BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Monday, April 23, 2018

Gizi Buruk dan Campak Bukan Warisan Orang Papua

Oleh: Moses Douw
doc.pengabdian masyarakat di Purworejo. int

Gizi buruk adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, (Khaidirmuhaj, 2009). Sedangkan, campak adalah penyakit menular yang ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan (Brunner & Suddart, vol 3, 2001). Wikipedia

Penyakit campak dan kurang gizi merupakan sebuah penyakit baru yang mulai muncul ketika adanya otonomi khusus Papua dan Papua Barat. Kurang gizi dan penyakit campak muncul tanpa akibat dan sumber yang jelas dan belum ada sebuah penelitian laboratorium yang menjelaskan bahwa akibat kematian anak dari penyakit ini.

Sebutan campak dan kuranh gizi merupakan sebuah diskriminasi sosial dan doktrin yang di bangun orang luar Papua. Doktrin yang dibangun berdasarkan situasi lingkungan, ekonomi, politik dan letak Geografis. Di lihat bahwa kematian anak di Papua di kategorikan dalam situasi lingkungan dan letak geografis karena Papua daerah yang masih belum terisolasi dari semua bidang. Kemudian, dari pandangan Ekonomi gizi buruk muncul karena kurang asupan gizi seperti kurang adanya makanan berkemasan.

Doktrin Inilah yang dibangun ilmuan dan pandangan orang Non-Papua di Papua sesuai dengan kondisi lingkungan, ekonomi, Politik dan letak geografis untuk kategorikan penyakit dan kematian anak yang setiap tahun meningkat ini. Pandangan orang non-Papua untuk kategorikan kematian anak di Papua itu sangatlah penting untuk membutuhkan laboratorium khusus untuk tes penyebab kematian.

Dengan demikain, penyakit campak dan kurang gizi ini bentuk baru kematian yang diderita oleh orang Papua. Dalam sejarah, perkembangan kesehatan di NNG (Netherlands New Guinea) atau Papua pada zaman Belanda yang di tulis oleh Romaida Sinaga bahwa adanya penyakit kematian orang Papua hanya tiga pintu yakni kematian dengan Perang Suku, Kelaparan dan Malaria atau Serangan Serangga lainya.

Malah sangat di pertanyakan kematian anak di Papua karena penyakit yang di derita sangat tidak membuktikan kebenaran secara resmi. Kematian anak di Papua ini pun tidak tepat bagi Papua karena orang Papua yang tinggal di Papua bukan dari beberapa abad saja. Namun, orang Papua tinggal di Papua selama berabad abad. Orang Papua sudah lama tinggal berkebun, berburu, nelayan dan lainya di Bumi Cendrawasih dengan menonjolkan alam sehingga penyakit ini tidak pernah di derita oleh orang Papua.

Penyakit ini apakah pernah di derita oleh orang Papua pada sebelumnya? Namun yang yang jelas bahwa berdasarkan bukunya Romaida Sinaga menjelaskan bahwa kematian orang Papua dari Kelaparan khususnya beberapa suku yang berpindah-pindah tempat. Sehingga dikatakan bahwa “Campak dan Kurang Gizi Bukan warisan Orang Papua”.

Kematian Anak di Papua Sangat di Pertanyakan
Kematian anak di Papua menjadi sebuah trending topik di seluruh dunia. Kematian anak di Asmat mencapai 60 anak yang menjadi anak bangsa Papua yang merupakan generasi penerus. Banyak pertanyaan muncul di berbagai media sebagai berikut, bagaimana kontrol dan pengawasan dana kesehatan Kabupaten Asmat? Penyakit apa yang seharusnya di derita oleh Orang Papua? Kemudian, muncul pertanyaan baru lagi dari Belanda bahwa Bagaimana kontrol dan lintas kesehatan di Papua Oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Dana yang bersumber dari APBD, APBN dan otonomi khusus Papua di Asmat menjadi topik di tinggkat provinsi Papua. Sebab dana yang di realisasikan di Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat lebih besar di banding daerah lain. Namun dana yang besar itu, tidak membuahkan hasil yang baik atau tidak tepat sasaran. Ini menjadi tanggung jawab negara dalam proses hukum, pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBD, APBN dan otonomi khusus ini. Partisipasi negara dalam pengelolaan dan mencatat hasil realisasi dana sangat minim sehingga lembaga KPK dan negara sangat tidak adil dalam alokasi realisasi dan pertanggungjawaban dana di Papua.

Sedangkan, dari kaum akademisi, mahasiswa dan pro-demokrasi memberikan sebuah kecurigaan mereka melalui pertanyaan tadi bahwa penyakit apa yang diderita orang Papua? Ini sangat benar berdasarkan penjelasan tadi bahwa penyakit yang muncul adalah selalu berpindah-pindah hanya di seluruh Papua. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa daerah lain di Indonesia, tidak menderita penyakit campak dan gizi buruk, dengan jumlah yang banyak dan itu hanya di Papua. Apakah itu penyakit warisan dari Tuhan untuk orang Papua? Secara logika, kita berfikir bahwa penyakit yang di sebarkan di Papua ini adalah sebuah penyakit buatan untuk pemusnahan etnis melanesia karena penyakit ini, sepanjang peradaban orang Papua di Bumi Cendrawasih tidak pernah ada penyakit ini pula.

Kemudian, adanya pertanyaan yang di lansir dari media AWPA Sydney bahwa Belanda kembali kritik Pemerintah Indonesia khususnya Pemerintah Pusat. Kritikan yang disampaikan adalah mengapa belum ada Program Ekspedisi Kesehatan di Tanah Papua. Belanda menyampaikan kritik sebab, selama Belanda di Papua dalam sebulan ada ekspedisi kesehatan yakni dengan mengecek kesehatan bagi orang Papua di pelosok hingga di pusat kota Afdeling.

Dengan penjelasan diatas ini menjadi sumber utama dalam adanya Penyakit yang mematikan di Tanah Papua yang selalu berpindah-pindah di seluruh tanah Papua yang tidak pernah ada di seluruh Indonesia. Sehingga praktek seperti ini adalah sebuah perjuangan mulia yang dijalankan oleh pemerintah pusat dalam menguasai berbagai upaya pemusnahan etnis melanesia.

Gizi Buruk dan Campak Menjadi Alasan
Sejarah perkembangan orang Papua pada sebelumnya telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Orang Papua pada awalnya mereka tinggal berabad-abad di hutan belantara yang sangat menonjolkan aspek kehidupan dari alam yang hanya di konsumsi. Berdasarkan Rosmaida Sinaga dalam bukunya menjelaskan bahwa tanah Papua sebelum disentuh dari negara lain seperti China, Belanda, Jepang dan Indonesia mereka mempunyai sistem kehidupan tersendiri.

Sistem kehidupan manusia Papua sangat unik dengan sistem pengunaan bahan alam secara lokal dan hanya sebatas memenuhi kebutuhan dasar keluarga dan kelompok sosial. Karena dengan sistem kehidupan itulah yang menjadi tolak ukur manusia Papua masih hidup hingga pada saat ini. Orang Papua berabad-abad tinggal namun tidak mati habis dengan campak dengan gizi buruk, sebab tidak mati dengan kekurangan alat medis dan tenaga medis.

Sehingga adanya proyek-proyek dibalik kematian anak-anak di Asmat. Proyek yang di buat pemerintah pusat dan pemerintah daerah degan kapitalis. Seakan negara didirikan untuk kemauan dan kebetulan untuk mencari nafkah di Papua.

Proyek-Proyek yang diwacanakan adalah kepentingan Ekonomi, Politik Pemilukada. Wacana kepentingan ekonomi adalah adanya tambang emas dan sumber alam lainya untuk eksploitasi sehingga adanya relokasi warga sebagai alasan antisipasi perpindahan penyakit dengan yang belum kena penyakit, namun adanya tujuan khusus untuk eksploitasi emas di Asmat.

Sedangkan, kepentingan politik Pemilukada adalah membuat sebuah pencitraan dari pemerintahan pusat dan provinsi untuk lahan basis utama dalam pendapatan suara terbanyak. Penulis menganalisis bentuk masalah dan penyakit yang di derita masyarakat ini penyakit buatan yang di buat oleh pihak politikus. Sebab, setelah terjadi kematian anak di Asmat presiden Jokowi menari diatas kematian anak di Asmat sebagai promosikan diri sebagai awal kampanye politik. Tidak hanya Jokowi Elit atau bakal calon Provinsi Papua pun menari diatas kematian anak di Asmat dengan memberikan bantuan.

Hal seperti demikian menjadi tanggung jawab mereka namun, masyarakat umum menilai bahwa adanya kepentingan politik pemilihan presiden di tahun 2019 dan pemilihan gubernur Provinsi Papua. Hal ini di jawab dengan sejauh mana perhatian pemerintah pusat di Bidang Kesehatan sebab Belanda di beri kesempatan untuk mengembangkan orang Papua dari tanahnya sendiri.

Oleh karena itu, penyakit mematikan yang di sebarkan di Papua adalah penyakit buatan  yang hanya untuk  pemusnahan etnis melanesia dan hanya untuk kepentingan tertentu. Sehingga pemerintah daerah di Papua harus berada pada garda terdepan untuk membebaskan masyarkaat dari semua penyakit sosial di Papua yang sengaja di sebarkan ini. Maka, pemerintah harus keluar dari rana aktor kemiskinan, penindasan, pembunuhan, dan marginalisasi serta konsumtif



Penulis adalah mahasiswa Papua Barat kuliah di Semarang

TENTANG ""

Mosesdouw.blogspot.com adalah website privat Moses Douw yang memuat berbagai tulisan. Apabila perbanyak atau copas tulisan dalam website ini, tolong sertakan alamat lengkap. Terima Kasih

Post Comment

Post a Comment

 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW