BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Monday, April 23, 2018

Gizi Buruk dan Campak Bukan Warisan Orang Papua

Oleh: Moses Douw
doc.pengabdian masyarakat di Purworejo. int

Gizi buruk adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, (Khaidirmuhaj, 2009). Sedangkan, campak adalah penyakit menular yang ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan (Brunner & Suddart, vol 3, 2001). Wikipedia

Penyakit campak dan kurang gizi merupakan sebuah penyakit baru yang mulai muncul ketika adanya otonomi khusus Papua dan Papua Barat. Kurang gizi dan penyakit campak muncul tanpa akibat dan sumber yang jelas dan belum ada sebuah penelitian laboratorium yang menjelaskan bahwa akibat kematian anak dari penyakit ini.

Sebutan campak dan kuranh gizi merupakan sebuah diskriminasi sosial dan doktrin yang di bangun orang luar Papua. Doktrin yang dibangun berdasarkan situasi lingkungan, ekonomi, politik dan letak Geografis. Di lihat bahwa kematian anak di Papua di kategorikan dalam situasi lingkungan dan letak geografis karena Papua daerah yang masih belum terisolasi dari semua bidang. Kemudian, dari pandangan Ekonomi gizi buruk muncul karena kurang asupan gizi seperti kurang adanya makanan berkemasan.

Doktrin Inilah yang dibangun ilmuan dan pandangan orang Non-Papua di Papua sesuai dengan kondisi lingkungan, ekonomi, Politik dan letak geografis untuk kategorikan penyakit dan kematian anak yang setiap tahun meningkat ini. Pandangan orang non-Papua untuk kategorikan kematian anak di Papua itu sangatlah penting untuk membutuhkan laboratorium khusus untuk tes penyebab kematian.

Dengan demikain, penyakit campak dan kurang gizi ini bentuk baru kematian yang diderita oleh orang Papua. Dalam sejarah, perkembangan kesehatan di NNG (Netherlands New Guinea) atau Papua pada zaman Belanda yang di tulis oleh Romaida Sinaga bahwa adanya penyakit kematian orang Papua hanya tiga pintu yakni kematian dengan Perang Suku, Kelaparan dan Malaria atau Serangan Serangga lainya.

Malah sangat di pertanyakan kematian anak di Papua karena penyakit yang di derita sangat tidak membuktikan kebenaran secara resmi. Kematian anak di Papua ini pun tidak tepat bagi Papua karena orang Papua yang tinggal di Papua bukan dari beberapa abad saja. Namun, orang Papua tinggal di Papua selama berabad abad. Orang Papua sudah lama tinggal berkebun, berburu, nelayan dan lainya di Bumi Cendrawasih dengan menonjolkan alam sehingga penyakit ini tidak pernah di derita oleh orang Papua.

Penyakit ini apakah pernah di derita oleh orang Papua pada sebelumnya? Namun yang yang jelas bahwa berdasarkan bukunya Romaida Sinaga menjelaskan bahwa kematian orang Papua dari Kelaparan khususnya beberapa suku yang berpindah-pindah tempat. Sehingga dikatakan bahwa “Campak dan Kurang Gizi Bukan warisan Orang Papua”.

Kematian Anak di Papua Sangat di Pertanyakan
Kematian anak di Papua menjadi sebuah trending topik di seluruh dunia. Kematian anak di Asmat mencapai 60 anak yang menjadi anak bangsa Papua yang merupakan generasi penerus. Banyak pertanyaan muncul di berbagai media sebagai berikut, bagaimana kontrol dan pengawasan dana kesehatan Kabupaten Asmat? Penyakit apa yang seharusnya di derita oleh Orang Papua? Kemudian, muncul pertanyaan baru lagi dari Belanda bahwa Bagaimana kontrol dan lintas kesehatan di Papua Oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Dana yang bersumber dari APBD, APBN dan otonomi khusus Papua di Asmat menjadi topik di tinggkat provinsi Papua. Sebab dana yang di realisasikan di Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat lebih besar di banding daerah lain. Namun dana yang besar itu, tidak membuahkan hasil yang baik atau tidak tepat sasaran. Ini menjadi tanggung jawab negara dalam proses hukum, pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBD, APBN dan otonomi khusus ini. Partisipasi negara dalam pengelolaan dan mencatat hasil realisasi dana sangat minim sehingga lembaga KPK dan negara sangat tidak adil dalam alokasi realisasi dan pertanggungjawaban dana di Papua.

Sedangkan, dari kaum akademisi, mahasiswa dan pro-demokrasi memberikan sebuah kecurigaan mereka melalui pertanyaan tadi bahwa penyakit apa yang diderita orang Papua? Ini sangat benar berdasarkan penjelasan tadi bahwa penyakit yang muncul adalah selalu berpindah-pindah hanya di seluruh Papua. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa daerah lain di Indonesia, tidak menderita penyakit campak dan gizi buruk, dengan jumlah yang banyak dan itu hanya di Papua. Apakah itu penyakit warisan dari Tuhan untuk orang Papua? Secara logika, kita berfikir bahwa penyakit yang di sebarkan di Papua ini adalah sebuah penyakit buatan untuk pemusnahan etnis melanesia karena penyakit ini, sepanjang peradaban orang Papua di Bumi Cendrawasih tidak pernah ada penyakit ini pula.

Kemudian, adanya pertanyaan yang di lansir dari media AWPA Sydney bahwa Belanda kembali kritik Pemerintah Indonesia khususnya Pemerintah Pusat. Kritikan yang disampaikan adalah mengapa belum ada Program Ekspedisi Kesehatan di Tanah Papua. Belanda menyampaikan kritik sebab, selama Belanda di Papua dalam sebulan ada ekspedisi kesehatan yakni dengan mengecek kesehatan bagi orang Papua di pelosok hingga di pusat kota Afdeling.

Dengan penjelasan diatas ini menjadi sumber utama dalam adanya Penyakit yang mematikan di Tanah Papua yang selalu berpindah-pindah di seluruh tanah Papua yang tidak pernah ada di seluruh Indonesia. Sehingga praktek seperti ini adalah sebuah perjuangan mulia yang dijalankan oleh pemerintah pusat dalam menguasai berbagai upaya pemusnahan etnis melanesia.

