaan dana desa adalah pendamping dan dinas terkait di Papua.
Agar membentuk masyarakat dengan karakter membangun, Karakter mandiri dan
karakter produktif.
Penulis Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
STPMD “APMD” Yogyakarta