Gizi Buruk dan Campak Menjadi Alasan
Sejarah perkembangan orang Papua pada sebelumnya telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Orang Papua pada awalnya mereka tinggal berabad-abad di hutan belantara yang sangat menonjolkan aspek kehidupan dari alam yang hanya di konsumsi. Berdasarkan Rosmaida Sinaga dalam bukunya menjelaskan bahwa tanah Papua sebelum disentuh dari negara lain seperti China, Belanda, Jepang dan Indonesia mereka mempunyai sistem kehidupan tersendiri.

Sistem kehidupan manusia Papua sangat unik dengan sistem pengunaan bahan alam secara lokal dan hanya sebatas memenuhi kebutuhan dasar keluarga dan kelompok sosial. Karena dengan sistem kehidupan itulah yang menjadi tolak ukur manusia Papua masih hidup hingga pada saat ini. Orang Papua berabad-abad tinggal namun tidak mati habis dengan campak dengan gizi buruk, sebab tidak mati dengan kekurangan alat medis dan tenaga medis.

Sehingga adanya proyek-proyek dibalik kematian anak-anak di Asmat. Proyek yang di buat pemerintah pusat dan pemerintah daerah degan kapitalis. Seakan negara didirikan untuk kemauan dan kebetulan untuk mencari nafkah di Papua.

Proyek-Proyek yang diwacanakan adalah kepentingan Ekonomi, Politik Pemilukada. Wacana kepentingan ekonomi adalah adanya tambang emas dan sumber alam lainya untuk eksploitasi sehingga adanya relokasi warga sebagai alasan antisipasi perpindahan penyakit dengan yang belum kena penyakit, namun adanya tujuan khusus untuk eksploitasi emas di Asmat.

Sedangkan, kepentingan politik Pemilukada adalah membuat sebuah pencitraan dari pemerintahan pusat dan provinsi untuk lahan basis utama dalam pendapatan suara terbanyak. Penulis menganalisis bentuk masalah dan penyakit yang di derita masyarakat ini penyakit buatan yang di buat oleh pihak politikus. Sebab, setelah terjadi kematian anak di Asmat presiden Jokowi menari diatas kematian anak di Asmat sebagai promosikan diri sebagai awal kampanye politik. Tidak hanya Jokowi Elit atau bakal calon Provinsi Papua pun menari diatas kematian anak di Asmat dengan memberikan bantuan.

Hal seperti demikian menjadi tanggung jawab mereka namun, masyarakat umum menilai bahwa adanya kepentingan politik pemilihan presiden di tahun 2019 dan pemilihan gubernur Provinsi Papua. Hal ini di jawab dengan sejauh mana perhatian pemerintah pusat di Bidang Kesehatan sebab Belanda di beri kesempatan untuk mengembangkan orang Papua dari tanahnya sendiri.

Oleh karena itu, penyakit mematikan yang di sebarkan di Papua adalah penyakit buatan  yang hanya untuk  pemusnahan etnis melanesia dan hanya untuk kepentingan tertentu. Sehingga pemerintah daerah di Papua harus berada pada garda terdepan untuk membebaskan masyarkaat dari semua penyakit sosial di Papua yang sengaja di sebarkan ini. Maka, pemerintah harus keluar dari rana aktor kemiskinan, penindasan, pembunuhan, dan marginalisasi serta konsumtif



Penulis adalah mahasiswa Papua Barat kuliah di Semarang

Friday, April 20, 2018

Kedatangan Jokowi Menghambat Pertumbuhan Ekonomi Orang Asli Papua

Oleh: Moses Douw

Pertumbuhan ekonomi adalah hal yang penting dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat serta meningkatkan pendapatan keluarga. Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci utama untuk membuka pintu pendapatan bagi keluarga serta dalam hidup berbangsa. Secara teoritis pada pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu proses yang di lalui oleh masyarakat komunal yang terstruktur.

Proses perkembangan atau pertumbuhan ekonomi pada intinya merupakan proses dimana masyarakat komunal memproduksi barang, dan kemudian digunakan oleh masyarakat sendiri dan pula mendistribusikan. Memproduksi dan mendistribusikan barang adalah sebuah usaha yang membutuhkan perkembangan dalam proses  masyarakat mulai mengetahui dan mengenal cara mengahsilkan barang jadi.

Aliran teori historis yang di kemukakan oleh beberapa tokoh pun demikian. Friederich List (1789–18456) perkembangan ekonomi ditinjau dari teknik berproduksi sebagai sumber penghidupan. Tahapan pertumbuhan ekonominya antara lain: masa berburu, masa beternak atau bertani, masa bertani dan kerajinan, masa kerajinan industri dan perdagangan. Hal ini adalah sebuah proses dimana masyarakat belajar berdasarkan tahapan perubahan perekonomian.

Pasa dasarnya manusia yang mendiami di bumi ini merupakan cara bertani yang unik yang dimiliki oleh setiap suku, ras, bangsa di bumi ini. Manusia yang berdiam di Nusantara (nusa antara dua benua dan dua samudra) merupakan masyarakat bercocok tanam yang hanya memproduksi untuk mengonsumsi pada tingkat dasar rumah tangga. Manusia di bumi Indonesia belum mampu dan mengenal pentingnya pertanian industri. Namun, dalam proses pertumbuhan perkembangan penjajahan di Nusantara menjadi dasar dalam perkembangan pertumbuhan Ekonomi.

Ketika Belanda menduduki Indonesia adanya kerja paksa untuk menjadikan orang Indonesia menjadi pekerja kasar atau buruh kasar dalam sistem pertanian belanda. Sistem pertanian di daerah kolonial lebih pada penguasaan potensi alam atau istilanya adalah rempah rempah. Kedatangan bangsa eropa di Indonesia hanya dengan kepentingan dengan mengajarkan proses.

Dan pada saat itulah masyarakat Indonesia mengenal dan belajar lebih dalam berkaitan dengan sistem pertanian industri dan ekonomi makro. Tak terbatas pada itu masyarakat Indonesia khususnya di Jawa pula mampu bersaing di Dunia dengan proses penjajahan yang di laluinya pada masa kolonial Belanda.

Pada sebelumnya masyarakat jawa sangat mengenal dengan sistem kapitalisme di tanah jawa dan tidak hanya mengenal mereka sendirilah yang menjadi buruh kasar dalam sistem pertanian industri sehingga penguasan ekonomi orang jawa dan pulau lain sangat tinggi di banding Orang Papua. Tahapan pertumbuhan atau perkembangan ekonomi menurut Werner Sombart adalah zaman perekonomian tertutup, zaman perekonomian kerajinan dan pertukangan, zaman perekonomian kapitalis (Kapitalis Purba, Madya, Raya, dan Akhir). Zaman ini masyarakat Jawa telah di lewati dengan mempelajari penguasaan Ekonomi Kapitalisme.

Kini menjadi sebuah perbandingan besar bagi orang Papua dan keberadaan Indonesia di Papua adalah sebuah ilusi dan sebuah cerita yang menarik untuk kita amati dari berbagai perspektif dengan tidak mengucilkan unsur unsur variabel antara Indonesia dengan provinsi Papua.

Pertumbuhan Ekonomi Orang Asli Papua dan Non-Papua

Berdasarkan penjabaran di atas sangat jelas bahwa Pertumbuhan Ekonomi yang pada dasarnya adalah keadaan dimana manusia memproduksi dan mengonsumsi seiring dengan proses kegiatan pembelajaran dari tinggkat perkembangan manusia.

Dengan demikian perlu kita ketahui bahwa dengan proses penjajahan dari kolonia belanda di Indonesia sangat berpengaruh dalam pertumbuhan Ekonomi. Rentan waktu penajajahan Belanda di Indonesia bagian barat berkisar 3 abat yang mana mempelajari sistem pertanian industri jangka panjang. Sedangkan, Pulau Papua tidak sampai 1 abad. Belanda menjajah Papua tidak hanya mengeksploitasi namun mengajarkan proses pertanian jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Dalam buku Rosmaida Sinaga (3013) Masa Belanda di Papua selama 1898-1962 perluasan pengaruh Belanda dalam pemerintahan kolonial adalah terciptanya keamanan,, tersedianya sarana prasarana,  terbentuknya pelayanan (pendidikan, kesehatan, tata kelolaan lingkungan dan pemerintahan) dan perubahan ekonomi masyarakat setempat. Perubahan ekonomi masyarakat setempat di tandai dengan adanya perubahan di bidang pertanian, dan megembangkan usaha kecil menengah di Papua. Tak hanya itu, perkembangan kampung di hadirkan dengan adanya berbagai kemampuan dan mulai mengenali aspek ekonomi yang kemudian di kembangkan dalam bentuk koperasi dan lainya hingga Tahun 1990-an.

Namun, dalam perkembangannya Papua berhasil Aneksasi kedalam Negara Indonesia yang kemudian semua dampak dan pengaruh baik dari pemerintah Belanda berhenti. Sehingga perkembangan orang Papua dalam Negara Indonesia hanyalah sebuah objek yang tidak di kembangkan. Ketika itulah pukul mundur pertumbuhan ekonomi Orang Asli Papua.

Orang Asli Papua dan Orang Non-Papua adalah pemilik tanah Papua namun OAP adalah pemilik hak ulayat tanah adat Papua sedangkan orang non Papua adalah migrasi dari Pulau lain di Indonesia. Secara proses perkembangan pertumbuhan ekonomi orang Asli Papua masih Pada tahap bertani, berburuh dan beternak hanya pada konsumsi keluarga atau kesejahtraan keluarga.

Imigran di Tanah Papua pada sebelumnya telah melewati berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Hal ini akibatnya mengusai Tanah Papua dengan Industri skala local dan pertanian industri. Pertanian industri skala Nasional di Merauke seperti MIFFE yang membuka daerah isolasi tanpa adanya seizin orang asli Papua.

Pertumbuhan ekonomi Orang Asli Papua dan Non-Papua di tentukan dengan berjalannya masa penjajahan Belanda di Indonesia dan Belanda. Namun, lebih rentan mendapatkan dampak positif dan pengaruh positif dari penjajahan adalah Jawa dan beberapa Pulau di Indonesia. Sedangkan Orang Papua tidak mendapatkan manfaatkan sebab, rentan waktu sangat singkat di banding daerah lain.

Sehingga Orang Asli Papua kini berada pada tingkat pengelolaan ekonomi klasik atau pada sistem ekonomi tinggi. Orang asli Papua masa kini hanya memanfaatkan alamnya namun belum bisa mengelola ekonomi industri jangka panjang. Tetapi, pertumbuhan ekonomi Non-Papua sangat pesat di Papua dengan menguasai semua sudut sudut ekonomi. Maka kini yang menjadi pertanyaan dari penjabaran diatas ini adalah bagaimana langkah yang diambil Jokowi dalam Pertumbuhan Ekonomi Orang Asli Papua? Apakah kunjungan-kunjungan yang belaka dan ataukah mampu membangkitkan Ekonomi Orang Asli Papua?

Kedatangan Jokowi menghambat Pertumbuhan Ekonomi

Kedatangan Jokowi di Papua merupakan kunjungan kerja yang patut masyarakat dan pemerintah provinsi Papua apresiasi dengan bentuk kepeduian dari Presiden Jokowi yang sangat dekat dengan orang Papua. Kunjungan presiden di Papua sangat terharuh. Namun pada prosesnya kunjungan presiden ini di nilai dari baik dan juga buruk dari berbagai pihak serta organisasi.

Di Pandangan akademisi dan mahasiswa kedatangan jokowi merupakan tidak menyelesaikan masalah social, ekonomi, politik dan pemerintahan di Tanah Papua. Secara spesifik masalah sosial, ekonomi dan politik tidak di selesaikan dengan baik dan masih menjadi masalah kemanusian dan sosial di Tanah Papua.

Dengan kedatangan Jokowi di Tanah Papua sangat mengesampingkan persoalan yang sebenarnya masyarakat Papua alami. Persoalan utama orang Papua pada saat ini alami seperti pertama masalah marjinalisasi dan efek diskriminasi terhadap Orang ASli Papua (OAP) akibat pembangunan ekonomi, konflik politik, dan migrasi massal ke Tanah Papua sejak Tahun 1970.

Kedua, lanjutnya, kegagalan pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Ketiga, kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta, serta keempat, soal pertanggung-jawaban atas kekerasan negara di masa lalu terhadap warga negara Indonesia di Tanah Papua.

Berdasarkan kutipan TEMPO.CO Presiden Jokowi menegaskan akan membuka isolasi daerah dengan membangun infrastruktur di Papua seperti jalan Trans Papua, jembatan, pelabuhan, bandara dan konstruksi lainnya bertujuan untuk memudahkan akses dan mobilitas orang Papua dari satu area ke area lainnya. Hal ini secara, umum patut kita apresiasi namun apakah dengan infrastruktur pertumbuhan Orang Asli Papua?

Namun, dengan membuka daerah isolasi yang diwacanakan JOKOWI adalah sangat mengundang multiproblem bagi orang asli Papua. Bahkan membuka jalan bagi kapitalis untuk mengeksploitasi bagi Alam Papua. Tidak hanya ini, akan adanya mobilisasi umum dari Jawa dan daerah lain ke Papua. Kejadian seperti ini terjadi kapan orang Papua itu di Bangun?

Disisi lain, yang di lansir dalam tabloidjubi.com kunjungan Jokowi yang sering dilakukan di Papua menggarisbawahi kegagalannya memenuhi janjinya untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di provinsi timur. Jika Jokowi terus mengabaikan upaya untuk menyelesaikan kasus, komitmennya dalam mengembangkan Papua akan menghadapi ketidakpercayaan yang besar oleh orang Papua.

Pertumbuhan Ekonomi yang sebenarnya adalah Hubungan dengan Kapasitas manusia, harkat manusia, pengetahuan manusia dan perkembangan manusia. Bukan pertumbuhan akan ada dengan pembangunan infrastruktur dan lainya yang di wacanakan oleh presiden Jokowi.

Maka itu. pertumbuhan atau perkembangan ekonomi di nilai dan di klasifikasi dengan berapa banyak manusia orang asli pupua yang bebas dari ketidak tahuan tentang ekonomi.

Solusi Pertumbuhan Ekonomi Bagi Orang Asli Papua

Dengan demikian, berapa banyak kunjungan kerja Jokowi di Tanah Papua tak akan pernah mengatasi masalah pertumbuan ekonomi bagi orang asli Papua apabila tidak secara irit menyelesaikan faktor faktor penghambat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Tanah Papua.

Oleh Karena itu, untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi Orang Asli Papua yang di Wacanakan dengan teori Wolt Witman Rostow dan Werner Sombart tentang pengembangan orang asli dengan migran maka yang harus di perhatikan untuk Papua dan Orang Asli Papua  adalah sebagai berikut:

Pertama: masalah marjinalisasi dan efek diskriminasi terhadap Orang ASli Papua (OAP) akibat pembangunan ekonomi, konflik politik, dan migrasi massal ke Tanah Papua sejak Tahun 1970. Kedua, lanjutnya, kegagalan pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Ketiga, kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta
Keempat, soal pertanggung-jawaban atas kekerasan negara di masa lalu terhadap warga negara Indonesia di Tanah Papua.


Daftar Pustaka
Sinaga, Rosmaida. 2016. Masa Kuasa Belanda di Papua (1898-1962). Jakarta. Buku Kita
www.braind.id/agenda-kunjungan-presiden-jokowi-ke-papua-barat-dinilai-tidak-jelas di Unduh 19 Apri 2018
Douw. Moses. 2013. Pertumbuhan Ekonomi di Desa Diyai. Nabire. Karya Ilmiah


Penulis adalah mahasiswa sedang kuliah di Semarang

Friday, April 6, 2018

Resensi: Kibarkan Sang Bendera Makanan


Judul          : KIBARKAN SANG BENDERA MAKANAN (Gerakan Pemulihan Habitat Untuk Membangun Martabat Hidup Orang Papua Proto)
Penulis        : Nason Pigai
Tahun Terbit: 2015
Resentor     : Moses Douw

 “Gerakan Pemulihan Habitat Untuk Membangun Martabat Hidup Orang Papua Proto”
Nason Pigai mantan kepala distik Kamuu Utara yang kini sedang menjabat sebagai kepala bidang pengembangan usaha perikanan di dinas peternakan dan perikanan kabupaten Dogiyai menuliskan sebuah buku “KIBARKAN SANG BENDERA MAKANAN. Gerakan Pemulihan Habitat Untuk Membangun Martabat Hidup Orang Papua Proto”

Lewat bukunya, penulis ketegahkan beberapa pendekatan sebagai acuan dalam gerakan pemulihan habitat yang terbangunnya martabat hidup orang Papua Proto melalui spirit bertani.
Menurut Nason, dikatakan pemerintah yang mandiri, gereja yang mandiri, keluarga yang mandiri, masyarakat yang mandiri dan seterusnya indikator pertama harus diukur dengan keotonomian pangan, karena efek makananlah manusia menjadi sehat, cerdas, beriman, berada, tentram damai dan seterusnya.

Lebih lanjut, penulis dapat menjelaskan dalam ulasannya bahwa; salah satu materi atau sarana ciptaan Tuhan yang sangat aktif berperan dalam hidup dan kehidupan manusia dari bentukan janin dalam rahim ibu hingga ke liang lahat adalah makanan.

Manusia terbentuk karena makanan, ikut bertumbuh dalam rahim karena gisi makan dan dilahirkan hingga berlangsunkan kehidupan di dunia karena makanan. Oleh  karenannya, Nason Pigai dalam bukunya dapat memberikan pokok-pokok pikiran jernih dalam kerapu
1.    Makanan sebagai sarana pembentuk manusia - Mee Komugai
2.    Makanan sebagai sarana pembentuk kesehatan - Mobu Komugai
3.    Makanan sebagai sarana pembentuk kecerdasan - Epi Komugai
4.    Makanan sebagai sarana beramal kasih- Ipa Komugai
5.    Makanan sebagai sarana berbisnis - Edepede Komugai
6.    Makanan sebagai sarana berpesta - Yuwo Komugai
7.    Makanan sebagai sarana dalam semua aktivitas manusia hingga kembali ke liang lahat pun dirayakan pesta makanan yang dikenal dengan sebutan suku Mee “Dagouwo”.
Sementara dalam ulasannya dapat dilihat dari dua sudut pandang bahwa makanan bisa menjadi sarana pembawah berkat dan juga bisa membawa petaka dalam kehidupan manusia. Artinya, makanan pada dasarnya berkat tetapi ketika orang-orang tertentu dibalikkan berkat itu menjadi petaka bagi orang lain dengan melakukan sesuatu yang jahat kepada orang lain. Milasnya, melalui makan membunuh dengan cara masukan obat jahat dalam makanan.

Makanan yang telah menjadi berkat, kehidupan dan kecerdasan hidup itu, kini dilumpuhkan atau sedang menujuh jalan kepunahan yang disebabkan karena prilaku manusia yang tak bermartabat, seperti yang diulaskan oleh Nason Pigai dalam bukunya “KIBARKAN SANG BENDERA MAKANAN. Gerakan Pemulihan Habitat Untuk Membangun Martabat Hidup Orang Papua Proto”

Pertama, Pengawai negeri sipil atau swasta, urusan makanan kebanyakan hanya tergantung pada gaji dan jatah berasnya, karena merasa tua besar dengan status pengawainya. Akhirnya sedikit tersingkir jiwa kerja tanian.
Kedua, Kaum terpelajar, urusan makanan hanya tergantung kepada orang tua dan sanak-saudaranya, kyaarena merasa dirinya maha besar dengan gelar yang diraihnya. Akhirnya budaya kerja bertani pudar dari pundaknya.

Ketiga, Pemerintah daerah (pejabat orang asli Papua), urusan makanan hanya tergantung pada hasil-hasil produksi dari pabrik atau dari daerah lain walaupun makanan lokal ada.
Keempat, Pejudi  atau status sosial apapun, urusan makanan tergantung kepada orang lain karena waktu untuk bekerja-adakan bahan makanan dimanfaatkan hanya untuk judi. Misalnya hitung togel sampai waktu habiskan.

Kelima, Pemabuk, aibon dan lainnya, urusan makanan tergantung kepada keluar atau orang lain, karena dirinya sibuk dengan konsumsi atau pesta miras. Dan seterusnya.
Melihat adanya pergeseran identitas budaya dalam hal pengadaaan pangan lokal yang kian hari kian merosot itu, maka Nason Pigai sebagai anak adat Papua yang pernah hidup di “Makewapa” (tempat bersejarah suku Mee) dapat mengatakan bahwa “Orang Papua Harus Rekonsiliasi akan Budayanya”. 

Orang Papua harus mendeklarasikan kemerdekaan identitasnya dengan prinsip, yakni: Aku adalah Aku, Sukuku adalah Sukuku, Bangsaku adalah Bangsaku, Makananku adalah Makananku, Negeriku adalah Negeriku, Bahasaku adalah Bahasaku, Budayaku adalah Budayaku, Gerejaku adalah Gerejaku dan seterusnya.

Deklarasi ini dinilai penting dan utama dalam mempertahankan identitas budaya juga pangan lokal dalam kehidupan orang Papua proto. Bangsa yang dikatakan besar ketika identitas budayanya sudah merdeka. Bangsa yang dikatakan besar ketika menghargai produk lokal termasuk makanannya. Bangsa yang dikatakan bermatabat ketika kebutuhan pokok “makanan” sudah terpenuhi.


Yogyakarta, 4 April 2018

Kekayaan Papua Menghilangkan Martabat Orang Papua

Pelanggaran di Tanah Papua tidak akan terselesaikan sepanjang masa, jika ini tidak bisa di ungkap secara terbuka. Membina dan mendidik kejahatan di Tanah Papua tidak terlepas dari para elit politik yang merajalelah di Tanah Papua, ini di perangkan oleh para jendral dan tokoh-tokoh elit politik Papua yang menjadi mobilisasi kejahatan di Tanah Papua. Membungkus kejahatan akan mengakibatkan konflik yang berkepanjangan, ini terlihat dan di ukur dari Kasus demi kasus kejahatan pembunuhan yang membuat Tanah Papua berlumuran darah, letak geografis tanah Papua tidak bisa di ukur degan metode keamanan yang strategis, tetapi tanah Papua bisa di ukur dengan pendekatan budaya dan mengenal benar-benar  adat orang Papua secara beradat. Hukum adat di tanah Papua selalu diabaikan sehingga kondisi ini berdampak luas. Sebenarnya Hukum adat harus diberikan ruang  untuk anak-anak adat Papua menterjemahkan itu dalam suatu bahasa adat, karena bahasa adat dan budaya bisa melahirkan masyarakat Papua hidup kembali untuk mengenal identitasnya sebagai anak adat Papua yang sebenarnya.
Hadirnya perusahan paman sam ini membuat Orang Papua tidak mengenal jati dirinya. Perusahan ini telah beroperasi sudah 46 tahun lamanya, tetapi tidak memberikan kontribusi kepada orang-orang Papua, perusahan Freeport hanya memberikan kontribusi kepada para elit politik, pejabat-pejabat Negara dan para jendral-jendral di Indonesia.
Keberadaan Freeport telah menjadi pasar kejahatan dalam dunia bisnis diseluruh dunia, Lahan penduduk di rebut, penembakan orang Papua dimana-mana, kejahatan penembakan di areal penambangan Freeport tidak bisa terungkap, apa yang terjadi di balik semua ini. Strategi penembakan di areal Freeport sudah ter-organisir secara sistimatis, kejahatan penembakan itu merupakan kejahatan yang bersifat penembakan rekening.  Dalam wilayah penambangan Freeport, penduduk pribumi asli papua sudah tidak nyaman lagi dengan kondisi keamanan ini.
Selama beberapa dekade rakyat Papua ingin melepaskan diri dari Indonesia.  Perusahan pertambangan Amerika Serikat itu memainkan peran penting dalam perjuangan itu. Bagi orang Papua, itu adalah simbol ketidakadilan dan pelanggaran ham berat. Saat ini Freeport merupakan pembayar pajak terbesar di Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir, perusahan itu  menyatakan  telah membayar  sekitar 70 trilyun rupiah kepada pemerintah di Jakrta.
Tambang ini juga menyediakan lapangan kerja bagi puluhan polisi Indonesia yang diamanatkan oleh hukum Indonesia untuk melindungi tambang. Dulunya, ini adalah tugas militer Indonesia yang kadang-kadang  masih diminta untuk memberikan dukungan ekstra.  Kelompok pembela  Ham mengatakan;  Freeport secara efektif membiayai militer  Indonesia di Papua dan menutup mata  terhadap pelanggaran ham yg dilakukan militer. Tentu saja ada militer disana,  mereka suka melindungi tambang Freeport karena mereka dibayar oleh Freeport. Denis Leeds,  seorang akademis Australia  yang selama lima tahun meneliti  buku tantang tambang yang kontroversial itu,  denis leeds mengatakan bahwa;  “Freeport Indonesia telah menolak dari awal, dari awal orang Papua sudah membuat pagar, ini telah menjauhkan orang asing dari tanah itu, orang Papua tidak menginginkan Freeport beroperasi di Papua. Dari awal orang Papua protes soal perusahan paman sam itu, tetapi  tidak ada orang Indonesia yang peduli pada protes orang Papua, karena mereka tidak peduli soal orang Papua Barat, dan hanya menginginkan uang Freeport”. Perusahan paman sam itu menuliskan kontrak mereka sendiri dengan Indonesia tanpa menghadirkan orang Papua. Kontrak Freeport ini yang pertama-tama ditandatangani oleh rezim Suharto, sehingga Freeport melakukan apa pun yang mereka inginkan sampai sekitar tahun 1995.
Perekonomian Indonesia tumbuh dengan pesat dibalik ledakan komunitas ini. Pada kwartal kedua tahun 2010 Freeport melihat keuntungan berlipat ganda menjadi 1, 4 milyard dollars atau lebih dari 12 trilyun rupiah. Dari jumlah ini sangat sedikit menetes ke orang termiskin di Indonesia dan kesenjangan antara miskin dan kaya makin melebar. Analis resiko yang tinggal di Jakarta, Tod Elid mengatakan jumlah konflik antara masyarakt miskin dan  perusahan besar meningkat tahun ini. Melihat dari konflik bisnis ini, Mr. John Curri pernah melakukan pembicaraan kepada  Almarhum tertua adat suku amungme pemilik hak ulayat Taurek Natkime bahwa: "Kami, Freeport McMoran akan menanam pohon apel di tengah-tengah tanah Mulkini, nanti kalau sudah berbuah anak-anak kita akan memetiknya bersama-sama" (Jika tambang sudah menghasilkan uang, maka kita semua menikmatinya bersama).
Pada akhirnya nyatalah bahwa janji-janji tersebut hanyalah janji-janji kosong belaka. Bahkan sebaliknya banyak peristiwa pelecehan atas Hak Asasi Manusia Papua terjadi dengan mengorbankan hak dasar untuk menentukan nasib suatu bangsa, dan jika secara khusus kalau kita menelusuri pendekatan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia maka sejarahnya akan berubah menjadi suatu pencaplokan paksa dengan memperalat Masyarakat Suku Amungme yang lugu dengan iming-iming semua makanan-makanan kaleng yang aneh, di mana makanan-makanan tersebut di kemudian hari dikenal oleh Masyarakat suku Amungme sebagai media pembodohan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap Masyarakat suku Amungme Kenyataan yang lebih tidak mengenakan bagi Suku Amungme yaitu mengenai Wilayah kehidupannya yang sebelumnya tenang, bersahaja dan damai, pada akhirnya terganggu oleh kehadiran Perusahaan Pertambangan, dan saat itu kontrak karya yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeeport tidak sedikitpun meminta persetujuan Masyarakat Suku Amungme yang pada faktanya sudah hidup turun temurun di wilayah itu, seolah-olah Pemerintah Indonesia adalah satu-satunya penguasa penuh atas wilayah yang telah di-kontrak-karyakan tersebut, dan sama sekali tidak menganggap keberadaan penduduk Asli yang tinggal dan hidup serta yang secara sah memiliki wilayah itu. Apalagi jika dikaitan dengan Undang-Undang yang berlaku antara lain Undang-Undang Dasar 1945, hak-hak Masyarakat adat yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lain-lain. Di balik kesepakatan yang telah dibuat tersebut ternyata tindakan-tindakan kekerasan terhadap Masyarakat suku Amungme terus terjadi dan berlanjut sampai sekarang. Kehidupan Masyarakat suku Amungme sejak tahun 1967 sampai sekarang masih tetap sama. Diperkirakan bahwa 50 tahun mendatang, orang-orang Amungme dan Kamoro akan menjadi orang-orang termiskin dari orang miskin di Tanah Papua, jika sampai saat ini PT Freeport tidak memikirkan kelanjutan hidup warga Masyarakat suku Amungme di kawasan PT Freeport Indonesia pasca masa penambangan.

Saya ingat bahwa apa yang dikatakan Tuarek Natkime itu benar: "Mereka datang hanya untuk membunuh kami supaya mereka dapat mengambil semua yang ada di perut bumi ini untuk istri dan anak-anak mereka." Juga doa yang dipanjatkan Tuarek Natkime sebagai keluhan hatinya atas apa yang terjadi terhadap Masyarakat Amungme. Dalam doanya, ia berkata "Mengapa Tuhan menaruh emas dan tembaga di dalam tanah hak ulayat orang Amungme?" Dari perampasan hak tanah hingga kekayaan didalamnya pernah disampaikan oleh BRIGJEN Ali Murtopo yaitu : Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua, Jakarta hanya tertarik dengan Tanah dan Kekayaan alam Papua. Jika kalian ingin Merdeka, maka mintalah tempat di Bulan agar Amerika bisa menaruh kalian di sana. Dan jika kalian menolak Pemerintah Indonesia, maka saya akan membunuh kalian.

Sunday, December 31, 2017

Politik Pencitraan dan Pembangunan Jokowi di Papua


Oleh: Moses Douw

Seiring dengan pemerintahan  Indonesia berhasil menduduki Papua pada tahun 1963, dan pada saat itu pula terjadi perebutan besar besaran irian barat dalam pangkuan Indonesia  yang di komandakan oleh Ir. Soekarno di Yogyakarta dengan  Trikora pada tanggal 19 Desember 1961, untuk melancarkan serangan Operasi Trikora selama dua tahun. Dan pada tahun 1963 Indonesia berhasil mengusir bangsa Belanda dari Irian Barat, selain keberangkatan Belanda pembangunan daerah terosolasi pun terhambat dan berhenti. Pada tahun 1961 sebelum Trikora orang Papua telah menyatakan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Operasi operasi militer yang di lakukan militer hanya untuk memerangi manusia Papua, mobilisasi umum dan eksploitasi alam.  Anggapan orang Papua di Irian barat sejak 1961 hingga sekarang hanya seorang tamu bertopeng yang jahat.

Anggapan orang Papua dan stigmasisasi Pemerintah Indonesia sejak 1961 di Yogyakarta melalui trikora telah di tularkan ke seluruh masyarakat Indonesia dan kemudian hal ini menimbulkan permusuhan. Dari permusuhan ini berakitab menimbulkan keterlambatan dan bertolak belakang dalam membangun daerah Irian barat dari orde Lama (1961) hingga orde baru (1998). Pada Era Reformasi Indonesia berhasil memberikan wewenang kepada Papua melalui Undang undang otonomi khusus nomor 21 tahun 2001 bagi Papua. Pemberian wewenang otonomi ini tidak berujung damai melainkan masih mempertahankan status quo antara Papua dengan Pemerintah Indonesia. Pembangunan pun terhambat meskipun perkembangan zaman kian berkembang hal ini di sebabkan dengan situasi politik yang pasang surut.

Proses pembangunan dan pembukaan daerah terisolasi pemerintah Indonesia hingga pada tahun 2013 belum terlaksana namun, ketika Joko Widodo terpilih menjadi  Presiden Negara Republik Indonesia. Jokowi adalah seorang presiden yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia khususnya di wilayah bagian timur yakni Pulau Papua. Jokowi menjanjikan kepada masyarakat Papua.  Definisi pembangunan yang di tafsirkan pemerintah Indonesia di Papua berdasarkan teori pembangunan Adam Smith dan Keynes.
Pembangunan yang di kemukakan  Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “An Ingulity into  the Nature and Cause of the wealthof nations” menjelaskan bahwa suatu pembangunan harus memaksimalkan mekanisme pasar bebas yang tidak intervensi Negara sebab baginya Negara adalah kotor dan apabila negara ikut campur dalam kepengurusan mekanisme pasar maka negara akan memonompoli pasar. Berbeda dengan Jhon Maynard Keynes [1936] ia mempublikasikan pendapatnya “The General Theory of Emplyment, Interest dan Money”.  Ia membanta Adam Smith bahwa teori pembangunan tidak hanya pada mekanisme pasar saja dan pasar bebas tidak selamanya kekuatan positif, Namun kuncinya dalam pertumbuhan adalah Investasi nyata misalnya Proyek Infrastruktur, Investasi menurutnya akan memberikan nilai positif. [Susilowati, 03/11/ Teori Pembangunan]
Praktek politik merupakan seni yang di mainkan oleh sebagai orang di bumi ini yang hanya merebut berbagai simpatisan, namun tidak bertentangan dengan aturan. Dalam teori politik itu, yang terpenting dan sering di praktekkan oleh sebagian pemimpin.  Dalam teori  politik, teori pencitraan juga di kategorikan sebagai hal yang baik secara etis dan di imbangi dengan tanggung jawab yang tangguh. Namun Teori pencitraan ini memiliki andil dampak yang besar bagi masyarakat dan Pemimpin itu sendiri. Dalam buku berjudul “The Presentation Of Everyday Life” yang di tulis oleh Erving Goffman yang mengemukakan teori Dramaturgi. Goffman menyatakan bahwa Individu dapat menyajikan sesuatu “Pentunjukan” untuk orang lain meskipun demikian Teori Dramaturgi memperoleh banyak kesan dari pertunjukan itu.

Pembangunan yang di rencanakan oleh Pemerintah Indonesia, harus di laksanakan tidak hanya janji sebagai gula-gula politik selain itu pembangunan yang di wacanakan dari pemerintah Indonesia adalah sebuah drama yang di pertunjukan oleh pemerintah Indonesia kepada Pemerintah daerah dan masyarakat Papua. Pembangunan daerah sama persis dengan teori pembangunan yang dikemukakan oleh Keynes dan Adam Smith. Ternyata tidak disangka pembangunan itu hanya sebuah pertunjukan di publik dan media sosial yang menimbulkan (impression) atau banyak kesan dan tanggapan dari berbagai pihak.

Politik Pencitraan Jokowi di Papua

Dalam drama politik negara Indonesia sejatinya harus di jalankan berdasarkan [Bonum Commune] yang artinya politik yang mebebaskan, membuat kebaikan dan membangun masyarakat dengan kepentingan Masyarakat setempat. Tentunya hal ini memperjuangkan kemakmuran kesejahtraan rakyat. Jhon Maynard Keynes [1936 pun menjelaskan bahwa Pembangunan sebaik mungkin dilaksanakan menyejahtrakan masyarakat setempat. Hal ini tentunya melakukan berbagai pendekatan persuasif terhadap masyarakat setempat.

Pembangunan di Papua setelah era-Reformasi di tandai dengan eksploitasi, pembunuhan, pemusnahan dan pelanggaran hukum. Hingga kepemimpinan Jokowi pun, masih dengan program lama setidaknya pembangunan yang tidak beradap dan tidak tepat sasaran dan hanya menghabiskan APBN dan APBD.

Wacana pemerintah pusat untuk pembangunan daerah tertinggal di Indonesia khususnya di Papua telah di rencanakan sejak Kampanye politik di Papua dan melalui janji-janji Politik ketika kunjungan kerja presiden Jokowi di Papua serta melalui Nawacita Joko Widodo. Janji-janji Jokowi itu yakni 1),Penyelesaian Pelanggaran  HAM di Papua 2), sejahtrakan Guru dan TNI di Perbatasan, 3), Mengentaskan Konflik Masyarakat, 4), membangun tol Laut, 5), Renegosiasi Perusahan asing, 6), Terapkan Pertanian Modern, 7), Akses Jaringan Internet , 8), 65 % PNS untuk orang Asli Papua, 9), Miliki Sains Tenchopark; 10), Pembangunan Real Estate; 11), KRL di Papua; 12), Bebaskan pengangguran di Papua dan janji janji lainya ketika mengunjungi Papua selama masa Jabatan. [Lihat, CNN. Indonesia/04/09/17, Honaicenter/10/12/15]

Rencana pembangunan dan janji-janji politik Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presdien Joko Widodo ini ternyata hanya menjadi gula-gula politk bagi masyarakat Papua. Perioritas pembangunan yang di lakukan pemerintah pusat gagal total sebab beberapa program tidak terlaksanaka hingga kini. Dengan itu Natalius Pigai Komisioner KOMNAS HAM juga membenarkan “program pembangunan pendidikan di Indonesia hingga pada kepemimpinan Jokowi masih belum menurunkan angka Pengganguran dan negara tak mampu mengatur pendidikan dan itu mengakibatkan ancaman serius untuk masyarakat Indonesia”. [Lihat: RMOL/07/11/17].

Tidak hanya demikian, pembangunan Trans Papua yang dikabarkan melalui Media kompas dengan judul “Trans Papua membela bukit  dan menembus Gunung”.  Hingga kini kenyataanya tidak benar. Yang hingga kini Infrastruktur yang terbangun hanya Trans Wamena-Nduga selain dari itu hanya ada pembangunan lama. [Lihat,RMOL/13/02/17. Ternyata pemberitaan dan janji-janji politik Jokowi di Papua hanya sebuah gula-gula politik untuk masyarakat Papua dan pemerintah daerah Papua dan pemberitaan itu adalah sebuah politik Pencitraan yang di praktekkan oleh Pemerintah Pusat. Pencitraan yang berwawasan menghalalkan yang sebenarnya adalah tindakan negara yang sewenang-wenang.

Pandangan Machiavelli dalam realitas teori politik diasosiasikan dengan cara yang buruk, untuk menghalalkan, cara untuk mencapai tujuan tertentu. Pada saat ini, Kepemimpinan Jokowi dan pemerintah Indonesia sedang mempraktekkan Teori Machiavelli di Papua. Tentunya hal ini kita lihat dari beberapa program, janji-janji yang belum terlaksanan meskipun pemberitaan tidak benar menebar.  

Pemerintah Indonesia dibawa Kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah menghalalkan masalah pokok orang Papua yang sebenarnya dan yang harus diprioritaskan untuk membangun Papua secara adil, damai dan tak ada tolak belakang. Kepemimpinan Jokowi telah menghalalkan masalah pendidikan, pelanggaran HAM dan eksploitasi bahkan pembangunan pun tidak terlaksana.  Persoalan Pelanggaran HAM berat di Papua seperti kasus Paniai, Wamena dan Wasior tidak di selesaikan. Jokowi tak bisa membangun Papua dengan damai, aman dan adil apabila masalah pelanggaran HAM pun tidak diselesaikan yang di janjikan kepada masyarakat Papua.

Politik pencitraan yang di Dramakan pada era kepemimpinan Jokowi sangat jelas bahwa berdasarkan data 2016, Indonesia telah mengalami kemunduran dalam bidang tenaga kerja akhirnya 7,01 juta penduduk Indonesia yang menganggur hal ini kebanyakan di Indonesia timur di Papua.  Selain itu, melalui Sekretariat Kabinet ingin mengetahui beberapa banyak pemerintah menyikapi kasus kekerasan di Papua dengan tujuh keterangan yakni kekerasan Paniai (Desember 2014), mengangkat martabat orang Papua (Maret 2015), membebaskan tahanan Politik (Mei 2015) penegakan Hukum atas pelanggaran HAM di Tolikara (Juli 2015), dan pendekatan adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran (November 2015), ada pula pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian HAM Papua (Juni 2016) dan terakhir pendekatan HAM dalam pembangunan di Papua (November 2016).

Dari berbagai data atas Janji dan masalah di atas ini hanya bentuk politik Machiavelli  di Italia yang di praktekkan oleh Pemerintahan Jokowi di Papua hingga kini. Sebab, pemerintah pusat dalam hal ini kepemimpinan Jokowi telah menghalalkan berbagai persoalan yang terjadi di Papua. Jokowi tidak bisa bangun Papua apabila ada masalah tumpang tindih antara Papua-Jakarta dari sekian masalah dan janji  tersebut. Selain itu, pemerintah juga membohongi pelbagai stratifikasi sosial dan deferensiasi sosial di Indonesia dengan wacana Pembangunan yang di beritakan oleh Jokowi di Papua. Hingga kini Pembangunan, Jalan Trans Papua, Pelabuhan, dan bandara di Papua belum terlaksana, jalan Trans Papua berhasil hanya satu di Wamena yakni Trans Wamena Nduga yang di bangun oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Darat itupun merupakan dampak terhadap masyarakat sebab pembangunan tidak melibatkan masyarakat yang semena-mena menghacurkan daerah keramat yang di yakini masyarkat setempat.
Inilah wajah pemerintah di Papua yang pada akhir-akhirnya ini pemerintah Pusat membombastikan pembangunan Papua yang pada dasarnya adalah Pencitraan atau politik drama yang dimainkan oleh pemerintah pusat di bawa kepemimpinan Joko Widodo di Papua.

Pembangunan, pemusnahan dan gula-gula Politik

Hubungan efektifitas kebijakan pembangunan pemerintah pusat di kaji berdasarkan variabel bebas melalui demokrasi deliberatif  yang kemudian di kemukakan oleh Jurgen Habermas (1996) selanjutnya Budi Hardiman menuliskan dalam buku “Demokrasi Deliberatif”. [Lihat.,Hlm.128]. Pelaksanaan efektifitas pembangunan di Papua tidak muda melegitimasi melalui kelompok tertentu serta individualisme. Habermas dalam hal ini menekankan bahwa masyarakat modern tentunya didekati dengan tindakan komunikatif, artinya setiap kebijakan, janji dan masalah yang terjadi yang berorientasi pada tumpang-tindih dan kemudian di dekati dengan prosedur konsensus agar kesepahaman, persetujuan dan saling mengerti.

Pendekatan efektifitas pembangunan daerah berdasarkan demokrasi deliberatif secara umum tidak terlaksana di Papua [Jurgen Habermas, 1996]. Pembangunan yang di legitimasi pemerintah Pusat kadang tidak sepaham dengan persetujuan masyarakat. Prosedur ini yang di praktekkan di Papua sejak pemberlakuan undang-undang 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat. Tentunya hal ini di buktikan dengan pembangunan yang tidak efektif dan pembangunan yang dominatif meloloskan kapitalisme dan kolonialisme Indonesia.

Kebijakan pembangunan daerah terisolasi di Papua pada umumnya berujung pada pemusnahan. Hal ini dilihat dari berbagai aspek yakni: Politik, Ekonomi, Sosial, Lingkungan, Pendidikan, Agama dan lainya. Subtansi dari persoalan Sosial adalah terjadi pemiskinan, ketergantungan, pembunuhan dan penjudian yang di kategorikan di marjinalkan dibawa sayap negara Indonesia dan sebagainya. Pemusnahan Lingkungan ini ketika adanya Indonesia di Papua telah melampaui batas perusakan hutan di Papua demi kepentingan Kapitalisme, seperti pembalakan hutan adat di Merauke yang di muat dalam video dokumenter Dandhy Laksono dengan judul film “The Mahuze`s” dan lainya. Demikian pula pemusnahan dari beberapa aspek diatas ini. Semua pembangunan berujung pada ketidakseriusan dalam pembangunan sehingga mengakibatkan pemusnahan di Tanah.

Politik pencitraan atau politik dramaturgi menjadi sebuah gula-gula politik bagi masyarakat Papua dengan janji-janji serta kebijakan pemerintah pusat yang hanya wacana publik yang hanya membombastis pelayanan, pembangunan dan menjaga masyarakat yang hanya pencitraan publik Internasional yang kemudian sering di presentasikan di Perserikatan Bangsa Bangsa. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pembangunan berjalan sebanding pencitraan jokowi di Media sosial di Indonesia?


Penulis adalah mahasiswa kuliah di Kota Jayapura
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW